Minggu, 25 Desember 2011

SMS Cuma-Cuma Lewat Gmail

"We have a mantra, "DON'T BE EVIL" which is to do the best things we know how for our users, for our customers, for everyone. So I think if we were known for that, it would be a wonderful thing."

~Larry Page, Ph.D. & Sergey Brin, Ph.D.~
Founder Google Incorporation




Karena dengan Gmail, Anda bisa mengirimkan SMS secara gratis.

Asyik khan!?

Memang bukan layanan yang gres, tetapi diperkirakan masih banyak orang yang belum mengetahui tentang layanan ini. Dengan SMS in Chat, pengguna dapat mengirim dan menerima SMS dari akun Gmail. Pada awalnya, layanan nilai tambah ini hanya bisa dipakai untuk nomor-nomor Amerika Serikat (+1) saja.

Tetapi, baru-baru ini Google membukanya di sejumlah negara, termasuk Indonesia, Ghana, Israel, Malawi, Nigeria, Zambia, Uganda, Tanzania, Arab Saudi, Senegal, Palestina, hingga Kenya.

Tapi hanya dua operator yang mendukung layanan SMS gratis ini di Indonesia, yaitu Telkomsel dan Indosat. Jadi yang lain masih harus bersabar dulu.

Meski kuotanya dibatasi 50 SMS per hari, Google cukup membantu pelanggan, terlebih lagi bagi yang kerap mengirimkan SMS internasional. Sebagaimana diketahui, tarif SMS internasional Telkomsel adalah Rp 600, sementara Indosat Rp500 per SMS, kecuali seluruh negara di Eropa, Fiji, Papua Nugini, Senegal & Uni Emirat Arab dikenakan biaya Rp1.200 per SMS.

Dibandingkan dengan SMS in Chat di Gmail, tentu sangat terasa. Apalagi, setelah 24 jam, kuota SMS akan kembali ke 50.

Cara Install Layanan SMS Gratis Lewat Account Gmail





Bagaimana caranya?

Lihat gambar di atas ya. Instalasinya sangat mudah. Di account Gmail, akan kita temukan fitur Google Labs. Di dalamnya, Anda harus mengaktifkan fitur SMS (text messaging) in Chat dan SMS in Chat gadget dengan mengklik Enable. Jika sudah, geser mouse ke bawah dan klik Save Changes.

Instalasi selesai.

Di sebelah kiri inbox Gmail Anda akan muncul tabulasi ‘Send SMS‘.

Untukcara menggunakannya juga mudah. Masukkan nomor tujuan dengan kode negara (misalnya, +6285221083xxx), kemudian Enter.

Anda akan diminta memasukkan detail kontak. Setelah kontak diregistrasi, akan ada pop-up window layaknya Gtalk. Selesai.

Anda bisa mengirimkan SMS sepuasnya, maksimal 50 kali dalam sehari.

Selamat mencoba!



Corporate Data

Industry: Internet, Computer software
Founded: Menlo Park, California, U.S.(September 4, 1998)
Founders: Sergey Brin, Larry Page
Headquarters: Mountain View, California,United States
Area served: Worldwide
Key people: Larry Page (Co-Founder & CEO) Eric Schmidt (Executive Chairman) Sergey Brin(Co-Founder)
Products: See List of Google products
Revenue: US$ 37.905 billion (2011)
Operating income: US$ 11.632 billion (2011)
Profit: US$ 9.737 billion (2011)
Total assets: US$ 72.574 billion (2011)
Total equity: US$ 58.145 billion (2011)
Employees: 32,467 (2011)


Sumber:

Google Incorporation


Kamis, 08 Desember 2011

Budaya Berguru

Salah satu pe er kami tentang pendidikan anak-anak adalah budaya berguru. Tanpa sadar, keseringan belajar mandiri, self exploration, kayaknya bisa memicu sikap tidak teacheble.

Meskipun sarana dan prasarana belajar mandiri makin banyak sekarang ini, namun kegiatan berguru punya arti tersendiri. Kegiatan berguru menurut saya menanamkan sikap 'mau diajari', dan itu berdampak pada bertambah luasnya ilmu dan menekan sikap egosentris di mana mereka merasa hebat sendiri. Hal itu tentunya berseberangan dengan ideal akhlak seorang muslim.

Jadi, dalam tahap-tahap kecil, kami mulai membawa anak-anak pada guru lain selain kami, orang tuanya. Berharap dengan cara itu, mereka menyadari pentingnya sosok guru di samping kemauan untuk belajar sendiri. Azkia sudah hampir 6 bulan ikut les bahasa Inggris dengan 12 murid dalam satu kelas dan guru berumur 27-an tahun. Mulai ikut les piano dengan guru berumur 70-an tahun; ikut les robotika dengan guru berusia sama dengan guru les Inggrisnya; belajar craft bersama Nenek, dan lain sebagainya.

Di luar fakta bahwa banyak guru formal juga belum tentu kompeten dalam mengajar, namun budaya berguru tidak akan bisa dilepaskan dari budaya belajar jika ingin anak-anak menjadi seorang pembelajar sejati.

Pembelajar mandiri bukan hanya sekadar tentang bisa belajar sendiri (tanpa sosok guru), namun juga selalu siap menyerap ilmu dari orang lain dan berguru padanya.Saya semakin menikmati proses perenungan ini. Pendidikan informal mewadahi pendalaman hakikat banyak hal, terutama soal belajar. Karena pada dasarnya bukan hanya anak-anak yang belajar, melainkan juga kami sebagai orang tuanya.



Kamis, 01 Desember 2011

Menyentuh Pelajaran Akademik secara Informal

Anak-anak saya sekarang sudah 9 dan 7 tahun. Kalau merujuk tahapan perkembangan anak, memang sudah memasuki fase operasional kongkret, usia siap belajar terstruktur. Sekarang kami membuat jadwal belajar akademik secara rutin setiap hari dengan persetujuan mereka. Waktunya diatur oleh mereka sendiri tapi diusahakan selalu tetap setiap harinya. Dan atas permintaan mereka, kami mulai jam 9 pagi. Maksimal durasi belajar kami tetapkan hanya 30 menit, namun faktanya sering lebih pendek ^_^.

Kami mulai memakai kurikulum sekolah formal sebagai salah satu bahan. Dengan begitu, jika suatu hari berniat ikut ujian kesetaraan, anak-anak tidak lagi kaget dengan formulasi pelajaran yang diujikan. Kami mencoba untuk bersikap pertengahan saja soal model pendidikan ini. Hari ini kami memilih pendidikan informal dan besok-besok mungkin tertarik dengan formal, ijazah kesetaraan dari lembaga nonformal adalah mediatornya. Jadi, tak ada ruginya juga menyiapkan anak-anak untuk berakrab-akrab dengan pelajaran KURNAS, toh mereka juga jadi mendapat tambahan ilmu.

Saya akui, buku pelajaran sekolah tidak terlalu menarik untuk dibaca anak-anak. Topiknya bermanfaat, tapi penyusunan isinya, dari mulai tipografinya, layoutnya, ilustrasinya, kalimat-kalimatnya, dan pertanyaan-pertanyaannya cenderung membosankan. Jadi bagaimana?

Awalnya kami pun enggan memakai kurnas, tapi kemudian membalik cara berpikir. Bukankah beberapa hal dalam hidup ini juga tidak menyenangkan kita. Reaksi dan cara kita berpikirlah yang membuat semuanya berbeda. Karena itulah, kami coba bersahabat dengan BSE (Buku Sekolah Elektronik) dan mengambil intisari pelajarannya. Sesudah itu, metode penyampaian kami coba otak-atik dengan berkreasi sendiri, dan alhamdulillah anak-anak mulai terbiasa juga menikmati KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) pelajaran sekolah tapi secara informal.

Jadwal belajar akademik berbahan baku kurnas kami coba permudah: Hanya 5 hari seminggu (Senin - Jumat), 1 atau 2 mata pelajaran per hari maksimal 30 menit. Satu kali belajar kami tetapkan hanya satu bab. Jika rata-rata buku pelajaran berisi 10 bab, maka dengan belajar seminggu sekali untuk setiap pelajaran, insya Allah anak-anak sudah selesaikan semuanya dalam 10 minggu (2,5 bulan) . Saya kira hal itu cukup ringan untuk dilaksanakan.

Muatan Ekstra
Tentu saja, jika sebelumnya anak-anak hanya belajar hal-hal yang mereka suka, penambahan kurnas tidak membuat hobi mereka jadi 'terlarang'. Bisa kita hitung sendiri, belajar akademik 30 menit, maka sisa waktu untuk yang lain masih sangat banyak. Anak-anak bisa baca buku yang mereka suka, bermain-main di kebun, bikin-bikin craft bersama teman-temannya, nonton film anak-anak atau film-film dokumenter, dan banyak lagi.

Untuk menambah keterampilan, Azkia pilih kursus Bahasa Inggris 2x seminggu (@1 jam per pertemuan), kursus piano 1x per minggu (@30 menit). Luqman suka mekanika, dan mulai mau lagi belajar robotika seminggu sekali. Dan mungkin yang lain-lainnya jika mereka sudah mulai tertarik untuk belajar.

Namun muatan ekstra yang terpenting dan kami usahakan tetap konsisten adalah hafalan Quran. Setiap hari, meski hanya 5 atau 10 menit kami rutinkan kegiatan tersebut supaya mejadi habit. Mudah-mudahan Allah SWT selalu memberi kekuatan pada hati kami untuk konsisten.

Belajar, selain merupakan hak, juga merupakan kewajiban bagi seorang mukmin setelah dewasa. Ketidaktahuan bisa mematikan langkah dan menyuburkan kebodohan. Seorang mukmin haruslah cerdas dan berpengetahuan. Satu-satunya jalan untuk mencapai titik tersebut adalah belajar.

Menurut saya, tugas orang tua pada anak-anak dalam hal ini, bukan hanya mengikuti apa yang mereka mau, tapi juga menumbuhkan rasa senang dan butuh terhadap belajar. Dengan begitu, ketika sudah tiba waktunya anak-anak masuk usia taklif belajar hal-hal yang lebih tinggi dalam agama dan kehidupan bermasyarakat, mereka sudah bisa mengatasi faktor-faktor penghambatnya. Mudah-mudahan, insya Allah.

Kreasi dari Kain Perca

Ketika nenek (ibu saya) berkunjung ke rumah, selalu menjadi peristiwa penting. Keterampilan-keterampilan klasik yang dikuasai nenek adalah harta karun. Jadi, saya selalu memanfaatkan kedatangan nenek untuk mengajar cucu-cucunya keterampilan baru.

Bulan ini seni merangkai kain perca jadi topik utama. Kebetulan, lebaran yang lalu ibu mertua saya memberikan sekantung bahan baku kain perca yang sudah dibentuk. Setelah lama tersimpan di koper, hari ini saya bongkar dan dimulailah acara merangkai perca bersama anak-anak tetangga yang main ke rumah.

Ternyata anak-anak antusias mau belajar. Cadangan jarum tangan pun dikeluarkan supaya semua anak kebagian mencobanya.