Minggu, 01 Juni 2008
Tafakur mengenang Kesyahidan Imam Khomeini
Tafakur
"Bangkitkan hatimu dengan bertafakur, jauhkan dirimu dari malam dan bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu"
كانااميرالمؤمنين (ع)يقول: نبه بتفكر قلبك و جاف عن اليل جنبك وتق الله ربك
"Kãnã yaqûlû" berarti "biasa mengatakan" menunjukkan makna kesinambungan dan kekerapan, hal ini berarti Ali amirul mukminin pintu dari kota ilmu Rasul saw ini berulang-ulang mengatakan hal ini. Kata nabbih "bangkitlah" adalah suatu aktifitas menyadarkan seseorang dari kelalaian atau membangunkan dari tidur. Makna ini tepat untuk makna hadis diatas karena hati selalu berada dalam keadaan lalai jika tidak bertafakur dan akan tertidur sebelum dibangkitkan. Kadang secara lahiriyah mata terjaga dan jasmaninya sadar namun mata batin tertidur pulas. Jiwapun dalam keadaan lalai dan tidak sadar.
Tafakur adalah aktifitas akal, yakni penataan kembali masalah-masalah yang sudah diketahui guna mencapai kesimpulan-kesimpulan yang belum diketahui. Khwajah Abdullah An-Shari menjelaskan bahwa tafakur adalah aktifitas penglihatan batin untuk mencapai tujuan yang didambakan.
Jelas bahwa makrifat merupakan sesuatu yang didambakan hati. Jadi tafakur di hadis ini berkenaan dengan hati dan kehidupan hati itu sendiri.
Makna Hati.
Filosof dan para arif menggunakan kata ini untuk mengacu pada prestasi-prestasi spiritual sedang kaum sufi mengistilahkan sebagai derajat-derajat dan tahapan perjalanan ruhani. Dalam Al-Ahzab (33): 10 makna hati diartikan sebagaimana dipakai oleh para dokter, dalam surah (7): 179 mereka mempunyai hati, (tetapi) tidak mereka gunakan untuk memahami. .... Arti hati disini adalah pengertian yang sering dipakai para filosof. Dan kaum arif mengartikan hati sebagai mana tertuang dalam surat Qof (50) : 37 sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat peringatan bagi orang orang yang mempunyai hati.
Dalam pembahasan ini hati diartikan sebagaimana yang dipakai para filosof. Yaitu hati yang digunakan untuk memahami.
Kata jaafi dalamجاف عن لليل berarti menjauhi. Menjauhkan sisi tubuh dari tempat tidur. Jika dikaitkan dengan waktu malam kata ini bisa bermakna kiasan dalam arti menjauh dari kenikmatan suasana malam hari. Syaikh Ridha isfahani berpendapat bahwa kata tersebut adalah kiasan bangkitnya seseorang dari tempat tidur untuk menunaikan ibadah dan bermunajat kepada Tuhan.
Tafakur adalah kunci pembuka pintu-pintu makrifat(pengetahuan) dan merupakan khasanah kekayaan pengetahuan dan keutamaan. Salah satu penerus keilmuan nabi mengatakan "Sebaik-baik bentuk ibadah adalah bertafakur tentang Allah Swt dan kekuasaanNya" dan dalam sebuah hadis dikatakan bahwa bertafakur satu jam lebih baik dari ibadah satu tahun.
Selanjutnya dijelaskan bahwa tafakur memiliki tingkatan yang berbeda-beda dimana dalam setiap tingkatan itu akan memberikan hasil dan konsekuensi yang berbeda pula. Pertama tafakur tentang Allah, Nama-Nama, Sifat-sifat serta kesempurnaan-kesempurnaan-Nya. Dari tahap ini akan didapat pengetahuan tentang Wujud-Nya dan berbagai jenis manifestasi-Nya, yakni entitas-entitas aktual dan fenomena-fenomena objektif, hal ini dapat menjadi pendorong manusia untuk mengetahui-Nya dan mengetahui segenap maujud dan akibat yang dicipta-Nya. Ulasan ini disebut sebagai burhan al shoddiqin (argumen orang yang selalu berkata benar). Orang ini memandang Nama, Sifat dan esensi pertama (a'yan) dan manivestasi-manivestasi dalam cermin Nama-Nama melalui penyaksian akan Zat. Hati Para Shidiqin tidak lagi tertutupi oleh argumen. (Perlu diketahui bahwa) Orang yang masih berada di tahap tafakur berarti belum sampai pada tingkatan pertama para shidiqin. Setelah tirai tebal pengetahuan dan argumen tersibakkan dan tafakur terkesampingkan, barulah berbagai sudut jalan dapat dijelajahi, di (tingkat ini) sini tanpa tafakur dia mampu melihat kemuliaan keagungan dan keindahan Zat Yang Maha Mutlak (yaitu) diakhir perjalanannya. Dia pun mengalami suka dan cinta abadi melebihi dunia dan isinya dan terselimuti jubah Sang Maha Kuasa dan dia menetap dalam fana total.
Ketika kembali dari perjalanan ruhani ini keagungan dan keindahan Allah tersingkapkan baginya. Lalu dia menangkap makna Nama dan Sifat-Nya dalam cermin Zat.
Tafakur yang diperlukan dan dilarang berkaitan dengan Zat Allah.
Tafakur yang dilarang adalah berupaya mengukur sifat dan kedalaman Zat-Nya. Terkait kemustahilan untuk memahami (mengukur)Zat Allah dapat dilihat di buku para arifin. (disisi lain)Mereka juga memberikan sarat tertentu terkait kebolehan mempelajari Zat Allah swt (terkait masalah Nama, Sifat serta keagungan-Nya)
Bertafakur yang diperbolehkan adalah bertafakur tentangnya demi membuktikan argumentasi tentang keberadaan, keesaan, dan menegaskan transendensi dan kesucian-Nya. Hal ini pula yang menjadi dambaan kaum arif dan merupakan tujuan puncak dari pengutusan para nabi. Ada sebagian orang yang berfikir dan menuangkan pemikiran itu dalam karya dan pidato mereka melarang keras adanya upaya pengkajian pengetahuan tentang Allah Swt yang merupakan tujuan puncak para Rasul dan wali Allah swt. Mereka dengan kejahilan(kebodohan) mereka(menjadikan hal ini) sebagai satu-satunya alasan tidak benarnya keyakinan tentang asal usul penciptaan dan hari kebangkitan. Mereka mengira kaum arif melakukan tafakur tentang Allah padahal Kaum arif menilai hal itu adalah hal yang mustahil. Kedua mereka tidak mengetahui makna hadis yang melarang berfikir tentang Zat Allah mereka menilai bahwa hal itu berarti larangan untuk tidak mengucapkan satu patah katapun tentang Zat Allah. Abu Ja'far menyampaikan:" Berbicaralah tentang ciptaan Allah dan jangan berbicara tentang Allah, sebab berbicara tentang Allah tidak akan menambah si pembicaranya kecuali kebingungan". Ini menunjukkan bahwa tujuan pelarangan itu adalah agar tidak melakukan pembicaraan yang bertujuan mengukur kedalaman Zat Allah dan kualitas (kaifiyyah)Zat-Nya dengan mencari-cari alasan keberadaan-Nya. Jika tidak demikian pembicaraan tentang Zat Allah dengan maksud menegaskan Zat itu, kesempurnaan-Nya, keesaan dan transendensi-Nya tidak akan menimbulkan kebingungan.
Beliau juga menyampaikan "Jika kamu ingin melihat Keagungan Allah lihatlah keagungan ciptaan-Nya" jadi dalam tafakur kita harus menyimpulkan dari keagungan ciptaan-Nya. Bertafakur tentang Allah demi mengenali Zat Allah dan demi merenungkan Kekuasaan, Nama-Nama, Sifat-Sifat-Nya merupakan ibadah terbaik.
Ayat-ayat yang berbicara tentang pengesaan-Nya dan penyucian Zat-Nya tersebut maupun yang menyebutkan kebenaran hari kebangkitan dan kembalinya setiap makhluk kepada-Nya adalah muncul untuk orang-orang yang melakukan perenungan secara mendalam. Jadi merenung tentang Zat Allah itu dilarang pada tingkat tertentu, yaitu menyelidiki atau mengukur misteri terdalam Zat dan Sifat-Nya. Orang yang tidak memiliki kekuatan untuk mendengarkan argumen filosofis, tidak mampu masuk kedalam pembahasan itu dilarang menyelam didalamnya.
Bertafakur Tentang Ciptaan
Bertafakur disini adalah merenungkan keindahan-keindahan ciptaan, kesempurnaan, dan ketelitiannya, sejauh mana manusia dapat melakukannya-tafakur seperti ini menghasilkan pengenalan akan sumber yang Maha Sempurna dan Pencipta Yang Maha Bijaksana. Titik tolak yang dipakai disini adalah makhluk ciptaan dan kemudian dari situ diperoleh pengetahuan tentang sumber dan pembuatnya. Sedang pada argumen shadiqin bermula dari Allah Swt, yang darinya diperoleh pengetahuan tentang manifestasi-manifestasi kedaulatan, penampakan, dan tanda-tanda kebesaran-Nya. Jadi tafakur tentang keajaiban ciptaan berikut ketelitian serta kesempurnaan sistemnya merupakan pengetahuan (penggantar) yang bermanfaat. Ini adalah aktivitas hati terbaik dan mengungguli segala bentuk ibadah karena hasil darinya adalah semulia-mulia hasil.
Ruhullah khomeini qs menegaskan bahwa betapapun saat ini manusia mengalami kesulitan untuk dapat memperoleh pengetahuan sejati tentang rahasia dibalik keajaiban penciptaan berdasarkan realitas wujud yang sebenarnya. Sistemnya amat teliti, sempurna dan indah sampai pada suatu keadaan dimana seandainya manusia mengamati makhluk apapun dengan segenap ilmu pengetahuan yang diperolehnya selama berbad-abad pencarian, toh ia tidak akan dapat menemukan seperseribu dari misteri penciptaannya sekalipun oleh sebab itu bagaimana mungkin ia dapat menjangkau keagungan penciptaan alam semesta yang maha indah, apalagi memahami kepelikan sistemnya, hanya dengan menggunakan ide-idenya yang terbatas dan tidak sempurna.
Bertafakur Tentang Bumi dan MatahariDalam pembahasan masalah ini oleh Ayatullah khomenei bumi dan matahari disebut sebagai suatu kesempurnaan ciptaan serta kecakapan kreatif yang Maha Arif. Jarak bumi dengan matahari yang begitu tepat serta Perputarannya terhadap matahari dan segala konsekuensi dari pergerakan ini yang memunculkan berbagai hal yang menjadikan adanya kemungkinan bagi makhluk hidup untuk hidup. Malam, sinar, cahaya, musim panas, dingin, dan seterusnya. Semua ini belumlah apa-apa dari rangkuman Maha Luas dari Ilmu yang tersimpan dialam semesta.
Tidak perlu jauh-jauh kita bisa mengkaji keajaiban penciptaan tubuh kita sendiri. Indra lahiriah dengan kapasitas objek-objek indrawi yang bersifat materiil disekeliling kita. Tubuh dengan anatominya, bentuk fisiknya, serta fungsi-fungsi organ dalam maupun luar. Semua ini merupakan sebuah sistem yang menakjubkan dan keteraturannya yang luar biasa. Ini barulah manusia sedang kita tahu bahwa bumi dengan segenap isinya tidak berarti apa-apa dibanding tata surya, tatasurya sendiri tidak ada apa-apanya dibanding tatasurya serta galaksi yang lain. Semua sistem makro dan mikro dialam semesta ini merupakan ciptaan yang telah terbentuk berdasarkan pengaturan yang tepat dan perhitungan begitu cermat. Akal manusia tidak akan mampu memahami walau satu dari rahasia kepelikan dan misterinya(secara sempurna). Maka dengan perenungan ini masihkah akal memerlukan argumentasi lain untuk mengakui zat Allah karena alam semesta dengan segala kepelikan sistematika yang sulit digapai dengan akal ini tidak mungkin ada dengan sendirinya. kita sendiri akan tertawa terbahak ketika ada yang mengatakan (meyakini) bahwa tasbih itu terbentuk dalam untai benang dengan sendirinya. Ketika kita juga meyakini tasbih itu ada dengan sendirinya kita juga akan dikeluarkan dari golongan orang yang berakal. Terus bagaimanakah dengan orang yang memandang tidak adanya hukum sebab akibat dalam asal mula lahirnya sistem kosmik alam semesta, sedang untuk orang yang meyakini sebuah tasbih ada tanpa ada hukum sebab akibat, yaitu ada tanpa ada yang menciptakannya hal ini dianggap sebagai hal yang tidak masuk akal dan gila.
Bertafakur Tentang Keadaan Ruh
Manfaat dari tafakur ini ada dua. Pertama, pengetahuan tentang hari kebangkitan dan pengetahuan tentang (keharusan adanya)pengutusan nabi dan penurunan kitab suci yaitu kenabian secara umum dan sistem-sistem hukum Allah yang benar.
Dapat dikatakan bahwa semua dokter, ilmuwan, dan ahli anatomi mengatakan bahwa semua organ manusia, mulai dari otak hingga ke bagian-bagian kasar dari organ-organ tubuhnya, seluruhnya melemah dan merosot keadaannya setelah usia tiga puluh atau tiga puluh lima tahun. Pada usia yang sama, sisi spiritual dan persepsi-persepsi intelektual semakin berkembang dan kuat. Ini mengandung arti bahwa kekuatan rasional manusia tidaklah bersifat fisik. Karena kekuatan rasional semakin meningkat dengan banyaknya pengalaman dan berbagai aktifitas intelektual sedang kekuatan fisik semakin sering kita memakai dan menguras energi dengan kegiatan yang terus menerus (dan tanpa keteraturan) maka fisik menjadi semakin lemah. Hal ini menunjukkan bahwa ruh manusia bersifat materiil. Dapat ditambahkan pula bahwa sifat, pengaruh, dan aktifitas jiwa itu berlawanan dengan sifat, pengaruh, dan aktifitas organ jasmani secara mutlak. Misalnya kita tahu setiap benda jasmani tidak menerima lebih dari satu bentuk kalau ada bentuk lain yang akan dimilikinya bentuk yang sebelumya harus dihilangkan. Sedang pada bentuk ruh disaat yang sama bentuk-bentuk yang lain yang sepenuhnya berbeda dapat pula terterakan padanya tanpa harus menghilangkan bentuk sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar