Minggu, 07 Maret 2010
Solihin: Sastrawan Jangan Tergantung Pemerintah
Foto : Rehan/Linggau Pos
teater : Salah satu penampilan teater pada acara seminar sehari dan bedah buku karya sastra novelis dari Bumi Sebiduk Semare di Ballroom Ponpes Mafaza Lubuklinggau, Minggu (7/3).
q Harus Punya Jiwa Entrepreneurship
LUBUKLINGGAU-Kemampuan menulis dan menghasilkan karya sastra membutuhkan sejumlah syarat penting. Antara lain bisa menemukan masalah, memiliki minat menulis, punya ilmu pengetahuan, skill, dan tentunya punya kesempatan. Demikian dikatakan ketua dewan pembina Forum Lingkar Pena (FLP), Kota Lubuklinggau-Kabupaten Musi Rawas (Mura), Solihin, Minggu (7/3).
Bahkan pria dalam kesehariannya sebagai Direktur PT Wahana Semesta Linggau (WSL), yang bertanggung jawab memanage harian pagi Linggau Pos, harian umum Musirawas Ekspres dan harian Empat Lawang Pos ini menambahkan satu syarat lagi. Yaitu seorang penulis hendaknya punya jiwa entrepreneurship (kewirausahaan).
“Hal terakhir yang saya sebutkan tadi penting, karena kita hidup di zaman penuh persaingan. Sehingga dengan kemampuan kita memanage karya tulis menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual, maka sangat besar peluangnya untuk mengurangi ketergantungan pihak lain terutama kepada pemerintah,” papar Solihin.
Dilanjutkannya, semakin kecil ketergantungan penulis pada pihak pemerintah atau pihak-pihak lainnya, maka karya yang dihasilkan pun akan semakin merdeka dan independent. “Teruslah menciptakan karya sastra. Kembangkan sastra dengan orientasi industrialisasi sehingga memiliki nilai jual. Jangan tergantung apalagi kecewa dengan perhatian pemerintah, sebab banyak hal yang harus diurus pemerintah,” sarannya saat membuka acara seminar sehari dan bedah buku karya sastra novelis dari Bumi Sebiduk Semare, di Ballroom Pondok Pesantren Mafaza Kota Lubuklinggau.
Menurut ketua panitia pelaksana, Ahmad Zulbani, kegiatan yang mengusung tema sentral Katakan “Ya” pada Sastra ini memiliki beberapa makna. An-ara lain, melalui kegiatan tersebut tujuan jangka pendek yang akan dicapai paling tidak para peserta seminar bisa mengakui pentingnya keberadaan sastra Indonesia.
Dengan mengatakan ‘Ya’ secara tulus terhadap pentingnya eksistensi sastra Indonesia, maka sudah pencapaian minimal atas upaya yang kita perjuangkan selama ini,” tutur Ahmad Zulbani.
Seminar dan bedah buku sehari ini, lanjut Zulbani, sebagai wujud pelaksanaan program kerja kepengurusan FLP Lubuklinggau-Mura periode 2009-2010. Kebetulan pula memanfaatkan momentum HUT FLP ke-2, yang diperingati setiap 28 Maret. “Kegiatan dengan target 200 orang peserta, syukur Alhamdulillah tidak mengecewakan karena ternyata jumlah yang hadir melebihi target,” beber Zulbani tanpa merinci berapa jumlah pesertanya.
Hadir sebagai narasumber seminar sehari, budayawan Lubuklinggau-Mura, H Suwandi Syam, pimpinan Ponpes Mafaza Lubuklinggau, Fery Irawan AM dan novelis yang juga Ketua FLP, Desy Arisanti. Kemudian hadir pula novelis muda produktif dan MC cukup laris yang dalam kesempatan ini didapuk sebagai moderator, Benny Arnas, serta undangan lainnya.
Pantauan wartawan koran ini, peserta seminar dan bedah buku tersebut didominasi para pelajar dan mahasiswa. Selebihnya guru, dosen dan umum. Para peserta seminar mendapatkan fasilitas beli buku dengan discount 40 persen di bazar buku (karya sastrawan Lubuklinggau), sertifikat, snack, dan makan siang.
Peserta dan hadirin tampak cukup terhibur dengan penampilan pentas seni dari sanggar seni KOASIS STKIP-PGRI Lubuklinggau. Sanggar seni binaan Rusmana Dewi yang dalam komunitas sastra lebih dikenal RD Kedum, menampilkan pentas komedi seri Kemat Kebo Gupak 2 berjudul Sirap Wak Kadol. (12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar