MODEL EVALUASI KIRK PATRICK
Oleh: Mahuri
A. Pendahuluan
Mutu pendidikan dipengaruhi banyak faktor, yaitu siswa, pengelola sekolah (kepala sekolah, guru, staf, dan dewan/komite sekolah), lingkungan (orangtua, masyarakat, dan sekolah), kualitas pembelajaran, dan kurikulum (Suhartoyo, 2005:2). Hal senada juga dikemukakan oleh Mardapi (2003:8) bahwa usaha peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaian. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar yang lebih baik.
Salah satu faktor yang penting untuk mencapai tujuan pendidikan dengan demikian adalah proses pembelajaran yang dilakukan, sedangkan salah satu faktor penting untuk efektivitas pembelajaran adalah faktor evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Evaluasi dapat mendorong siswa untuk lebih giat belajar secara terus menerus dan juga mendorong guru untuk lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta mendorong sekolah untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas manajemen sekolah.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu mengajar dengan baik tetapi juga mampu melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar, tetapi juga perlu penilaian terhadap input, output, maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Optimalisasi sistem evaluasi menurut Mardapi (2003:12) memiliki dua makna, yaitu 1) sistem evaluasi yang memberikan informasi yang optimal dan 2) manfaat yang dicapai dari evaluasi. Manfaat yang utama dari evaluasi adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan.
Bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar peserta didik. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada peserta didik. Jadi sasaran evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah guru (Mardapi, 2000:2).
Konteks program pembelajaran di sekolah menurut Mardapi (2003:8) bahwa keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa. Di sisi lain evaluasi pada program pembelajaran membutuhkan data tentang pelaksanaan pembelajaran dan tingkat ketercapaian tujuannya. Keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar, sementara implementasi program pembelajaran di kelas atau kualitas proses pembelajaran itu berlangsung jarang tersentuh kegiatan penilaian.
Perkembangan bisnis dan persaingan antar organisasi dewasa ini bergerak dengan cepat dan dinamis. Program pelatihan dan pengembangan (training and development) sebagai bagian integral dari proses pengembangan SDM menjadi penting dan strategis dalam mendukung visi dan misi organisasi. Untuk menjamin kualitas penyelenggaraan program pelatihan, maka diperlukan suatu fungsi kontrol yang dikenal dengan evaluasi. Evaluasi pelatihan memiliki fungsi sebagai pengendali proses dan hasil program pelatihan sehingga akan dapat dijamin suatu program pelatihan yang sistematis, efektif dan efisien. Evaluasi pelatihan merupakan suatu proses untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam program pelatihan. Evaluasi pelatihan lebih difokuskan pada peninjauan kembali proses pelatihan dan menilai hasil pelatihan serta dampak pelatihan yang dikaitkan dengan kinerja SDM.
Stufflebeam dan Guba (1974) mengemukakan bahwa The purpose of evaluation is to provide information to aid decision making at several levels in the implementation of a program”
Djuju Sudjana (2006) menyatakan berbagai macam tujuan evaluasi, yaitu
1. Memberikan masukan untuk perencanaan program
2. Memberikan masukan untuk kelanjutan, perluasan, dan penghentian program
3. Memberi masukan untuk memodifikasi program
4. Memperoleh informasi tentang factor pendukung dan penghambat program.
5. Memberi masukan untuk motivasi dan Pembina pengelola dan pelaksana program
6. Memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan agi evaluasi program.
B. Model Evaluasi Kirkpatrick
Merupakan model evaluasi pelatihan yang dikembangkan pertama kali oleh Donald. L. Kirkpatrick (1959) dengan menggunakan empat level dalam mengkategorikan hasil-hasil pelatihan. Empat level tersebut adalah level reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil.
Keempat level dapat dirinci sebagai berikut:
• Reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat reaksi yang didisain agar mengetahui opini dari para peserta pelatihan mengenai program pelatihan.
• Pembelajaran mengetahui sejauh mana daya serap peserta program pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan.
• Perilaku diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan tingkah laku peserta (karyawan) dalam melakukan pekerjaan.
• Hasil untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruha.
• Penerapan model evaluasi empat level dari Kirkpatrick dalam pelatihan dapat diuraikan dengan persyaratan yang diperlukan sebagai berikut.
a. Level 1: Reaksi
Evaluasi reaksi ini sama halnya dengan mengukur tingkat kepuasan peserta pelatihan. Komponen-komponen yang termasuk dalam level reaksi ini yang merupakan acuan untuk dijadikan ukuran. Komponen-komponen tersebut berikut indikator-indikatornya adalah:
1. Instruktur/ pelatih. Dalam komponen ini terdapat hal yang lebih spesifik lagi yang dapat diukur yang disebut juga dengan indikator. Indikator-indikatornya adalah kesesuaian keahlian pelatih dengan bidang materi, kemampuan komunikasi dan ketermapilan pelatih dalam mengikut sertakan peserta pelatihan untuk berpartisipasi.
2. Fasilitas pelatihan. Dalam komponen ini, yang termasuk dalam indikator-indikatornya adalah ruang kelas, pengaturan suhu di dalam ruangan dan bahan dan alat yang digunakan.
3. Jadwal pelatihan. Yang termasuk indikator-indikator dalam komponen ini adalah ketepatan waktu dan kesesuaian waktu dengan peserta pelatihan, atasan para peserta dan kondisi belajar.
4. Media pelatihan. Dalam komponen ini, indikator-indikatornya adalah kesesuaian media dengan bidang materi yang akan diajarkan yang mampu berkomunikasi dengan peserta dan menyokong instruktur/ pelatihan dalam memberikan materi pelatihan.
5. Materi Pelatihan. Yang termasuk indikator dalam komponen ini adalah kesesuaian materi dengan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dengan topik pelatihan yang diselenggarakan.
6. Konsumsi selama pelatihan berlangsung. Yang termasuk indikator di dalamnya adalah jumlah dan kualitas dari makanan tersebut.
7. Pemberian latihan atau tugas. Indikatornya adalah peserta diberikan soal.
8. Studi kasus. Indikatornya adalah memberikan kasus kepada peserta untuk dipecahkan.
9. Handouts. Dalam komponen ini indikatornya adalah berapa jumlah handouts yang diperoleh, apakah membantu atau tidak.
b. Level 2: Pembelajaran
Pada level evaluasi ini untuk mengetahui sejauh mana daya serap peserta program pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan, dan juga dapat mengetahui dampak dari program pelatihan yang diikuti para peserta dalam hal peningkatan knowledge, skill dan attitude mengenai suatu hal yang dipelajari dalam pelatihan. Pandangan yang sama menurut Kirkpatrick, bahwa evaluasi pembelajaran ini untuk mengetahui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh dari materi pelatihan. Oleh karena itu diperlukan tes guna utnuk mengetahui kesungguhan apakah para peserta megikuti dan memperhatikan materi pelatihan yang diberikan. Dan biasanya data evaluasi diperoleh dengan membandingkan hasil dari pengukuran sebelum pelatihan atau tes awal (pre-test) dan sesudah pelatihan atau tes akhir (post-test) dari setiap peserta. Pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga mencakup semua isi materi dari pelatihan.
c. Level 3: Perilaku
Pada level ini, diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan tingkah laku peserta (karyawan) dalam melakukan pekerjaan. Dan juga untuk mengetahui apakah pengetahuan, keahlian dan sikap yang baru sebagai dampak dari program pelatihan, benar-benar dimanfaatkan dan diaplikasikan di dalam perilaku kerja sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja/ kompetensi di unit kerjanya masing-masing.
d. Level 4: Hasil
Hasil akhir tersebut meliputi, peningkatan hasil produksi dan kualitas, penurunan harga, peningkatan penjualan. Tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan. Sasaran pelaksanaan program pelatihan adalah hasil yang nyata yang akan disumbangkan kepada perusahaan sebagai pihak yang berkepentingan. Walaupun tidak memberikan hasil yang nyata bagi perusahan dalam jangka pendek, bukan berarti program pelatihan tersebut tidak berhasil. Ada kemungkinan berbagai faktor yang mempengaruhi hal tersebut, dan sesungguhnya hal tersebut dapat dengan segera diketahui penyebabnya, sehingga dapat pula sesegera mungkin diperbaiki. .
Proses pengukuran dan pengumpulan data evaluasi yang lebih rinci dapat dilihat dari tabel 1 berikut:
Tabel 1
Proses Pengukuran dan Pengumpulan Data
Level Evaluasi Deskripsi Metode Pengumpulan Data
1. Reaksi Mengukur tingkat kepuasan peserta pelatihan terhadap program pelatihan yang diikuti. Survai dengan skala pengukuran yaitu skala Likert.
2. Pembelajaran Mengukur tingkat pembelajaran yang dialami oleh peserta pelatihan. Formal tes (tertulis)
3. Perilaku Mengukur implementasi hasil pelatihan di tempat kerja. Action Plan, observasi
4. Hasil Mengukur keberhasilan pelatihan dari sudut pandang bisnis dan organisasi yang disebabkan adanya peningkatan kinerja/komtenesi peserta pelatihan. Evaluasi action plan dan data laporan hasil kerja.
Pengukuran dan evaluasi adalah instrumen yang berguna untuk membantu menginternalisasi hasil pelatihan. Uraian secara rinci tentang bidang kerja evaluasi yang mencakup level data, fokus data dan kegunaan data dapat dilihat pada tabel-2 berikut ini.
Tabel 2
Bidang Kerja Evaluasi
Bidang Evaluasi
Level Data Fokus Data Kegunaan Data
Level1:
Reaksi dan atau kepuasan dan rencana tindakan Fokus pada program pelatihan, fasilitator dan bagaimana aplikasinya. Untuk mengungkap apa yang dipikirkan peserta terhadap program – kepuasan terhadap program pelatihan dan pelatih. Mengukur dimensi lain: rencana tindakan peserta sebagai hasil pelatihan, bagaimana implementasi kebutuhan, program, atau proses yang baru, bagaimana mengguna kan kapabilitas baru. Digunakan untuk menyesuaikan atau memperbaharui isi, desain, atau pelaksanaan pelatihan. Proses dari pengembangan rencana tindakan, mempertinggi transfer dari pelatihan tempat kerja. Data rencana tindakan dapat digunakan untuk menentukan poin fokus untuk tindak lanjut evaluasi serta membandingkan hasil yang ada dengan standar. Temuan ini dapat ditujukan untuk peningkatan mutu program.
Level 2:
Belajar Fokusnya adalah pada partisipan serta berbagai dukungan mekanik untuk belajar. Mengukur pengetahuan, fakta, proses, prosedur, teknik atau keterampilan yang telah diperoleh dari pelatihan. Mengukur hasil belajar harus objektif, dengan indikator kuantitatif mengenai pengetahuan serta pengertian yang telah dimiliki. Data ini digunakan untuk membuat pengaturan program, isi, desain dan pelaksanaan.
Level 3:
Aplikasi dan atau implementasi pekerjaan Fokusnya adalah pada partisipan, tempat kerja, dan dukungan mekanis untuk mengaplikasikan hasil belajar. Mengukur perubahan perilaku pada pekerjaan. Ini juga meliputi aplikasi spesifik dari keterampil an, pengetahuan khusus yang telah dipelajari dalam pelatihan. Ini diukur setelah hasil pelatihan di implementasi kan di tempat kerja. Menghasilkan data yang mengindikasikan frekuensi dan efektifitas aplikasi pekerjaan. Jika berhasil perlu diketahui kenapa, agar dapat adaptasi pengaruh yang mendukung dalam situasi lain. Jika tidak berhasil, perlu diketahui penyebabnya, agar dapat mengkoreksi situasi untuk mem fasilitasi implementasi yang lain.
Level 4:
Dampak Fokus pada akibat dari proses pelatihan dalam hasil spesifik organisasi. Menentukan pengaruh pelatihan dalam meningkatkan kinerja organisasi. Menyangkut data seperti penghematan biaya, peningkatan hasil, penghematan waktu atau peningkaan kualitas. Menyangkut data subjektif, seperti: kepuasan konsumen atau karyawan, penguatan pelanggan, peningkatan dalam waktu merespon konsumen. generalisasi data ini meliputi: pengumpulan data sebelum dan sesudah pelatihan dan penghubungannya kepada hasil dari pelatihan dan pengukuran bisnis dengan menganalisa perhitungan peningkatan kinerja bisnis.
Level 5:
ROI Fokusnya ada pada keuntungan finansial sebagai hasil dari pelatihan. Merupakan hasil evaluasi nilai finansial akibat bisnis pada pelatihan, dibandingkan dengan biaya pelatihan. Data akibat bisnis dikonversi ke nilai finansial untuk aplikasi dalam rumus untuk menghitung Return on investment. Ini menunjukkan hasil sesungguhnya dari program dalam batasan kontribusinya ke tujuan perusahaan. Ini direpresentasikan sebagai nilai ROI atau Cost-Benefit Ratio, biasanya dalam persen (%) .
Benefit Fokus pada nilai tambahan dari pelatihan dalam batasan non finansial Data yang tidak terukur ini adalah data yang tidak perlu dikonversi dalam nilai moneter. Ini disebabkan kurang objektifnya data sehingga sulit untuk dikonversi kedalam nilai moneter. Terkadang terlalu mahal untuk mengkonversi data tertentu kedalam nilai moneter. Data subjektif yang timbul dalam evaluasi akibat bisnis mungkin masuk dalam kategori ini (peningkatan kepuasan konsumen atau karyawan, penguatan pelanggan, peningkatan dalam waktu merespon konsumen). Keuntungan lain yang tidak terukur diantaranya: peningkatan komitmen organisasi, peningkatan kerja tim, peningkatan pelayanan costumer, pengurangan konflik dan pengurangan stres. Seringkali data ini berupa hal sebagai hasil postif dari pelatihan, tetapi organisasi tidak memiliki cara moneter untuk mengukurnya. Data yang tidak terukur dalam batasan moneter tidak bisa dibandingkan dengan biaya pelatihan, sehingga ROI pun tidak bisa ditentukan, ini menempatkan data dalam kategori yang tidak bisa diukur.
C.Kriteria/ Standar objektif dalam evaluasi ini adalah:
1. Masukan (anttecedents):
a. Perekrutan siswa baru dilakukan dengan melalui seleksi one line dan harus memenuhi persyaratan. Hasil seleksi menunjukkan rata –rata siswa yang diterima adalah siswa yang mendapat nilai yang baik yaitu skor akademis diperoleh dengan rata – rata nilai hasil ujian nasional atau nilai SKHU 6,0 dan seleksi tes kemampuan atau tes penerimaan siswa baru dengan rata – rata 5,0.
b. Guru dan instruktur. Guru memiliki latar belakang pendidikan minimal S1 atau D4 dan berpengalaman mengajar minimal 2 tahun serta telah mengalami pengalaman diklat atau on the job training, sedangkan instruktur minimal D3 berpengalaman dibidangnya mempunyai pengalaman membimbing minimal 1 tahun menguasai materi latihan kerja dan strategi pembimbingan.
c. Sarana dan prasarana. Keberadaan fasilitas dan bahan praktek harus layak antaralain:
Prasarana yaitu tersedianya ruang belajar, ruang praktik, aula, lapangan olah raga, kantin, toilet.
Sarana pendukung belajar meliputi sumber belajar (buku/ modul), media belajar (radio/ tape, TV, OHP, LCD, Komputer) dan teknologi informasi.
Bahan praktek antaralain format tiket, format laporan, ATK, dan sebagainya.
Pembiayaan. Sumber biaya didapat dari dana rutin, dana penunjang pendidikan, dana bantuan oang tua, unit produksi, sharing institusi pasangan.
2. Proses (transactions)
a. Kegiatan pembelajaran disekolah:
Guru produktif dalam penyiapan administrasi/ bahan pembelajaran mencakup pembuatan program pembelajaran (silabus/ RPP) berdasarkan kompetensi, penyusunan modul pembelajaran berdasarkan kompetensi, penyusunan penilaian/ Uji kompetensi.
Guru produktif dalam kegiatan pembelajaran antaralain penguasaan materi, pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi (competensi based training) dengan system blok, keterampilan menggunakan media/ metode yang bervariasi, penggunaan modul pembelajaran berdasarkan kompetensi, penggunaan bahan/ peralatan praktek terutama computer/ software, pemberian uji kompetensi setiap akhir pembelajaran dari setiap unit kompetensi, dan pemberian materi remedial tes bagi siswa yang belum kompeten.
Interaksi dengan siswa, memberikan perhatian kepada siswa, memberikan umpan balik, intensitas umpan balik.
Pengelolaan praktek kerja siswa dalam hal naskah kerjasama dengan industry penempata kerja siswa dan seminar hasil praktek kerja siswa.
b. Kegiatan pelatihan siswa di insdutri (institusi pasangan). Identitas industry tempat praktek kerja siswa dan pengalaman industry (institusi pasangan) yang menerima siswa praktek selama 1 tahun.
c. Latar belakang pendidikan instruktur minimal D3 atau setara, pengalaman kerja minimal 1 tahun, penguasaan materi dengan praktek kerja siswa strategi/ metode pembimbingan yang bervariasi.
d. Proses pelatihan kerja siswa di industri (institusi pasangan) yaitu pelaksanaan praktek kerja di industry berdasarkan program keahlian siswa minimal empat bulan, keahlian siswa dalam menggunakan peralatan/ bahan praktek kerja, pengisian jurnal oleh siswa dengan lengkap dari pekerjaan yang dilatihkan sebanyak 90%dari jumlah siswa dan monitoring minimal 1x sebulan.
3. Hasil (outcomes/output) antaralain:
a. Prestasi akademik berdasarkan hasil skor Ujian Nasional (UN) yang terdiri dari tiga mata pelajaran yaitu Bahasa Indonesia minimal 50% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 7.0, Bahasa Inggris minimal 50% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 7.01, dan Matematika minimal 50% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 5. 6
b. Ujian Nasional Komponen Produktif dengan pendekatan project work untuk mata pelajaran produktif minimal 90% jumlah tamatan memperoleh nilai ≥ 7.0 dan mendapat sertifikat.
c. Keterserapan tamatan di dunia kerja minimal ≥ 50% dari jumlah tamatan yang lulus uji kompetensi sesuai dengan program keahliannya dengan tenggang waktu enam bulan.
Berdasarkan Kriteria/Standar objektif tersebut maka focus dari evaluasi ini adalah:
1. Pada tahapan masukan (anttecedents) yang akan di evaluasi antaralain adalah prosedur perekrutan siswa, persyaratan administrasi guru produktif, pengembangan kurikulum dengan keterlibatan industri/ asosiasi, kalender pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah dan di industry (institusi pasangan) yang mendukung ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dan biaya pelaksanaan program system ganda.
2. Pada tahapan proses (transactions) yang akan dievaluasi antaralain adalah kegiatan proses belajar mengajar yang terdiri dari: penguasaan guru dalam penyiapan adminstrasi/ bahan pembelajaran, penguasaan guru dalam kegiatan pembelajaran interaksi guru dan siswa, pengelolaan praktek kerja siswa dan kegiatan pelatihan kerja di industry (institusi pasangan) yang terdiri dari identitas, kompetensi instruktur, dan proses praktek kerja di industry (institusi pasangan) pelaksanaan program pendidikan system ganda.
3. Hasil (outcomes/output) yang akan dievaluasi antaralain adalah hasil ujian nasional, hasil ujian nasional komponen produktif dengan pendekatan project work; sertifikasi dan keterserapan tamatan di dunia kerja.
D. Hasil Penelitian
1. Masukan (antecedents).
Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-order effect matrix menunjukkan bahwa berdasarkan evaluasi masukan terdapat 6 aspek dan 12 sub aspek, yang telah memenuhi standar objektif yakni 5 aspek dan 9 sub aspek, 1 sub aspek dan 1 aspek yang tidak memenuhi standar objektif yaitu pembiayaan, 1 sub aspek yang bisa ditolerir yaitu pendidikan minimal guru produtif dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu tes wawancara dan keterlibatan industri dalam rekruitmen siswa.
2. Proses (transaction)
Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-order effect matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi proses, 7 aspek dan 30 sub aspek. Dari 30 sub aspek ada 27 sub aspek yang memenuhi standar objektif, 1 aspek yang tidak terpenuhi standar objektif tetapi dapat ditolerir yaitu pengisian jurnal siswa dan 2 sub aspek yang perlu perbaikan yaitu penyusunan naskah kerjasama dengan industry (institusi pasangan) dan penilaian praktek kerja siswa.
3. Hasil (outcomes)
Hasil-hasil analisis evaluative selanjutnya dirangkum pada case-order effect matrix menunjukkan bahwa berdasarkan sub evaluasi hasil, terdapat 2 aspek telah memenuhi standar objektif, 1 aspek yang dapat ditolerir yaitu keterserapan tamatan di dunia kerja.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Antecedents (Masukan)
Pembiayaan system ganda tidak tercapai karena beban pendidikan sebesar 80% persen diambil dari iuran pendidikan. Seharusnya sekolah mencari sumber pendanaan dari lainnya dan tidak mengikat. Salah satunya mengembangkan unit produksi mencari sponsor baik dari alumni ataupun dari masyarakat pada umumnya.
Perekrutan siswa perlu diperbaiki karena pada prosedur/ system seleksi masih ada yang diterima siswa nilai ujian nasionalnya dibawah standar yang telah ditentukan dan pada tes wawancara tidak melibatkan pihak industri untuk menentukan kelulusan seleksi untuk memberi gambaran profil siswa yang dikehendaki oleh industry baik dari segi kognitif, efektif dan psikomotorik.
Persyaratan administrasi guru mencapai kriteria atau standar objektif terlihat dari latarbelakang pendidikan guru dan pengalaman guru mengajar.
Kurikulum pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan kebutuhan industry melalui sinkronasi atau maping kurikulum.
Kalender pendidikan sistem ganda dibuat selama tiga tahun. Kalender pendidikan dibuat sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan belajar mangajar sehingga pembelajaran berjalan secara efektif.
Sarana dan prasarana belajar sebagai bagian pendukung yang berpengaruh baik yang langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan program pendidikan sistem ganda.
b. Transaction (Proses)
Penguasaan guru dalam penyiapan administrasi/ bahan pembelajaran membantu siswa sehingga menjadi lebih mudah belajar.
Ketercapaian guru dalam penguasaan kegiatan pembelajaran karena adanya dukungan yang kuat dari Kepala Sekolah, ketersediaan fasilitas yang baik di sekolah, pengalaman diklat guru-guru produktif terutama tentang pembelajaran competency based training (CBT) dan competency based assessment (CBA) yang diselenggarakan oleh Makassar tourism Training Project (MTTP) for Tourism and Travel Department-SMKN 4.
Interaksi guru dengan siswa dalam pembelajaran mencapai kriteria atau standar objektif terlihat dari guru yang selalu memberikan perhatian dan membantu siswa ketika menghadapi kesulitan dalam belajar.
Pengelolaan praktek kerja siswa mencapai kriteria atau standar objektif dalam hal penempatan praktek kerja siswa, tetapi dalam hal naskah administrasi tidak tercapai karena ada industry yang mau bekerja sama dengan sekolah tanpa diberikan naskah admininstrasi oleh pihak sekolah.
Idenstitas industry mencakup tempat praktek kerja siswa dan pengalaman industry menerima praktek kerja mencapai kriteria karena sudah lama membangun kerjasama dengan sekolah.
Kompetensi instruktur mencapai kriteria atau standar objektif karena hanya satu yang memiliki latarbelakang SMK, tetapi pada umumnya instruktur sudah membimbing lebih dari satu tahun dan menguasai materi secara profesional serta penguasaan strategi yang baik.
Proses praktek kerja siswa di industri (institusi pasangan) yang tidak mencapai kriteria dan perlu diperbaiki adalah penilaian hasil praktek kerja industry karena prosedur penilaian tidak tepat. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pedoman penilain di industri.
b. Outcome (hasil)
Dalam keterserapan dunia kerja dapat ditolerir karena industry tidak mengenal sekolah secara dekat dengan segala kompetensi yang dimiliki siswa.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
a. Umum, banyaknya aspek yang mencapai kategori tinggi pada setiap tahapan evaluasi, ini menunjukkan bahwa program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada SMKN 4 Kota Bengkulu berhasil. Walaupun masih terdapat beberapa sub aspek yang perlu perbaikan. Artinya, keberhasilan tersebut dapat dijadikan acuan sedang yang belum berhasil dijadikan bahan pertimbangan untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan PSG.
b. Khusus, beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan untuk penyempurnaan program pendidikan sistem ganda sebagai berikut:
SMKN 4 Kota Bengkulu antaralain adalah:
Sekolah perlu melibatkan secara langsung industri dalam penerimaan siswa baru, membuat naskah kerjasama/ Momorandum of Undersatanding (MOU) dengan industri, meningkatkan kualifikasi pendidikan guru produktif UJP, menyusun program diklat yang dilatihkan di industri (institusi pasangan), menyusun pedoman penilaian praktek kerja, penilaian di industi sepenuhnya dilakukan oleh instruktur dan meningkatkan intensitas monitoring sehingga guru secara tidak langsung akan mendapat pengalaman tentang kesesuaian kompetensi siswa dengan kebutuhan kerja yang ada di industri.
Pembiayaan pendidikan yang banyak dibebankan kepada siswa kiranya dapat dikurangi dengan memberdayakan sumber daya yang dimiliki sekolah. Bahkan, kalau memungkinkan gratis melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun; dan
Untuk meningkatkan capaian keterserapan tamatan dapat dilakukan berbagai kegiatan yaitu lebih meningkatkan pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi (competency based training), lebih meningkatkan peran Bursa Kerja Khusus (BKK) yang ada di sekolah, meningkatkan dan mengembangkan kerjasama dengan Association of Indonesia Tours and Travel Agency (ASITA) terutama dalam penyaluran tenaga kerja, Membuat program pendidikan dan pelatihan dengan Mitra Internasional (MI).
Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu Dan Dinas Pendidikan Kota Bengkulu; (1) Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan PSG di SMKN 4 Kota Bengkulu, maka sebaiknya memperhatikan hasil penelitian evaluasi ini terutama temuan yang masih memerlukan penyempurnaan, (2) Khusus untuk biaya pendidikan yang banyak dibebankan kepada sekolah sudah saatnya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi Bengkulu dan atau pemerintah Kota Bengkulu untuk meningkatkan jumlah biaya pendidikan antara lain melalui program pendidikan wajib belajar 12 tahun. Bila memungkinkan, masuk bagian dari pendidikan gratis.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (PSMK) Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departeman Pendidikan Nasional; (1) Melalui Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sebagai gabungan subsistem pendidikan di sekolah dan subsistem pendidikan di dunia kerja merupakan sisitem pendidikan kejuruan yang efektif yang dapat meningkatkan kompetensi siswa sesuai dengan kebutuhan kerja. Oleh karena itu, perlu mengintensifkan monitoring, evaluasi dan supervisi serta pembinaan keterlaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Bila memungkinkan ada sebuah lembaga yang menangani secara khusus. (2) memanfaatkan hasil penelitian sebagai salah satu bahan kajian untuk pengembangan program Pendidikan Sisten Ganda (PSG).
Para Peneliti Lain: Perlu dilakukan penelitian lanjutan temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian evaluasi program ini baik secara terminal maupun longitudinal tentang program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Khususnya menyangkut efektifitas keterlibatan indusri dalam pelaksanaan pelatihan kerja siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar