Jumat, 23 Oktober 2009

Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA




Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 17 Juni 1959; umur 50 tahun) adalah Menteri Pendidikan Nasional Indonesia sejak22 Oktober 2009. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (20072009) dan rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)Surabaya periode tahun20032006.

Biografi

Mohammad Nuh adalah anak ketiga dari 10 bersaudara. Ayahnya H. Muchammad Nabhani, adalah pendiri Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya. Ia melanjutkan studi di Jurusan Elektro Institut Teknologi Sepuluh NopemberSurabaya, dan lulus tahun 1983. Mohammad Nuh mengawali karirnya sebagaidosen Teknik Elektro ITS pada tahun 1984. Ia kemudian mendapat beasiswa menempuh magister di Universite Science et Technique du Languedoc (USTL)Montpellier, Perancis. Mohammad Nuh juga melanjutkan studi S3 di universitas tersebut.

Nuh menikah dengan drg. Layly Rahmawati, dan ia dikaruniai seorang puteri bernama Rachma Rizqina Mardhotillah, yang lahir di Perancis. Pada tahun 1997, Mohammad Nuh diangkat menjadi direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya(PENS) ITS. Berkat lobi dan kepemimpinannya, PENS menjadi rekanan terpercaya Japan International Cooperation Agency (JICA) sejak tahun 1990.

Pada tanggal 15 Februari 2003, Mohammad Nuh dikukuhkan sebagai rektor ITS. Pada tahun yang sama, Nuh dikukuhkan sebagai guru besar (profesor) bidang ilmu Digital Control System dengan spesialisasi Sistem Rekayasa Biomedika. Ia adalah rektor termuda dalam sejarah ITS, yakni berusia 42 tahun saat menjabat. Semasa menjabat sebagai rektor, ia menulis buku berjudul Startegi dan Arah Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi(disingkat Indonesia-SAKTI).

Selain sebagai rektor, Mohammad Nuh juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur,Pengerus PCNU Surabaya, Sekretaris Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya, Anggota Pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, serta Ketua Yayasan Pendidikan Al Islah Surabaya. Muhammad Nuh juga dikenal sebagai seorang Kiayi, sering memberi ceramah dan khutbah jumat di berbagai masjid di Surabaya dan dikenal sebagai Ulama.

PROGRAM 100 Hari Pertama MENDIKNAS

"Pada 100 hari pertama saya menjabat saya akan memulai perbaikan sekolah rusak atau bocor," kata Mendiknas Mohammad Nuh. Ia menjelaskan, selain perbaikan sekolah rusak di masa 100 hari pertama menjabat dirinya akan melakukan sejumlah hal.

Yang pertama adalah melanjutkan program pendidikan tahun 2009 yang belum tuntas dan sudah ditetapkan pada pemerintahan menteri sebelumnya. "Pada 100 hari pertama saya menjabat yakni sekitar November 2009 hingga Januari 2010, saya akan melanjutkan program tahun 2009 yang telah ditetapkan oleh menteri sebelumnya," katanya.


Selain itu dirinya akan melakukan pengembangan program sesuai dengan kontrak kinerja yang telah ditandatanganinya di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ditambah lagi, ia juga akan membuat program-program baru di bidang pendidikan yang diperlukan pada 100 hari pertama dirinya menjabat.

"Selain meneruskan program yang sudah ditetapkan, saya juga akan mengembangkannya dan membuat program-program baru di bidang pendidikan," katanya.

Akan tetapi, mantan menteri komunikasi dan informatika (Menkominfo) pada Kabinet Indonesia Bersatu I itu menegaskan bahwa target utama yang ingin dicapainya adalah perbaikan infrastruktur gedung-gedung sekolah sehingga tidak ada lagi siswa yang belajar di sekolah rusak atau bocor saat hujan.


"Kalau infrastruktur sekolahnya baik, maka proses belajar mengajar juga akan berjalan dengan baik," katanya.


Ia menargetkan penyelesaian perbaikan infrastruktur bangunan sekolah di seluruh Indonesia akan rampung pada tahun 2010. "Saya berharap perbaikan infrastruktur gedung-gedung sekolah di Indonesia dapat rampung pada tahun 2010," katanya.

Sambutan MENDIKNAS

Tuntutan era globalisasi yang menjadikan informasi sebagai sumberdaya percepatan perilaku ekonomi, politik, sosial, dan budaya, menyebabkan arus dan daya serap informasi dilakukan melalui media elektronik yang serba cepat pula.

Konteks globalisasi ini juga tidak terhindarkan dalam kebijakan yang terkait dengan tata kelola (governance) kelembagaan. Informasi-informasi yang terkait dengan kebijakan-kebijakan pembangunan pendidikan harus secara serta merta menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan perubahan masyarakat lokal dalam prospektif global yang serba cepat pula. Kaidah think globally, act locally adalah salah satu cerminan tentang bagaimana informasi di kawasan dunia dan antar negara memiliki peluang yang sangat cepat untuk merubah perilaku budaya lokal setempat melalui penetrasi informasi.

Karena obyek pembangunan pendidikan adalah masyarakat sebagai entitas suatu bangsa, maka informasi yang disampaikan juga harus merupakan media komunikasi yang mengandung makna pendidikan dan pembelajaran, sehingga perubahan perilaku yang diakibatkannya merupakan perubahan perilaku kolektif dari suatu bangsa dalam proses membangun.

Untuk menjawab tantangan inilah laman http://www.depdiknas.go.id dijadikan salah satu sumber informasi pendidikan dan pembelajaran yang mampu memberikan kontribusi positif dalam merubah perilaku membangun bangsa agar memiliki perilaku membangun yang sarat dengan pengetahuan (knowledge based society).

Semoga.

Menteri Pendidikan Nasional

Prof. Dr. Ir. K.H. Mohammad Nuh, DEA.

Rancangan Draf Renstra Depdiknas 2010 - 2014

Naskah ini masih berupa rancangan teknokratis yang memerlukan kritik dan saran untuk penyempurnaan. Untuk memperoleh masukan tersebut itulah maka rancangan Renstra Depdiknas tahun 2010 - 2014 versi 17 September 2009 untuk dapat dibaca oleh masyarakat luas sehingga masyarakat dapat memahami, menilai dan memberi masukan untuk menyempurnakan Draf Renstra tersebut. Kami mengucapkan terima kasih apabila Bapak/Ibu/Saudara berkenan memberikan masukan terhadap Rancangan Renstra tersebut melalui emailrenstra.depdiknas1014@gmail.com.

Untuk melihat Draf Renstra Depdiknas Tahun 2010 - 2014 dapat diunduh pada link berikut:

Draf Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional periode 2010 - 2014.

Draf Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional periode 2010 - 2014 (Per Bagian).


Sumber: PIH


Kalau Kita Menginginkan Kecerdasan


Berharap Indonesia menjadi yang terunggul, dan mampu mengejar Amerika, Jepang, China dan Singapura (atau Israel)? Kenapa tidak belajar saja dari Internet, Google, Facebook, Blogger, Wikipedia, Youtube dan lain-lain.

Mudah dan murah.

Pilihannya Mau atau Tidak?



Belajar dari Stephen Hawking, Einstein, Michio Kaku (sainstis top dari City University of New York), Neil deGrasse Tyson, Michael Porter (Competitive Strategy, Harvard), Brian Greene (String Theorist), Jared Diamond (Guns, Germ, and Steel), Milton Friedman (peraih Nobel ekonomi), Jeffrey Sachs (End of Poverty), Thomas L. Friedman (The World is Flat).

(Arip Nurahman & Imperium Indonesia)

Belajar dari Para Peraih Nobel:

1.Para Peraih Nobel Fisika Sepanjang Waktu(All Nobel Laureates in Physics)

2.Para Dosen dan Guru Ekonomi Terbaik Dunia (All Nobel Laureates in Economics)

3. Para Dosen dan Guru Kimia Terbaik (All Nobel Laureates in Chemistry)

4. Para Dosen dan Guru Kedokteran dan Obat-obatan Terbaik

5. Para Dosen dan Guru Sastra (All Nobel Laureate in Literature)

6. Para Dosen dan Guru Perdamaian (Nobel Peace)

Masih Kurang?

Belajar Internet dan Komputer ke: Kang Onno & Om Rommi

http://romisatriawahono.net

Kurang Juga? ^_^ Kunjungi Universitas Cyber Kami:

Welcome to Our University

Semoga Bermanfaat, Semangat dan Terima Kasih.

Belajar Membaca: Bisa Karena Biasa

Tulisan ini saya dedikasikan buat teman-teman yang bertanya tentang Cara Mengajar Anak Membaca. Semoga bermanfaat

Zaman dulu, anak 5 tahun bisa membaca adalah sesuatu yang langka. Orang tua juga jadi kecipratan bangga. Tapi saat ini, di mana dunia aksara sudah makin mewabah, akses terhadap bahan bacaan kian mudah, anak 3 tahun bisa membaca juga bukan lagi perkara langka. Persoalannya, bagaimana membuat anak-anak bisa membaca?

Berdasarkan pengalaman saya, cara mengajar anak membaca sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang baku, rumit, dan sangat terstruktur. Saya memang mengajar anak pertama dengan metode yang lumayan butuh pengorbanan, yaitu metode Glen Doman. Tiap malam sibuk bikin kartu baca. Tapi lucunya, untuk mengajari anak kedua, saya hanya pakai buku tulis biasa plus pensil/balpoin. Belajarnya hanya 5 menit sebelum tidur atau pas waktu senggang. Saya pun baru memulainya pada usia 4,5 tahun.

Satu hal yang tidak berbeda antara kedua anak saya adalah, mereka sama-sama sangat suka membaca. Luqman, anak kedua, meskipun ia belum lancar baca tapi bisa bertahan lebih dari 30 menit untuk dibacakan buku. Bukan kami yang memintanya, melainkan dia sendiri yang memohon. Kadang-kadang bukan hanya orang tuanya atau kakaknya yang membacakan buku, siapa saja yang datang ke rumah, neneknya ataupun tantenya bisa saja di 'todong' untuk membacakan dia buku. Kesimpulannya, anak-anak sangat akrab dengan buku.

Semalam, saat saya mencicil buku To Kill a Mockingbird, saya menemukan kisah yang menarik. Diceritakan bahwa salah seorang tokoh bernama Scout, saat ia memasuki kelas satu SD telah lancar membaca koran, padahal teman-temannya yang lain baru akan diajari alfabet dan mengeja. Kemampuannya itu membuat gurunya sedikit kesal. Sang guru menyuruh Scout berkata pada ayahnya agar tidak mengajarinya lagi di rumah.

Scout bingung. Ia pun berkata pada gurunya bahwa ayahnya tak pernah mengajarinya. Ayahnya terlalu sibuk. Jika pun ayahnya ada di rumah, ia malah sibuk membaca, sehingga tak sempat untuk mengajarinya membaca.

Mendengar penjelasan muridnya itu, sang guru tidak percaya dan bersikukuh agar Scout menyampaikan pesan pada ayahnya agar berhenti mengajarinya di rumah. Sang guru yakin bahwa tidaklah mungkin seorang anak bisa membaca tanpa diajari siapapun.

Rupanya, memang bukanlah belajar secara sengaja yang membuat Scout bisa membaca, melainkan karena ia selalu berada di dekat dan bahkan di pangkuan ayahnya saat sang ayah (yang seorang pengacara) membaca keras-keras koran, draft undang-undang, ataupun kitab hukum.

Karena saking seringnya hal itu dilakukan. Scout kecil akhirnya bisa memecahkan rahasia kode-kode gabungan huruf tanpa ia sadari. Ia bisa membaca sebagaimana ia bisa mengancingkan baju. Semua tanpa proses yang terstruktur. Semua mengalir sebagai sebuah kebiasaan yang terus menerus.

Nah, dari semua fakta tersebut, saya menyimpulkan bahwa, sesungguhnya BISA MEMBACA tak selalu merupakan hasil dari belajar secara terstruktur. Bisa saja hal itu adalah output dari gemar membaca.

Kalau kita tidak menetapkan target kemampuan anak berdasarkan waktu atau usia mereka, maka cara ini adalah yang paling mudah, yaitu: Membacakan buku pada anak-anak setiap hari sampai mereka memiliki ketergantungan luar biasa pada buku. Lama kelamaan hal itu akan membuat mereka tergerak sendiri untuk belajar, entah dengan meminta bantuan kita ataupun belajar dengan sendirinya. Apakah Anda percaya?

Betapa banyak anak yang digegas untuk bisa baca hanya karena syarat untuk masuk sekolah, tapi akhirnya tak suka membaca. Menurut saya, bisa membaca hanyalah alat, sedangkan SUKA MEMBACA adalah target utama. Supaya keduanya tercapai, maka mengakrabkan anak-anak dengan buku sedari kecil, itulah cara yang tepat. Tak perlu buku mahal, buku murah atau buku bekas pun bisa, asalkan isinya bermutu.

Selasa, 20 Oktober 2009

Teknologi Pendidikan

"Melihat mendengar dan merasakan betapa alam dan teknologi itu sangat indah dan menyenangkan"
~Arip Nurahman~


Technology Enabled Active Learning (TEAL)

from: MIT

Principal Investigator

Professor John Belcher (Department of Physics)

Problem

Large lecture halls do not engage students sufficiently to master Introductory Physics. Students can learn more if they work directly with their Physics instructors and fellow students by doing hands-on experiments, rather than passively listening to lectures.

Goal

Replace MIT's large freshman Physics lectures with a studio format, in which one can engage students more fully by incorporating active learning methods into the Introductory Physics classroom, enabled by technology.

Overview

The Technology Enabled Active Learning (TEAL) project has revamped the way Introductory Physics classes are taught at MIT. Physics is an experimental science, but many of the introductory level classes taught at MIT involve no hands-on laboratories. Modeled after the Studio Physics format instituted by Professor Jack Wilson at Rennsaeler Polytechnic Institute in 1994, the TEAL format combines lecture, recitation, and hands-on laboratory experiments into one classroom experience which, in this case, meant revamping the classroom itself. Animations and simulations have been incorporated into course materials to help students visualize and understand the complex interactions inherent in electromagnetism.

TEAL also takes advantage of an automated system for submission and electronic grading of problem sets, called WebAssign. Assignments are due the day before class sessions. This system gives the instructor immediate access to a summary of how the students are doing on an assignment, thereby allowing the instructor to tailor his/her next class to the particular needs of the current students. In this way, the instructor has gained the freedom to cover material that is more sophisticated, rather than spending time covering definitions from reading assignments.

More Project Details from the Principal Investigator

We have developed a new format for freshman Physics education at MIT that is designed to help students develop much better intuition about, and conceptual models of, physical phenomena. We are teaching in a Studio Physics classroom that was renovated for this purpose. The format is centered on an "active learning" approach — that is, a highly collaborative, hands-on environment, with extensive use of networked laptops and desktop experiments. We are using modern animation and applet technology delivered via laptops to complement this active learning approach. We are merging lecture, recitations, and hands-on laboratory experience into a technologically and collaboratively rich experience for incoming freshmen.

Students gather in groups of nine, with twelve or so such groups in a common area, for five hours per week. The students are exposed to a mixture of instruction, laboratory work with desktop experiments, and collaborative work in smaller groups of three, in a computer rich environment (one networked laptop per three students, with data acquisition links between laptop and experiments). The desktop experiments and computer-aided analysis of experimental data give the students direct experience with the basic phenomena. Formal and informal instruction, aided by media-rich interactive software for simulation and visualization, then help the students in their conceptualization of this experience. A major part of the visualization approach revolves around the use of 3D software to show phenomena that cannot normally be seen (e.g., electromagnetic field lines).

The project thus far has been a great success. This is clear from student and faculty reaction so far. The long term plan is to move away from the lecture/recitation model of teaching to this active learning format, enabled by technology. The first class we taught was 8.02T, freshman electromagnetism, during the Fall term of 2001, in which 180 students learned in this format. Over 600 students in the Spring of 2003 were taught in this format, as well as in the Fall of 2003, a TEAL version of 8.01, freshman mechanics. Eventually, all freshman Physics courses were taught in this format in the 2004-2005 academic year, with the exception of two small highly mathematical courses.

"The way we are doing this is to lecture a little bit, do problem solving, and do experiments. It's all continuous, it's all in context. And that's a much better way to teach concepts-some theory, then integrated experiments. A big part of this is putting the hands-on stuff back in." — Prof. John Belcher

"Today, for the first time in my life, I can say that I like Physics, because the class changed my point of view completely. I hope you will give this class again very soon, for the sake of all incoming freshmen." — Student in Physics, 8.02T

"We've been convinced by John's work that this is a better way to help students understand physics concepts. And it's the exact way we should be using technologies — to enhance the human interaction, not to encourage students to stay in their dorm rooms with their computers." — Prof. Marc Kastner, Physics Department Head

Project Output

Publications

Andreas Sundquist, Dynamic Line Integral Convolution for Visualizing Stream Line Evolution, IEEE Transactions on Visualization and Computer Graphics Vol. 9, No. 3, July - September, 2003, pp. 273-282. View

John W. Belcher and Stanislaw Olbert, Field Line Motion In Classical Electromagnetism, American Journal of Physics, Vol. 71, No. 3, March 2003, pp. 220-228. View

Andreas Sundquist, Dynamic Line Integral Convolution for Visualizing Electromagnetic Phenomena, MIT Master’s Thesis in Electrical Engineering and Computer Science, , and Senior Thesis in Physics, 2001.

Assessment Reports

Yehudit Judy Dori and John Belcher, Effect of Visualizations and Active Learning on Students' Understanding of Electromagnetism Concepts, National Association for Research In Science Teaching (NARST) Proceedings 2003. View

iCampus Reports

TEAL Report 5/2/2005 View

Publicity

TEAL Teaching: TEAL is transforming physics education , MIT Spectrum Magazine, Winter 2004. View

J. Dori, J. Belcher, M. Bessette, M. Danziger, A. McKinney, and E. Hult, Technology for Active Learning, Materials Today , December 2003 pp. 44-49View

John W. Belcher, Increasing Student Understanding with TEAL , MIT Faculty Newsletter, October/November 2003. View

John W. Belcher, Studio Phyiscs at MIT , MIT Physics Department Newsletter 2001. View

Presentations

Judy Dori and John Belcher, Improving Students' Understanding of Electromagnetism through Visualizations - A Large Scale Study, Paper to be given at the 2004 NARST Annual Meeting – the National Association for Research in Science Teaching Conference, Vancouver. View

P. Dourmashkin, Technology Enabled Active Learning at MIT, paper to be presented at the April 2004 Meeting of the American Physical Society in Denver Colorado.

John Belcher, Technology Enabled Active Learning in 8.02, talk at the MIT Biology Education Group Meeting, February 2004.

Judy Dori, The Relationships between Visualizations of Scientific Phenomena and Understanding Science, Invited talk at the 2003 Gordon Research Conference on Science Education and Visualization, 20-25 July 2003 Queen's College, Oxford, UK.

John Belcher, Using Visualization in Teaching Introductory Electromagnetism at MIT, Invited talk at the 2003 Gordon Research Conference on Science Education and Visualization, 20-25 July 2003 Queen's College, Oxford, UK.

John Belcher, The Medium Extends The Message: Teaching E&M Using Visualization, the January 2003 American Association of Physics Teachers National Meeting.

John Belcher et al., Five TEAL/Studio abstracts for the August 2002 American Association of Physics Teachers National Meeting by members of the TEAL Project. View abstracts

Judy Dori, Invited talk at the 2001 Gordon Research Conference on Science Education and Visualization August 5-10, 2001, Mt. Holyoke College.

John Belcher, Using Visualization in Teaching Electromagnetism, contributed talk at the 2001 Gordon Research Conference on Science Education and Visualization, August 5-10, 2001, Mt. Holyoke College.

John Belcher Presentation on TEAL/Studio to the MIT Department Heads Luncheon Meeting on 3/5/2001, luncheon for the chairs of all MIT academic departments, led by President Vest.

TEAL/Studio Group, Demonstration at MacVicar Day on 3/3/2001, for students, faculty, and members of the MIT Corporation.

Judy Dori on Assessing TEAL at the iCampus PI Seminar on 2/14/2001.

Judy Dori on Assessing TEAL at the PI Assessment Group on 1/18/2001.

John Belcher Presentation on TEAL/Studio to the Freshman Core Lecturers Meeting on 11/29/2000, the MIT freshman lecturers meeting.

John Belcher Presentation on TEAL/Studio to the Committee on the Undergraduate Program on 10/25/2000, the Institute Committee charged with overseeing the undergraduate program.

John Belcher Presentation on TEAL/Studio to the Physics Department Visiting Committee on 10/16/2000.

John Belcher Presentation on TEAL/Studio to CRSP, the Institute Space Committee (Provost and Chancellor, members) on 9/14/2000.

John Belcher Presentation on TEAL/Studio in the iCampus PI Reception Seminar, 9/13/2000.

Awards

Semi-finalist in the 2003 NSF/Science Visualization Contest (an International Competition). Our entry was Charged Particles Interacting In Three Dimensions

Links

Technology Enabled Active Learning (TEAL)

TEAL Visualizations



Disusun Ulang Oleh:

Arip Nurahman

Pendidikan Fisika, FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia

&

Follower Open Course Ware at MIT-Harvard University, Cambridge. USA.

Terima Kasih, Semoga Bermanfaat dan Tetap Semangat

Minggu, 18 Oktober 2009

KMKB; Keluarga Mahasiswa Kota Banjar di Bandung

"Kebersamaan dan Persahabatan adalah Awal terbentuknya sebuah Keluarga"
~H2O~

(Taman ITB, Depan Mesjid Salman)

Pembentukan Awal KMKB


Sabtu, 17 Oktober 2009

Ada Apa Dengan TOEFL?

Mari Belajar TOEFL





TOEFL structure and written expression test 1 - free practice


Learning the Correct TOEFL Essay Structure

Learning how to use the correct essay structure is the first step in increasing your TOEFL writing score.

TOEFL essay structure graphic

The TOEFL essay is usually four paragraphs long and has three parts: the introduction, the body, and the conclusion. Each part of the essay has a different function, and readers expect certain information in each of these parts.

CONTINUED

1 2 3 Next

Sources:

1. http://www.cz-training.com/toefl/essaystructure01.html

2. http://www.youtube.com/watch?v=dJg138YlwvA



Pembimbing:

Ferra Wulandari D. S.

Lintang Meidita Pribadi

Penasehat:


1. Ibu. Dra. Hj. Mimin Aminah, M.Pd.

2. Bpk. Yusuf Kurniawan, S.Pd.

3. Ibu. Hikmah, S.Pd.


Ucapan Terima Kasih:

1. Bpk. Ahmad Bukhori, S.Pd. M.A.
(English Department of Indonesia University of Education)

2. Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia
Balai Bahasa | Universitas Pendidikan Indonesia

3. The British Institute
The British Institute - Study English with the Best

Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Rabu, 14 Oktober 2009

Mendidik Sampai Akhir Hayat: Guru Sebagai Pendidik dan Tenaga Profesional


Tulisan ini Kami persembahkan kepada Orang Tua, Guru dan Pejuang Pendidikan Internasional
di Kota Banjar

Almarhum Drs. Wawan Gunawan
Kepala Sekolah SMA Bertaraf Internasional 1 Banjar, Jawa Barat. Indonesia.
Yang Sampai Akhir hayatnya Berjuang untuk Pendidikan

Hymne Guru

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu

Engkau sabagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa

Keterangan :
Pahlawan tanda jasa adalah sebutan bagi para guru.


Selamat Jalan Bapak! Semangat dan Harapan mu akan kami teruskan

Seutas Do'a Selaksa Semangat

"Ya Rabana Terimalah segala amal baiknya, ampunilah segala dosanya, berilah ketabahan keluarga dan sanak saudaranya, berhasilkanlah serta sukseskanlah di dunia dan akhirat semua murid-muridnya, amin!"



Minggu, 11 Oktober 2009

USING OF “CELS” IN BASIC PHYSICS EXPERIMENT TO IMPROVE LEARNING MOTIVATION AND TO DEVELOP PERFORMANCE SKILLS OF STUDENT

Achmad Samsudin1), Iyon Suyana1), Endi Suhendi2)
1) Prodi Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia
2) Prodi Fisika Universitas Pendidikan Indonesia
achmadsamsudin@yahoo.com
iyons@upi.edu
endis@upi.edu

Abstract

To improve learning motivation and to develop performance skills of student in physics experiment. Combination Experiment Laboratory by Simulation (CELS) at elasticity experiment applied. CELS represent activity of experiment combine between verification experiment with media based experiment on in the form of computer simulation and video that developed from internet. This research used method of quasi experiment with subject research is one of I Basic Physics Experiment classroom in one of the LPTK West Java. Data Research collected by using questioner of learning motivation of students and performance assessment based observation sheet. Data analysis use binary score analysis (0 and 1) to get percentage of improvement of learning motivation and analysis with Liekert scale (4, 3, 2, and 1) for the assessment of performance. Result of this research indicated that usage of CELS can improve learning motivation and develop performance skills of student that covering aspects: design experiment (prepare of materials and tools), perceiving and predicting (execution/do experiment), and also processing data and conclude (using result of measurement to conclude result).

Keywords: CELS, Experiment, Elasticity, Learning Motivation, Performance Skills.


1. Pendahuluan
Laboratorium merupakan suatu tempat, atau ruangan yang dilengkapi dengan peralatan tertentu untuk melakukan suatu percobaan atau penyelidikan (Margono, 2000). Dalam melakukan kegiatan laboratorium (bereksperimen) bukan hanya kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan memanipulasi alat saja yang dilatihkan, tetapi sikap (motivasi) terhadap kinerja ilmiah justru perlu mendapatkan tekanan. Laboratorium berperan sebagai tempat untuk memberikan suatu ilustrasi materi teoritik bersifat verifikatif dalam hal menguji (membuktikan) hasil penelitian para saintis di laboratorium. Laboratorium juga berperan sebagai tempat mahasiswa untuk mendapatkan kesempatan melakukan pengalaman langsung dalam memecahkan masalah yang diangkat dari fenomena alam yang diamati atau teori yang mereka pelajari secara inkuiri.
Berkaitan dengan metode laboratorium ini, maka kegiatan laboratorium dirancang dengan tujuan utamanya melatih mahasiswa untuk meningkatan kinerja mahasiswa dalam berpraktikum dan meningkatkan motivasi belajar mereka (Samsudin, Suhendi, dan Solikhin, 2007). Mahasiswa melakukan observasi dan pengukuran, menguji suatu konsep, merancang percobaan, mengamati, memprediksi, mengolah data, dan menyimpulkan. Pada kenyataanya, kondisi ideal tersebut belum tercapai yaitu: kinerja (performance) kinerja praktikum dan motivasi mahasiswa dalam bereksperimen masih rendah. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengamatan langsung selama eksperimen terdahulu. Hasil wawancara dengan Dosen Eksperimen Fisika Dasar (EFD), rata-rata mengeluhkan kinerja praktikum dan motivasi mahasiswanya. Mahasiswa hadir di laboratorium hanya sekedar untuk menggugurkan kewajibannya saja, tanpa memperhatikan esensi dan tujuan bereksperimen yaitu menguji konsep-konsep Fisika Dasar yang telah mereka dapatkan di mata kuliah Fisika Dasar (eksperimen bersifat verifikasi).
Rendahnya motivasi dan kinerja praktikum mahasiswa disebabkan oleh kegiatan ekpserimen fisika dasar yang konvensional, yaitu masih mengedepankan metode eksperimen verifikasi secara penuh. Kegiatan eksperimen verifikasi konvensional yang berlangsung cenderung membiarkan mahasiswa bekerja sendiri, kurang pengawasan, membosankan, dan membuat mahasiswa merasa tidak diperhatikan. Sehingga kinerja berpraktikum mahasiswa sekedarnya dan seenaknya saja. Maka dari itu, peneliti melakukan terobosan-terobosan dengan menggunakan metode dan strategi yang berbeda dari sebelumnya. Metode yang digunakan adalah CELS (Combination Experiment Laboratory by Simulation). CELS adalah metode berekperimen (berpraktikum) yang memadukan antara eksperimen verifikasi (eksperimen tradisional) dengan media berbantuan komputer berbasis animasi, simulasi, dan video sebagai pendahuluan dalam memandu mahasiswa berekperimen di laboratorium fisika dasar.
Dalam artikel ini dipaparkan hasil studi kuasi eksperimen tentang penggunaan CELS pada ekperimen elastisitas untuk meningkatkan motivasi belajar dan mengembangkan kemampuan kinerja (performance) mahasiswa. Studi eksperimen dilakukan di salah satu LPTK Jawa Barat dengan mengambil mata kuliah (Eksperimen Fisika Dasar) EFD I khususnya konsep elastisitas yang menjadi bidang kajian.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Desain penelitian digunakan adalah The Randommized Posttest Experiment Group Only (Fraenkel, 1993). Dengan menggunakan desain ini, terlebih dahulu dipilih secara acak satu kelas, satu kelas ini menjadi kelompok eksperimen dan tidak terdapat kelompok control (pembanding). Selanjutnya kelompok eksperimen mahasiswa ini melakukan ekperimen dengan media komputer berbasis animasi, simulasi, dan video eksperimen yang di dalamnya terdapat pertanyaan arahan sebelum mahasiswa melakukan eksperimen berbasis verifikatif. Setelah itu kelompok ini diberikan perlakuan berupa kegiatan eksperimen virtual pendahuluan melalaui CELS.
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Eksperimen Fisika Dasar I di salah satu LPTK Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah sampel 18 orang mahasiswa yang terbagi dalam 5 kelompok kecil, masing-masing terdiri antara 3 sampai 4 mahasiswa. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan instrumen penelitian berupa angket motivasi belajar dan lembar pengamatan Performance Assessment (Penilaian Kinerja) untuk masing-masing kelompok.
Kinerja bereksperimen mahasiswa diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari lembar penilaian kinerja yang diisi oleh observer (Peneliti/Dosen dibantu Asisten Laboratorium) untuk mengamati kinerja mahasiswa dalam bereksperimen menggunakan CELS. Lembar observasi kinerja yang diberikan kepada mahasiswa, kemudian dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan kaidah skala Likert untuk rentang nilai terendah dari 1 sampai dengan nilai tertinggi 4.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Gambar 1 menunjukkan rekapitulasi persentase rata-rata motivasi belajar mahasiswa dengan menggunakan CELS. Pencapaian motivasi belajar yang paling tinggi terjadi pada aspek II yaitu ulet dalam menghadapi kesulitan (78 %), dengan kategori motivasi sangat tinggi. Motivasi yang terendah terjadi pada aspek minat dan ketajaman perhatian dalam belajar (72 %), dengan kategori motivasi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan CELS dapat lebih memperbaiki motivasi belajar mahasiswa untuk kegiatan eksperimen fisika dasar I (EFD I).

Keterangan:
Aspek I = Ketekunan dalam belajar
Aspek II = Ulet dalam menghadapi kesulitan
Aspek III = Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar
Aspek IV = Berprestasi dalam belajar
Aspek V = Mandiri dalam belajar
Kategori motivasi belajar:
0 < X< 25 = Motivasi sangat rendah
25 < X<50 = Motivasi rendah
50 < X<75 = Motivasi tinggi
75 < X<100 = Motivasi sangat tinggi
Gambar 1. Respons Siswa tentang Motivasi Belajar untuk Setiap Aspek

Dengan menggunakan Combination Experiment Laboratory by Simulation (CELS) menunjukkan hasil yang sangat positif dalam memperbaiki motivasi belajar mahasiswa dalam EFD I. Perbaikan motivasi belajar mahasiswa terjadi untuk semua aspek. Hal ini sesuai dengan hasil temuan bahwa mahasiswa merasa termotivasi setelah menggunakan CELS, sehingga motivasi mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Temuan ini sesuai dengan yang diungkapkan Sudarman (2007); Sutinah (2006); Jamaludin (2007) bahwa kegiatan eksperimen yang dikombinasikan dengan komputer dalam pemanfaatan software dan internet dapat meningkatkan aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan motivasi (motivation) mahasiswa.
Gambar 2 menunjukkan bahwa penggunaan CELS dapat lebih mengembangkan kemampuan kinerja (performance) mahasiswa dalam bereksperimen yang ditunjukkan dengan skor pada skala Liekert. Data penilaian kinerja diperoleh dengan menggunakan lembar observasi kinerja bereksperimen berbasis skala Liekert (4, 3, 2, dan 1). Pengamatan dan penilaian kinerja eksperimen mahasiswa, dilakukan dengan pengisian lembar observasi oleh peneliti dibantu Asisten Laboratorium untuk penilaian masing-masing kelompoknya. Masing-masing kelompok mengalami perkembangan yang positif untuk kinerja bereksperimen terutama aspek mempersiapkan alat dan bahan yaitu skor 4 pada setiap kelompok. Untuk aspek pelaksanaan eksperimen, skor maksimum 4 pada kelompok 2 dan 3, sedangkan aspek menggunakan hasil pengukuran untuk menarik kesimpulan, skor maskimum 4 pada kelompok 1, 2, dan 3.
Pada semua aspek kinerja untuk eksperimen menggunakan CELS, cenderung dapat lebih mengembangkan kinerja (performance) bereksperimen mahasiswa. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan dalam National Research Council/NRC (Wulan, 2007) bahwa standard asesmen (penilaian) kinerja dalam pembelajaran sains khususnya kegiatan eksperimen telah mengalami pergeseran penekanan dari ”yang mudah dinilai” menjadi ”yang penting untuk dinilai”. Penilaian pembelajaran sains (eksperimen fisika dasar) dewasa ini lebih ditekankan pada pemahaman dan penalaran ilmiah. (Marzano, 1994; NRC, 2000 dalam Wulan, 2007). Suatu penilaian otentik diperlukan untuk menilai kemampuan (ability) dalam real life situations. Sehingga kemampuan menyiapkan alat dan bahan, melaksanakan eksperimen, dan menggunakan data untuk menarik kesimpulan merupakan bagian dari real life situations dalam melakukan eksperimen. Sehingga kemampuan kinerja mahasiswa ini dapat dikembangkan melalui penggunaan CELS dalam bereksperimen di laboratorium.
Performance assessment (Penilaian Kinerja) direkomendasikan sebagai penilaian yang sesuai dengan hakikat sains yang mengutamakan proses dan produk (NSTA, 1998; NRC, 2000 dalam Wulan, 2007). Dalam PUSKUR (2006), asesmen (penilaian) kinerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik (mahasiswa) dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik (mahasiswa) melakukan tugas tertentu seperti: eksperimen di laboratorium, presentasi, diskusi, bermain peran, dll. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik (mahasiswa) yang sebenarnya.

Gambar 2. Perbandingan Kemampuan Kinerja (Performance) dengan CELS dan Ekperimen Verifikasi untuk Setiap Kelompok


4. Kesimpulan
Dari hasil pengolahan dan analisis data dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan Combination Experiment Laboratory by Simulation (CELS) dapat memperbaiki motivasi belajar mahasiswa dalam kegiatan Eksperimen Fisika Dasar I (EFD I) untuk ranah afektif. Selain itu, penggunaan CELS juga dapat mengembangkan kemampuan kinerja (performance) bereksperimen mahasiswa untuk ranah psikomotor.

Daftar Pustaka

Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.
Jamaludin, A. (2007). Internet Menuju Sekolah: Jardiknas. [Online]. Tersedia: ade_smkams@yahoo.co.id [12 Desember 2007]
Margono, H. (2000). Metode Laboratorium. Malang: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang Press.
PUSKUR. (2006). Model Penilaian Kelas Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
Samsudin, A., Suhendi, dan Solikhin, D. (2007). Kegiatan Praktikum dan Inkuiri. Makalah Tidak Dipublikasikan. Bandung: SPs UPI
Sudarman. (2007). ”Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah”. Jurnal Pendidikan Inovatif. 2, (2), 68-73.
Sutinah, A. (2006). Pembelajaran Interaktif Berbasis Multimedia di Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia: www.google.com/pembelajaran/ interaktif/sutinah [12 Desember 2007]
Wulan, A. R. (2007). Pembekalan Kemampuan Performance Assessment kepada Calon Guru Biologi dalam Menilai Kemampuan Inquiry. Disertasi Program Pendidikan IPA. Bandung: SPs. UPI