Jumat, 18 Mei 2012
Muasal Sejarah Nama Indonesia
Kamis, 17 Mei 2012
Belajar, Proses, dan Sunatullah
Proses. Bahkan para wali Allah pun memperoleh ilmunya melalui belajar. Ilmu tidak turun dengan begitu saja kepada mereka, melainkan dengan belajar. Proses adalah sunatullah, dan belajar adalah salah satu wujud kongkret sebuah proses. Mengapa harus menentang sunatullah itu?
Berharap agar kemerdekaan dalam belajar terpenuhi mengingat sekolah formal dirasa terlalu mengekang, tidak harus menghancurkan sunnah-sunnah yang sudah ditetapkan Allah. Manusia di dunia fana ini bergelut dengan proses. Manusia di dunia fana ini bergelut dengan usaha-usaha. Demikian juga halnya untuk membuat anak-anak berpengetahuan, berkepribadian baik, berketerampilan, dan ideal-ideal lainnya tidak cukup hanya dengan menyerahkan mereka pada 'alam' tanpa proses belajar.
Jikapun ada keberhasilan yang diperoleh dengan cara tersebut, maka hasilnya untung-untungan. Ketika lingkungan yang membentuknya memang menggiring anak pada bertumbuhnya kemampuan-kemampuan, mungkin mereka akan mencapai taraf yang diharapkan, namun ketika kondisi lingkungan ternyata sebaliknya, bagaimana? Suatu hari saya yakin kita akan menyesal karena membiarkan waktu berlalu tanpa usaha, dan menggerus kesempatan anak-anak untuk mencapai kemampuan-kemampuan diri sebagai bekal hidup mereka.
Seperti juga berharap ada sajian makanan tertentu di meja makan, manusia membutuhkan ikhtiar dari mulai menyediakan bahan bakunya hingga belajar proses mengolahnya. Sekali lagi saya meyakinkan diri saya sendiri: Ikhtiar adalah sunatullah untuk kehidupan di dunia fana ini. Maksimalkanlah ikhtiar untuk semua urusan, baru sisanya bertawakal kepada Allah.
Aplikasinya, orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya ke sekolah formal seperti saya, harus menuntun diri untuk konsisten dengan jadwal belajar anak-anak, betapapun sebentarnya. Jangan malas dan jangan lengah. Ilmu yang kita miliki akan dimintai pertanggungan jawab. Amanah yang diembankan juga akan ditanyai bagaimana kita menjaganya. Dan anak-anak adalah amanat besar bagi orang tuanya.
Rabu, 16 Mei 2012
Foto Jurnalistik Merekam Lalu Menggugat
Foto jurnalistik banyak dimitoskan dengan aneka anggapan bahwa cabang fotografi ini sangat ”sakral”. Ada yang mengatakan bahwa foto jurnalistik harus selesai saat kamera selesai dijepretkan, tak boleh diutak-atik lagi. Ada pula yang mengatakan bahwa foto jurnalistik sangat netral dan jujur, alias sangat obyektif.
Pada kenyataannya, dunia jurnalistik secara umum tidaklah mungkin netral. Memilih narasumber saja sudah merupakan kesubyektifan. Mengapa si A yang dipilih dan bukan si B? Demikian pula foto jurnalistik. Dia tidaklah netral sama sekali karena, kalau terlalu netral, dia sungguh tak punya daya apa-apa.
Pemihakan
Foto jurnalistik haruslah memihak, dan keberpihakan itu harus kepada ”sesuatu yang benar”, paling tidak berpihak kepada orang banyak yang selalu merupakan ”pihak yang menderita”.
Beberapa alinea di atas sungguh pantas untuk membawa kita memahami pameran foto yang diselenggarakan Galeri Foto Jurnalistik Antara di markas mereka di Pasar Baru, Jakarta, 20 Januari 2012 sampai 20 Februari 2012 (dengan temu wicara pada 11 Februari 2012 pukul 14.30). Selain diadakan tahunan sebagai kilas balik 2011, pameran ini juga diadakan sebagai peringatan 20 tahun berdirinya galeri jurnalistik satu-satunya di Indonesia ini.
Menyaksikan pameran ini dengan melihat foto demi foto mengikuti alur yang sudah dibuat, atau membaca buku katalognya yang mempunyai alur sama, terasa benar bahwa pameran ini ”menyuarakan sesuatu”.
”Kita harus selalu menggugat,” kata Oscar Motuloh, kurator sekaligus pemimpin galeri ini.
Gugatan pameran terasa dengan pengelompokan foto dalam kelompok-kelompok tertentu. Foto-foto dipilih dengan jeli sehingga sangat terasa arah yang diberikan kurator akan gugatannya pada beberapa ketidakberesan negeri ini. Foto Miranda Swaray Goeltom, Nazaruddin, dan Nunun Nurbaeti—terkait kasus korupsi—yang ada sungguh membawa kita agar selalu mengggugat penyelesaian masalah hukum yang melingkari mereka semua.
Bahwa pameran ini juga membawa kegeraman umum pada berbagai ketidakadilan negeri ini sangat tecermin pada penempatan foto orangutan yang dipasang langsung di samping foto Gayus Tambunan, terpidana kasus pencucian uang. Menyentak, lucu, cerdas, sekaligus menyesakkan! Arbain Rambey
sumber : http://kfk.kompas.com/blog/view/113302-Foto-Jurnalistik-Merekam-Lalu-Menggugat
catatan : sengaja tulisan ini saya copy utuh untuk share kepada anda tanpa ditambah atau dikurangi apapun. semoga bermanfaat.