Sabtu, 31 Juli 2010

MUDAHNYA MEMAHAMI CARA BELAJAR ANAK

Pedagogi dalam arti literasi berarti “seni mendidik anak”. Pedagogi juga menjadi kemampuan professional yang harus melekat pada diri seorang guru. Guru yang memiliki kompetensi pedagogi yang mumpuni, cenderung bereksplorasi dengan anak didiknya sehingga setiap ada kesempatan, guru tersebut senantiasa mencari ide dalam strategi mengajar yang akan diterapkannya terhadap siswa. Inilah yang dimaksud dengan “kompetensi professional” dalam undang-undang guru dan dosen.
Hal ini sebetulnya bukan merupakan sesuatu yang sulit untuk diterapkan setiap guru, jika saja guru memahami konsep memetakan karakteristik belajar anak. Pemetaan karakteristik belajar individu menurut DePorter & Hernacki (2001), terbagi atas karakteristik perilaku individu yang memiliki cara belajar visual, auditorial dan kinestetik.
Adapun ketiga karakteristik belajar tersebut dapat dikenali melalui perilaku individu sebagai berikut :
1.    Karakteristik cara belajar visual; a) rapi dan teratur, b) berbicara dengan cepat, c) mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik teliti dan rinci, d) mementingkan penampilan, e) lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar, f) mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual, g) memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik, h) biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar, i) sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis), j) merupakan pembaca yang cepat dan tekun, k) lebih suka membaca daripada dibacakan, l) dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, m) ia selalu bersikap  waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan, n) jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara, o) lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain, p) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak', lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah, q) lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada music, r) seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata.

2.    Karakteristik cara belajar auditorial; a) sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja, b) mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik, c) lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca, d) jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras, e) dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara, f) mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita, g) berbicara dalam irama yang terpola dengan baik, h) berbicara dengan sangat fasih, i) lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya, j) belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat, k) senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar, l) mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi, m) lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya, n) lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik.
3.    Karakteristik cara belajar kinestetik; a) berbicara dengan perlahan, b) menanggapi perhatian fisik, c) menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka, d) berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain, e) banyak gerak fisik, f) memiliki perkembangan otot yang baik, g) belajar melalui praktek langsung atau manipulasi, h) menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung, i) menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca, j) banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal), k) tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama, sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut, l) menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, m) pada umumnya tulisannya jelek, n) menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik), o) ingin melakukan segala sesuatu.
Setelah memahami ketiga karakteristik belajar individu ini, selanjutnya guru diharapkan dapat memetakan cara belajar siswa di kelas. Lalu bagaimanakah tehnik observasi cara memetakannya ?
Pada prakteknya, cara pemetaan untuk mengenali cara belajar anak di kelas dengan dasar tiga karakteristik di atas dapat dilakukan dengan cara menyampaikan materi ajar dengan tehnik penggunaan media visual selama 3 hari dan pada hari ke 4 dilaksanakan evaluasi atas hasil belajar mereka. Selanjutnya dibuatkan matrix kategori perolehan skor dengan kategori perolehan nilai tinggi, sedang dan rendah. Sehingga setiap anak dapat dipantau akan masuk pada kategori mana dari ketiga kategori yang ditetapkan tersebut. Pemberian nilai evaluasi tetap seperti apa yang sudah diterapkan sebagaimana biasa, hanya saja rentang penilaian seharusnya dapat dibagi 3 sesuai kategori yang ditetapkan. Demikian pula untuk karakteristik auditorial dan kinestetik.
Untuk guru SD dapat dilakukan pada setiap hari berturut pada kelas yang dipegangnya, namun untuk guru mata pelajaran di SMP dan SM (kecuali mata diklat produktif SMK tehnik obervasinya berbeda), dapat dilakukan per pertemuan pada setiap kelas yang dimasuki sehingga kemungkinan akan memakan waktu yang cukup lama tapi dapat memetakan(mengenali) siswa pada lebih banyak kelas.
Pada akhirnya setelah proses ini terlaksana, kita akan memperoleh data dari tiga tabel yakni tabel hasil observasi dari setiap karakteristik yang telah diterapkan. Inilah proses akhir yang akan menuntun guru dalam menerapkan strategi atau perlakuan pendekatan pembelajaran seperti apa yang akan diterapkan kedepan.
Dari tabel ini kita dapat melihat siapa saja siswa yang masuk dalam kategori tinggi untuk setiap tabel dan namanya tetap ada dalam skala kategori yang ditetapkan, itulah siswa yang tergolong cerdas, perlu dicatat, cerdas bukan pintar. Sebab anggapan pintar sering membuat kita salah menilai siswa. Jika siswa umumnya masuk dalam kategori sedang maka berbahagialah anda sebagai guru, bahwa kerja anda selama ini tidak terlalu sia-sia. Namun jika beberapa orang diantaranya namanya terus masuk dalam kategori rendah pada setiap tabel, maka mereka inilah yang memerlukan sedikit kerja ekstra dari guru untuk meningkatkan pengetahuan mereka untuk nangkring pada kategori sedang dan mereka ini pula yang seharusnya tempat duduknya pada baris pertama sampai ketiga dari depan di kelas. Inilah tujuan pemetaan kompetensi anak di kelas.
Setelah membaca dan mencobanya semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk anda yang berprofesi pendidik, juga tehnik observasinya dapat anda gunakan pada karya ilmiah PTK atau lainnya. Adapun contoh tabel anda bisa download di sini.

Catatan kaki : tanggapilah dengan positif agar hasilnya positif dan jika anda ingin mengkopinya cantumkan sumbernya : by.Tommy, http://pendidikan-keilmuan.blogspot.com.
     

Kamis, 29 Juli 2010

Awas ada Harvard "Prikitiw"



"Ya Robbana jadikanlah hambamu ini orang-orang yang senantiasa bersyukur kepada Mu, Alhamdulilah"
~Arip Nurahman~

David J. Malan, Ph.D.

Instructor

Lebih lengkap di:

dmalan@harvard.edu
http://www.cs.harvard.edu/malan/

http://cs50.tv/.

Harvard College

blog.cs50.net.

Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Rabu, 28 Juli 2010

District Six, Duka Saudara Kita

Kompas - Rabu, 28 Juli
DISTRICT Six atau Distrik Enam (Indonesia) atau Distrik Ses (Afrika) bukan sembarang distrik. Ini wilayah bersejarah yang menumbuhkan komunitas warga coloured (berwarna) yang di dalamnya banyak keturunan Indonesia, begitu juga budaya indahnya. Namun, pemerintah apartheid mengusir mereka hingga menghancurkan perasaan, kemapanan, juga keutuhan mereka.

Areal ini terletak di Cape Town, Afrika Selatan. Di tempat itu orang-orang coloured yang sebagian besar mantan budak ditempatkan. Maklum, semasa apartheid, ada pemisahan permukiman berdasarkan ras dan warna kulit.

Nama District Six diberikan pemerintahan kulit putih pada 1867. Distrik ini dibatasi Sir Lowry Road di utara, Tennant Road di barat, De Waal Drive di selatan, dan Cambridge Street di timur.

Menjelang akhir abad ke-19, distrik ini sudah menjadi daerah yang amat ramai dan berkembang. Jumlah penduduknya sepersepuluh dari populasi di Cape Town. Penduduk yang dominan adalah Cape Malay atau coloured people. Dan, di antara warga Cape Malay itu, keturunan bekas budak dan tahanan politik Indonesia sangat dominan. Selain itu, penduduknya ada sedikit kulit hitam keturunan suku Xhosa, kulit putih, dan India.

Setelah Perang Dunia II, District Six sudah menjadi kosmopolitan. Lalu, tiba-tiba pada 11 Februari 1966, pemerintah mendeklarasikan District Six sebagai daerah khusus orang kulit putih lewat dekrit Group Areas Act. Penduduknya yang Cape Malay atau coloured dan hitam harus pindah. Ini membuat seluruh warga geram.

Sutradara David Kramer dan Taliep Petersen menggambarkan keresahan warga District Six dengan baik dalam opera mereka berjudul District Six. Opera ini mengambil setting pada 1967 ketika awal perpindahan diumumkan dan penduduk mulai didata pemerintah kulit putih.

Perpindahan kemudian dimulai pada 1968. Menjelang 1982, sudah ada 60.000 orang yang dipindah paksa ke Cape Flats, sejauh 25 kilometer dari District Six.

Alasan pemerintah waktu itu, District Six sudah berkembang menjadi daerah kriminal. Banyak perjudian, peredaran obat terlarang, dan kumuh. Namun, warga yakin bahwa alasan sebenarnya karena kulit putih ingin menempati District Six yang letaknya strategis dan sudah menjadi kota yang berkembang.

Banyak cerita duka dan nestapa pada periode pemindahan. Pemerintah aparheid tak peduli dengan protes warga. Mereka membuldozer rumah-rumah warga hingga rata. Hanya ada beberapa bangunan yang dipertahankan.

Ini duka yang terus diingat warga coloured atau Cape Malay. Dan, sebagian dari mereka punya darah Indonesia.

"Anda orang Indonesia harus tahu District Six. Ini tanah kebanggaan kami yang pernah direnggut dan menggoreskan banyak luka," kata Chris Mullins (54), warga coloured asal Cape Town yang mengalami perpindahan itu.

"District Six adalah rumah kami, tetapi pemerintah apartheid kemudian mengusir kami ke daerah terpencil," lanjutnya.

Setelah tumbangnya apartheid pada 1994, partai berkuasa African National Congress mengembalikan District Six kepada pemiliknya. Warga Cape Malay pun sebagian menemukan lagi tempatnya. Menjelang tahun 2003, pembangunan perumahan dimulai. Sebanyak 24 rumah akan menjadi milik orang yang berumur 80 tahun ke atas. Nelson Mandela, Presiden Afsel saat itu, menyerahkan sendiri kunci rumah secara simbolis kepada Ebrahim Murat (87) dan Dan Ndzabela (82). Tahun berikutnya, sekitar 1.600 keluarga dijadwalkan kembali ke District Six.

District Six menjadi bagian dari kisah pilu korban apartheid. Luka itu begitu dalam, hingga kisahnya masih diingat warga coloured atau Cape Malay. Bahkan, sebagian kisah itu terabadikan di dalam Museum District Six.

"Saya tak pernah melupakan kisah District Six. Anak saya pun tahu meski dia tak mengalaminya. Maka, saya selalu menyimpan semua lagu dan video yang bercerita atau berhubungan dengan District Six," tutur Chris Mullins yang dengan baik hati memberi kopi semua koleksinya tentang District Six kepada Kompas.com.

Karim lain lagi. Bapak berumur 35 tahun ini masih kecil ketika terjadi perpindahan warga District Six. Namun, dia ikut merasakan luka yang dalam setelah tahu cerita dari orangtua atau tetangganya.

"Ceritakan kisah District Six ini kepada teman-teman Anda jika sudah pulang ke Indonesia," kata Karim kepada Kompas.com dalam suatu percakapan tanggal 7 Juli 2010 lalu.

Mendiknas: Guru Sudah Lulus Sertifikasi Masih Mengecewakan

Padang (ANTARA) - Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, dari survei terhadap 21 persen guru di Indonesia yang sudah lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio ternyata hasilnya masih mengecewakan.

"Guru yang sudah ikut sertifikasi secara nasional sekitar 21 persen, sebanyak 40 persen dari jumlah disertifikasi melalui penilaian portofolio, hasil masih mengecewakan karena tak terlihat peningkatan," kata Mendiknas dalam kunjungan kerja ke Sumbar, Rabu.

Mendiknas ke Sumbar selama dua hari (Selasa-Rabu), dengan agenda meresmikan dua SDN yang dibangun donatur pascagempa, dan menggelar pertemuan dengan unsur pendidikan se-Sumatera Barat.

Survei yang dilakukan terhadap 40 persen guru telah ikut sertifikasi itu, kata Mendiknas, guna melihat apakah terjadi peningkatan atau tidak setelah mengantongi sertifikat tersebut.

Responden dalam survei dilakukan terhadap kawan sejawat, kepala sekolah dan orangtua murid, tapi hasilnya masih mengecewakan karena tidak terlihat memberi dampak yang lebih baik.

Padahal, guru yang sudah ikut sertifikasi seharusnya memberikan dampak terhadap peningkatan kualitasnya karena kesejahteraan semakin baik.

"Melihat fakta guru sudah disertifikasi hasilnya masih mengecewakan, tentu perlu upaya evaluasi ke depan," katanya dan menambahkan, negara sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk memperhatikan kesejahteraan guru.

Namun, realitanya belum seimbang dengan biaya yang dikeluarkan negara dengan peningkatan kemampuan serta kontribusi yang diberikan para tenaga pengajar.

Kondisi ini, merupakan salah satu persoalan yang tengah dihadapi pada dunia pendidikan secara nasional dari sekian banyak stok masalah pendidikan di negeri ini.

Oleh karenanya, imbau Mendiknas, unsur pendidikan jangan menambah persoalan yang ada karena stok masalah dihadapi dunia pendidikan Indonesia masih kompleks.

Urusan sertifikasi tiga tahun terakhir tidak bergerak, katanya, terkait hanya 21 persen baru terealisasi, sedangkan target harus tuntas menjelang 2014 mendatang.

Namun, kalau hanya sekitar 21 persen dalam kurun tiga tahun, bagaimana untuk melayani yang jumlahnya masih tersisa 79 persen lagi.

Mendiknas menegaskan, penerapan sertifikasi harus melihat dan mengukur kemampuan guru, sehingga tidak saja ikut-ikutan dan jangan sampai di obral.

Menurut Mendiknas, sertifikasi guru akan tetap dilanjutkan dan diharapkan sesuai dengan target hingga 2014 bisa tercapai.

Kelemahan yang ada sekarang, tentu akan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Bahkan, Kemendiknas sedang mendesign `profesi guru`, nantinya guru yang lulus harus mendapatkan sertifikat terlebih dahulu dari lembaga pendidikan guru.

Mendiknas menjelaskan, pada design `profesi guru` yang dipersiapkan sama dengan lulusan kedokteran yang belum ikut program magang dokter baru selama setahun, belum dibolehkan menyuntik orang.

Jadi, ke depan calon guru yang baru lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) belum bisa langsung mengajar dan harus dibekali secara kompetensi dan psikologi terlebih dahulu. Program ini diharapkan bisa dilaksanakan pada 2012.

"Ke depan guru yang sudah sertifikasi dievaluasi, meskipun tidak sekali setahun untuk melihat perkembangan kompetensinya. Guru juga harus ada rapor sekali setahun, meteri saja ada rapornya," kata Mendiknas.

Mendiknas: Guru Sudah Lulus Sertifikasi Masih Mengecewakan

Padang (ANTARA) - Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, dari survei terhadap 21 persen guru di Indonesia yang sudah lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio ternyata hasilnya masih mengecewakan.

"Guru yang sudah ikut sertifikasi secara nasional sekitar 21 persen, sebanyak 40 persen dari jumlah disertifikasi melalui penilaian portofolio, hasil masih mengecewakan karena tak terlihat peningkatan," kata Mendiknas dalam kunjungan kerja ke Sumbar, Rabu.

Mendiknas ke Sumbar selama dua hari (Selasa-Rabu), dengan agenda meresmikan dua SDN yang dibangun donatur pascagempa, dan menggelar pertemuan dengan unsur pendidikan se-Sumatera Barat.

Survei yang dilakukan terhadap 40 persen guru telah ikut sertifikasi itu, kata Mendiknas, guna melihat apakah terjadi peningkatan atau tidak setelah mengantongi sertifikat tersebut.

Responden dalam survei dilakukan terhadap kawan sejawat, kepala sekolah dan orangtua murid, tapi hasilnya masih mengecewakan karena tidak terlihat memberi dampak yang lebih baik.

Padahal, guru yang sudah ikut sertifikasi seharusnya memberikan dampak terhadap peningkatan kualitasnya karena kesejahteraan semakin baik.

"Melihat fakta guru sudah disertifikasi hasilnya masih mengecewakan, tentu perlu upaya evaluasi ke depan," katanya dan menambahkan, negara sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk memperhatikan kesejahteraan guru.

Namun, realitanya belum seimbang dengan biaya yang dikeluarkan negara dengan peningkatan kemampuan serta kontribusi yang diberikan para tenaga pengajar.

Kondisi ini, merupakan salah satu persoalan yang tengah dihadapi pada dunia pendidikan secara nasional dari sekian banyak stok masalah pendidikan di negeri ini.

Oleh karenanya, imbau Mendiknas, unsur pendidikan jangan menambah persoalan yang ada karena stok masalah dihadapi dunia pendidikan Indonesia masih kompleks.

Urusan sertifikasi tiga tahun terakhir tidak bergerak, katanya, terkait hanya 21 persen baru terealisasi, sedangkan target harus tuntas menjelang 2014 mendatang.

Namun, kalau hanya sekitar 21 persen dalam kurun tiga tahun, bagaimana untuk melayani yang jumlahnya masih tersisa 79 persen lagi.

Mendiknas menegaskan, penerapan sertifikasi harus melihat dan mengukur kemampuan guru, sehingga tidak saja ikut-ikutan dan jangan sampai di obral.

Menurut Mendiknas, sertifikasi guru akan tetap dilanjutkan dan diharapkan sesuai dengan target hingga 2014 bisa tercapai.

Kelemahan yang ada sekarang, tentu akan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Bahkan, Kemendiknas sedang mendesign `profesi guru`, nantinya guru yang lulus harus mendapatkan sertifikat terlebih dahulu dari lembaga pendidikan guru.

Mendiknas menjelaskan, pada design `profesi guru` yang dipersiapkan sama dengan lulusan kedokteran yang belum ikut program magang dokter baru selama setahun, belum dibolehkan menyuntik orang.

Jadi, ke depan calon guru yang baru lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) belum bisa langsung mengajar dan harus dibekali secara kompetensi dan psikologi terlebih dahulu. Program ini diharapkan bisa dilaksanakan pada 2012.

"Ke depan guru yang sudah sertifikasi dievaluasi, meskipun tidak sekali setahun untuk melihat perkembangan kompetensinya. Guru juga harus ada rapor sekali setahun, meteri saja ada rapornya," kata Mendiknas.

Sabtu, 24 Juli 2010

Awas ada Harvard "Prikitiw"



Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabiin (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu:

Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.


Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.


Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.


Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman
kita.


Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.


Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.


Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

David J. Malan, Ph.D.

Instructor

Lebih lengkap di:

http://cs50.tv/.

Harvard College


Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

INGIN AWET MUDA ? PERBAIKI KUALITAS BERPIKIR

Setiap wanita pasti ingin terlihat cantik dan awet muda. Tetapi, kesalahan dalam pola hidup, makan ataupun penyebab lain dapat membuat kita stres dan membuat wajah kita tidak cerah. Agar anda dapat terus terlihat awet muda dan segar, berikut tips yang dapat Anda terapkan.
Berpikir positif
Pikiran memang merupakan bagian yang sangat mempengaruhi kondisi tubuh kita. Stres dapat menimbulkan penyakit. Demikian pula pada wajah Anda, terlalu banyak pikiran dapat membuat wajah Anda terlihat lebih tua. Maka, berpikirlah positif dan selalu menerima apapun masalah anda sebagai sesuatu yang baik.
Pilih produk kosmetik yang sesuai
Salah memilih produk kecantikan, dapat berpengaruh buruk pada wajah anda. Maka, kenalilah jenis kulit Anda dan gunakan produk yang sesuai. Jangan terpengaruh harga atau merk tertentu, tetapi gunakan yang benar-benar sesuai dengan kulit Anda.

Gunakan tabir surya
Sinar UV pada matahari dapat menyebabkan flek dan kerutan pada wajah. Lindungi wajah Anda dengan menggunakan tabir surya bila anda harus keluar rumah. Sehingga wajah anda akan tetap terlihat bersih.
Perbanyak konsumsi buah dan sayur
Kandungan vitamin dan mineral yang terdapat dalam buah dan sayur merupakan hal yang sangat berguna bagi kesegaran wajah. Kesehatan Anda pun akan semakin baik dengan mengkonsumsinya.
Cukup tidur setiap hari
Tidur yang cukup membantu tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak. Maka, usahakan agar Anda tidur minimal delapan jam sehari agar kebutuhan ini tercukupi.
Olahraga secara teratur
Walaupun terkadang sulit untuk menyediakan waktu untuk berolahraga karena merasa lelah setelah melakukan aktivitas seharian, tapi usahakan agar Anda meluangkan waktu untuk berolahraga minimal 2 kali seminggu, agar kesehatan Anda tetap terjaga.
Make Up secara tepat
Dengan beberapa trik make up yang tepat, Anda juga dapat tampil muda dan cantik.
sumber. www.rmblitz.com

Rabu, 21 Juli 2010

MANUSIA DAN RASA INGIN TAHU

Rasa ingin tahu, juga merupakan salah satu ciri khas manusia. Ia mempunyai kemampuan untuk berpikir sehingga rasa keingintahuannya tidak tetap sepanjang zaman. Karena apa? Karena manusia akan selalu bertanya apa, bagaimana dan mengapa begitu. Manusia juga mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan pengetahuan yang baru sehingga menjadi pengetahuan yang lebih baru.
Ada dua macam perkembangan alam pikiran manusia, yakni perkembangan alam pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya dan perkembangan alam pikiran manusia, sejak zaman purba hingga dewasa ini.

Sejarah Pengetahuan Manusia

Manusia selalu merasa ingin tahu maka sesuatu yang belum terjawab dikatakan wallahualam, artinya Allah yang lebih mengetahui atau wallahualam bissawab yang artinya Allah mengetahui sebenarnya. Perkembangan lebih lanjut dari rasa ingin tahu manusia ialah untuk memenuhi kebutuhan nonfisik atau kebutuhan alam pikirannya, untuk itu manusia mereka-reka sendiri jawabannya.
A. Comte menyatakan bahwa ada tiga tahap sejarah perkembangan manusia, yaitu tahap teologi (tahap metafisika), tahap filsafat dan tahap positif (tahap ilmu). Mitos termasuk tahap teologi atau tahap metafisika. Mitologi ialah pengetahuan tentang mitos yang merupakan kumpulan cerita-cerita mitos. Cerita mitos sendiri ditularkan lewat tari-tarian, nyanyian, wayang dan lain-lain.
Secara garis besar, mitos dibedakan atas tiga macam, yaitu mitos sebenarnya, cerita rakyat dan legenda. Mitos timbul akibat keterbatasan pengetahuan, penalaran dan panca indera manusia serta keingintahuan manusia yang telah dipenuhi walaupun hanya sementara.
Puncak hasil pemikiran mitos terjadi pada zaman Babylonia (700-600 SM) yaitu horoskop (ramalan bintang), ekliptika (bidang edar Matahari) dan bentuk alam semesta yang menyerupai ruangan setengah bola dengan bumi datar sebagai lantainya sedangkan langit-langit dan bintangnya merupakan atap.
Tonggak sejarah pengamatan, pengalaman dan akal sehat manusia ialah Thales (624-546) seorang astronom, pakar di bidang matematika dan teknik. Ia berpendapat bahwa bintang mengeluarkan cahaya, bulan hanya memantulkan sinar matahari, dan lain-lain. Setelah itu muncul tokoh-tokoh perubahan lainnya seperti Anaximander, Anaximenes, Herakleitos, Pythagoras dan sebagainya.

Sejarah Perkembangan IPA

Dengan bertambah majunya alam pikiran dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos. Berkat pengamatan yang sistematis, kritis dan makin bertambahnya pengalaman yang diperoleh, lambat laun manusia berusaha mencari jawab secara rasional. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Penalaran deduktif ialah cara berpikir yang bertolak belakang dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik simpulan yang bersifat khusus. Sedangkan penalaran induktif (empiris) ialah cara berpikir dengan menarik simpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus.
Karena himpunan pengetahuan yang diperoleh dari penalaran deduktif dan induktif tidak dapat diandalkan sebagai ilmu pengetahuan maka muncullah ilmu yang secara teoretis didapat dari pengamatan dan eksperimentasi terhadap gejala-gejala alam. Konsep itu disebut Ilmu Pengetahuan Alam.

Metode Ilmiah dan Implementasinya

Pengetahuan tentang mitos, ramalan nasib berdasarkan perbintangan bahkan percaya adanya dewa diperoleh dengan cara berprasangka, berintuisi dan coba-coba (trial and error)
Suatu pengetahuan dapat dikatakan pengetahuan yang ilmiah apabila memenuhi syarat-syarat antara lain; objektif, metodik, sistematik dan berlaku umum. Salah satu syarat ilmu pengetahuan tersebut harus diperoleh melalui metode ilmiah. Kriteria metode ilmiah yang digunakan dalam penelitian antara lain harus berdasarkan fakta, bebas prasangka, menggunakan prinsip-prinsip analisis, hipotesis, berukuran objektif serta menggunakan teknik kuantitatif atau kualitatif.
Alur berpikir yang mencakup metode ilmiah dapat dijabarkan dalam langkah-langkah yang mencerminkan tahapan kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah operasional metode ilmiah, yaitu perumusan masalah, penyusun kerangka berpikir, pengajuan hipotesis, perumusan hipotesis, pengujian hipotesis, dan penarikan simpulan.
Metode ilmiah mempunyai keterbatasan maupun keunggulan. Keterbatasan metode ilmiah adalah ketidaksanggupannya menjangkau untuk menguji adanya Tuhan, membuat kesimpulan yang berkenan dengan baik dan buruk atau sistem nilai dan juga tidak dapat menjangkau tentang seni dan keindahan. Sedangkan keunggulannya, antara lain:
1.    mencintai kebenaran yang objektif dan bersikap adil;
2.    kebenaran ilmu tidak absolut sehingga dapat dicari terus-menerus;
3.    mengurangi kepercayaan pada tahayul, astrologi maupun peruntungan, dan lain-lain.
Peranan matematika terhadap IPA sangat besar, karena matematika merupakan alat bantu untuk mengatasi sebagian permasalahan menghadapi lingkungan hidupnya. Contoh pada zaman modern ini, pembuatan mesin-mesin, pabrik bahkan perjalanan ke ruang angkasa.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terbagi menjadi IPA kualitatif dan IPA kuantitatif. IPA kualitatif hanya mampu menjawab pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat aktual, sedangkan IPA kuantitatif adalah IPA yang dihasilkan oleh metode ilmiah yang didukung oleh data kuantitatif dengan menggunakan statistik.

Sumber : Buku Ilmu Alamiah Dasar karya Santi  Dewiki dkk.

Info Saja

UMUR TERBAIK UNTUK PENSIUN

Sebuah studi di Texas menemukan orang - orang yang pensiun sebelum umur 60 berkemungkinan lebih besar panjang umur 10 Tahun dibandingkan dengan orang - orang yang terus bekerja hingga umur 60 Tahun. Tanpa melihat apa pekerjaan mereka dan berapa banyak uang yang dihasilkan.


MINUM KOPI

Para periset Swedia menemukan, minum 470 ml kopi sehari dapat menurunkan resiko kanker liver sampai rata - rata 43%. Temuan ini berdasarkan data dari hampir 1/4 juta orang. Kopi kaya dengan anti oksidan yang membantu mencegah terbentuknya karsinogen.

MENYIMPAN SAYURAN

Semua sayuran dapat disimpan di dalam kulkas selama 7 hari tanpa kehilangan khasiat pencegah kankernya.





CERMATI MUSIK DI TEMPAT BELANJA

Musik klasik seperti Bethoven, Mozart dan Bach atau musik penggubah serupa yang diputar di tempat belanja dapat membuat kita lebih sophisticated. Akibatnya kita akan lebih memilih barang yang lebih mahal. Demikian menurut studi dari Texas Tech University.

5 ATURAN PIKIRAN

Mary T. Browne  dalam bukunya The Five Rules of Thought mengatakan Setiap “segi kehidupan”, kesehatan, keuangan, asmara, pekerjaan dan kebahagiaan
manusia tergantung pada pikiran dan tindakan yang muncul dari pikiran.Manusia dapat mengubah hidupnya di masa depan dengan “kekuatan pikiran”.
Tentu, dengan pikiran yang dikelola dengan benar, tak berpikir dalam gejolak emosional yang diliputi dendam, pikiran yang negatif atau destruktif. Karena dengan kekuatan pikiran yang sejalan dengan Daya Ilahi, manusia
dapat mengubah masa depannya. Karena, masa depan orang ditentukan cara orang berpikir dan bertindak. Dengan mengubah pikirannya, tak mustahil seseorang itu bisa mengubah takdirnya.
Cara berpikir ini diatur dengan 5 aturan pikiran yaitu :
1. Kita harus menentukan apa yang kita inginkan
2. Lihat dan bayangkan hal itu telah terjadi
3. Jangan ragu-ragu
4. Kita harus mempunyai keyakinan
5. Ketekunan membawa hasil
Dalam bukunya ini Mary juga berpesan bahwa " HATI-HATILAH DENGAN APA YANG ANDA PIKIRKAN ".

GURU BUKAN GURUH DAN BUKAN BURUH

Judul tulisan ini terinspirasi dari salah satu kegiatan pelatihan peningkatan kompetensi para guru di suatu tempat yang banyak dihadiri oleh guru sebagai peserta dan stekholder pendidikan hadir sebagai tamu undangan pada acara pembukaan.
Kala itu seorang professor yang senior yang sudah lama berkecimpung di bidang pendidikan tingkat Nasional bahkan Internasional di undang untuk memberikan sambutan. Dalam sambutannya beliau mengatakan “guru bukan guruh dan juga bukan buruh.” Maksud dari si professor, guru tidak harus bersuara menggelegar bagai guruh untuk menakuti siswa dan guru juga bukan buruh yang kerja karena dibayar.
Dalam benak si professor, guru adalah seseorang dengan misi mulia di muka bumi ini yang tampil dengan perilaku yang patut digugu dan ditiru. Guru adalah seseorang yang mempunyai nurani yang terpanggil untuk menjadi “pendidik” dan bukan sekedar menjadi pengajar.
Guru adalah orang yang mempunyai wawasan keilmuan, skill pedagogi (seni mendidik anak) yang mumpuni serta memiliki kepribadian yang baik dan bijak. Sungguh suatu penyampaian yang memproyeksikan diri dari sang professor. Sebab masih tergambar dalam ingatan saya ketika masa kuliah dimana professor ini sebagai dosen kami saat itu, beliau adalah dosen yang selalu dinantikan oleh mahasiswa  kehadirannya sebab 2 jam kuliah beliau, bagi kami mahasiswa terasa sangat singkat. Pada setiap kehadirannya beliau bisa menghipnotis mahasiswa dengan wawasan keilmuan yang selalu fresh, dibalik strategi mengajar konvensionalnya sang professor bisa menghadirkan gaya bahasa yang terstruktur dan enak disimak. Boleh dikata saat itu kami sangat merasa rugi jika melewatkan kuliah yang diberikan oleh beliau sebab satu hal baru dan ilmu komunikasi yang baik telah terbuang karena absen. Padahal kala itu media yang ada hanya whiteboard plus spidol, belum ada perangkat teknologi audio visual seperti sekarang.

Kenyataan di lapangan saat ini, hanya sekitar 10 sampai 15% guru yang masih tetap menjaga profesionalismenya sebagaimana yang digambarkan oleh maksud sang professor tadi, dibandingkan dengan jumlah guru “professional” yang diakui melalui seritifikat profesi yang mereka kantongi. Dengan asumsi bahwa dari guru yang tersertifikasi sebanyak 1000 orang, hanya ada 100 s.d 150 orang yang benar-benar professional baik dari segi wawasan keilmuan, skill pedagogi, berkepribadian baik dan mampu beradaptasi dengan teknologi informasi. Sisanya ? Masih tetap guru yang mengantongi sertifikat. Ini memang belum hasil analisis atau manipulasi data statistic dari survey resmi, ini semata-mata adalah pengamatan lapangan dari kami yang berkecimpung dalam lingkup decision maker bidang pendidikan di daerah yang sangat memperhatikan pendidikan masyarakatnya.
Bagi guru sertifikasi adalah reward sebesar gaji pokok perbulannya atas pengakuan profesionalisme guru yang bersangkutan, sekaligus peningkatan kesejahteraan bagi guru sehingga dalam hitungan nominal atas penghasilan per bulannya berarti seorang guru tersertifikasi bisa lebih besar penghasilannya dari seorang pejabat eselon III di lingkungan jabatan structural pada pemerintahan daerah. Sungguh suatu penghargaan dan perhatian dari pemerintah pusat bagi para guru.
Tapi apakah hal ini sudah sebanding dengan peningkatan mutu pendidikan yang merupakan finishing dan tuntutan dari proses hasil kerja guru ? Mereka yang kontra persepsi seperti biasa akan saling tuding dan mengatakan, bahwa indicator mutu itu banyak dan guru hanya salah satunya. Pendapat itu bisa dibenarkan. Tapi ingat, guru adalah komponen yang paling penting dan paling berperan dari sekian indicator tentang mutu itu sendiri.
Di lapangan kami juga banyak menjumpai guru yang belum mengantongi sertifikat atau belum tersertifikasi bisa dikatakan lebih professional dibandingkan guru yang tersertifikasi. Mengapa demikian ? Mengapa mereka yang professional ini belum disertifikasi ? Sebab sertifikasi atau pengakuan profesionalisme seorang guru dalam aturannya dinilai dari pendidikan terakhirnya, masa dinas minimal, tebalnya portofolio yang mampu mereka bukukan, usia maksimal bagi yang belum sarjana serta pangkat yang disandang. Jadi guru yang dalam kategori dipandang professional tapi junior ini belum mampu memenuhi aturan tersebut sehingga belum bisa mengantongi sertifikat profesi. Proses penilaian ini wajar, sebab siapa yang bisa mengamati dan menilai satu per satu lebih kurang  4 juta guru di Indonesia hanya untuk menyatakan guru tersebut sudah professional atau belum ?
Karenanya terlepas dari hiruk pikuk para pembuat opini yang berdebat pro kontra tentang sertifikasi guru, alangkah baiknya jika para guru khususnya yang tersertifikasi, memiliki tanggung jawab moral sebagai pendidik yang terpanggil nuraninya dan menyadari sebagai mahluk yang dipilih Tuhan untuk menjalankan misi mulia di muka bumi ini untuk mencerdaskan setiap generasi yang dilahirkan, sehingga sesuai dengan apa yang dinasehatkan oleh professor di atas bahwa guru memang tidak harus bersuara seperti guruh dan juga tidak berperilaku seperti buruh.-

By,Peace...Education For All...-http://pendidikan-keilmuan.blogspot.com-

Minggu, 18 Juli 2010

Awas Ada Harvard "Prikitiw"



"Banyak orang ingin membangun kehidupan yang besar, tetapi hanya membiasakan diri dengan peran yang kecil. Kita ingin TERBANG SEPERTI RAJAWALI, tetapi MENGGUNAKAN SAYAP BURUNG PIPIT. Mulai hari ini, angkat tangan Anda dan katakan PLEASE USE ME! GUNAKANLAH SAYA UNTUK TUGAS-TUGAS YANG BESAR. Kemudian patuhlah kepada guru dan penasehat, agar Anda mewarisi kemampuan yang telah menjadikan mereka berjaya."
~Mario Teguh~

Jumat, 16 Juli 2010

Universitas Stanford

Research Interest List

A


Academic Performance Standards
|Martin Carnoy | Edward Haertel |

Academic Restructuring
|Linda Darling-Hammond | Patricia J. Gumport | Rachel Lotan |

Access and Equity
|Jennifer Adams | Anthony Antonio | Brigid Barron |
Kenji Hakuta | Rachel Lotan | Ray McDermott |
Nailah Suad Nasir | Christine Min Wotipka |


Achievement and Motivation
|Susanna Loeb | Deborah Stipek |

Achievement Tests
|Edward Haertel |

Adolescent Development
|William Damon | Linda Darling-Hammond |
Teresa LaFromboise | Amado Padilla |

Affirmative Action
|Anthony Antonio | Martin Carnoy | Kenji Hakuta |

Anthropology and Education
|Shelley Goldman | Ray McDermott |

Applied Econometrics
|Martin Carnoy | Susanna Loeb |

Applied Statistics in Educational Research
|David Rogosa |

Assessment
|Anthony Bryk | Michael Kamil |

Assessment By Teachers
|Linda Darling-Hammond |

Assessment Policies
|Martin Carnoy | Linda Darling-Hammond |
Edward Haertel | Michael Kamil |


B

Bilingual Education / ESL
|Claude Goldenberg | Kenji Hakuta | Amado Padilla | Guadalupe Valdes |

C

Career Counseling
|John Krumboltz |


Charter Schools|Anthony Bryk | Martin Carnoy |
Linda Darling-Hammond | Susanna Loeb |
Debra Meyerson | Deborah Stipek |


Chinese Education and Society
|Jennifer Adams |

Civic Education
|Eamonn Callan | William Damon | Daniel McFarland |

Classroom Dynamics
|Hilda Borko | Connie Juel | Rachel Lotan | Daniel McFarland |

Cognition in the Humanities
|Sam Wineburg |

Cognitive Development
|Kenji Hakuta | Connie Juel | Aki Murata |
Nailah Suad Nasir | Roy Pea | Daniel Schwartz |

Cognitive Psychology
|Kenji Hakuta | Connie Juel | Michael Kamil | Roy Pea | Daniel Schwartz |

Cognitive Psychology of Interpretation
|Sam Wineburg |


Collaborative Learning & Problem Solving
|Brigid Barron | Hilda Borko | Roy Pea |

Communication Analysis
|Ray McDermott | Daniel McFarland |

Community Involvement
|Nicole Ardoin | Teresa LaFromboise |

Community/Youth Development and Organizations
|Nicole Ardoin | Brigid Barron | Teresa LaFromboise |
Daniel McFarland | Milbrey McLaughlin |

Counseling
|John Krumboltz | Teresa LaFromboise |

Credentialing / Preparation
|Linda Darling-Hammond | Susanna Loeb | Rachel Lotan |

Cultural Studies
|Bryan Brown | Teresa LaFromboise | Ray McDermott | Amado Padilla |

Curriculum and Instruction
|Maren Aukerman | Arnetha F Ball | Linda Darling-Hammond |
Shelley Goldman | Connie Juel | Rachel Lotan |
Aki Murata | Roy Pea | John Willinsky | Sam Wineburg |

D


Decision Making
|Hilda Borko | Daniel McFarland |

Design and Analysis of Longitudinal Research
|David Rogosa |


Design Experiments
|Brigid Barron | Roy Pea |

Development of Historical Consciousness
|Sam Wineburg |

Dispersed Leadership
|Debra Meyerson |

Distance Education
|Roy Pea |

Diversity
|Anthony Antonio | Arnetha F Ball | Ira Lit | Debra Meyerson | Aki Murata |


Sumber:

Sekolah Pendidikan Universitas Stanford

Hikmah dari Sebuah Perpustakaan Mini

Tidak terasa, pada tanggal 16 Juli 2010 sudah masuk bulan ke-lima perpustakaan mini yang dikelola Azkia (7 tahun 9 bulan) dibuka. Dengan jadwal buka rutin 2 kali seminggu (RAbu dan Sabtu) perpustakaan ini menjadi ajang latihan praktis buat Azkia mengembangkan beberapa kemampuan dan keterampilan, serta mengenalkan arti sebuah konsistensi secara nyata.

Melalui aktivitas sederhana ini, ada beberapa hal yang sepertinya Azkia sadari memberi nilai plus untuk dirinya, sebagai anak yang tidak bersekolah formal, di antaranya:

1. Karena mau tidak mau dia harus mencatat semua pengembalian dan peminjaman buku, maka otot menulisnya menjadi makin terlatih. Pelajaran penting yang saya rasakan: Karena saya tidak terlalu banyak memberi koreksi dan menilai tulisan dia, ternyata hasilnya justru di luar dugaan. Tulisan Azkia sekarang makin rapi dan bagus.

2. Dia jadi belajar untuk tenang/tidak gugup saat menghadapi antrian para peminjam yang ingin bukunya dicatat. Kadang-kadang, anak-anak yang datang tidaklah sendirian, melainkan berombongan antara 5 - 10 orang. Awalnya Azkia terlihat tegang, tapi sekarang dia enjoy aja dengan hal itu.

3. Mulai tumbuh sikap bertanggung jawab dalam hal ini, karena saya nyaris melepaskan hampir seratus persen tanggung jawab mengurus perpustakaan pada Azkia. Dari mulai merapikan buku-bukunya, mendata bukunya (termasuk jika ada buku baru), sampai mencatat pengembalian dan peminjaman, semua dia yang mengerjakan dengan senang hati. Hari Rabu dan Sabtu menjadi hari penting buat dia, dan dia selalu ingat dengan tanggung jawab itu.

4. Perpustakaan kami tidak memungut biaya peminjaman dan Azkia juga tidak dibayar. Hal itu menjadi sebuah sarana mengenalkan konsep volunteer pada dirinya, sebelum nanti dia berkenalan dengan kegiatan yang bermotif ekonomi ^_^.

5. Perpustakaan membuat Azkia berinteraksi dengan banyak anak dari berbagai usia. Saya kira, hal itu menjadi ajang dia melatih kepercayaan diri dan juga cara berkomunikasi. Apalagi sekarang jumlah anggota perpustakaan sudah mencpai 50-an anak. Saya kira itu bukanlah jumlah yang sedikit.

Hal yang masih belum mulai kami kembangkan adalah memberdayakan perpustakaan mini ini menjadi sekaligus tempat anak-anak (para anggota) menambah keterampilan dan wawasan. Suatu hari nanti, insha Allah akan bergerak ke arah sana.

Negeri Para Bedebah


Tayang ulang puisi
karya: Adhie Massardi
Ada satu negeri yang dihuni para bedebah
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah
Dari langit burung-burung kondor jatuhkan bebatuan menyala-nyala

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah

Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedang rakyatnya hanya bisa pasrah

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi,
Dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan

Inspirasi Dari Orang Yang Belajar Sambil Ngantuk

    Kalimat - kalimat inspirasi ini bukan lahir dari perenungan para filsuf, ini murni lahir dari mengamati dan menjalani kehidupan sosial sehari-hari sehingga penulis terinspirasi darinya.
    Mungkin kalimat-kalimat ini tidak terlalu puitis karena memang penulis sendiri tidak terlalu mahir dalam menggunakan kalimat terangkai layaknya dalam penulisan karya seni sastra. Hanya saja tulisan ini dipublish dengan harapan dapat bermanfaat bagi pembacanya untuk memaknainya dan mengambil sesuatu yang mungkin bisa berguna dalam membangun pemikiran yang lebih matang dalam menjalani hidup dan jauh dari keinginan untuk menggurui.

  1. Ketika penguasa menjadi hakim maka hukum bukan lagi menjadi tempat berlindung.
  2.  Imajinasi, kemauan dan ketekunan adalah bagian kecerdasan yang terabaikan.
  3.  Jiwa besar tidak akan pernah lahir dari mental yang kerdil.
  4.  Banyak membaca hanya membuat pikiran tdk mampu melahirkan ide murni. (yang ini punya Abah Einstein).
  5. Tak ada pahlawan yang tanpa luka.
  6. Pahlawan ada karena penjahatnya ada.
  7.  Buah yang terlalu manis terkadang banyak ulatnya.
  8.  Marah dalam semenit telah membuat kita kehilangan kebahagiaan dalam 60 detik.
  9.  Tuhan telah menciptakan hidup dengan seimbang, jangan buat dia menjadi timpang.
  10. Kegiatan besar terkadang hanya lahir dari ide kecil yang murni.
  11. Menulislah jika kamu tdk mahir dalam berkata-kata.
  12.  Dekadensi moral terjadi karena keimanan yang tdk lagi dipahami.
  13.  Banyak orang yang bisa membantu tapi hanya sedikit yang bisa tulus.
  14.  Kadang kita terpaku lama di depan pintu yang dijumpai tertutup sehingga kita tidak menyadari bahwa pintu yang lain masih terbuka untuk kita.
  15.  Jujur menjadi kebaikan yang beresiko pada pemerintahan yang korup.
  16.  Berlian lahir dari bongkahan batubara yang terhimpit tekanan dalam waktu yang lama.
  17.  Anak tidak pernah belajar apapun dari guru yang selalu menceramahinya.
  18.  Sekali berbohong berarti membuat kebohongan baru untuk menutupinya.
  19. Hidup adalah sandiwara yang disutradarai oleh para pemainnya sendiri-sendiri.
  20. Mengatakan sesuatu lebih mudah daripada mengerjakannya sebab energi yang terpakai untuk keduanya juga sangat berbeda.
  21.  Banyak orang yang merasa pintar tapi tidak pintar merasa.
  22.  Sesuatu yang berharga belum tentu bermanfaat, tapi sesuatu yang bermanfaat pasti dihargai.
  23.  Orang pintar bisa dikalahkan oleh orang cerdas, tapi mereka selalu kalah dari orang beruntung.
  24.  Siang dan malam senantiasa mengajarkan kita bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini dan waktu yang menyertainya adalah mesin hitung yang tidak pernah salah.
  25.  Kehidupan telah dijadikan Tuhan menjadi kitab ilmu yang maha luas, belajarlah darinya.
   Sekian dulu brother, bukan bermaksud menyaingi socrates he..he..tapi sekedar menjaring pahala dengan share hal-hal yang positif.

Teori perkembangan kognitif

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:

  •      Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
  •      Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
  •      Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
  •      Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1.    Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2.    Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3.    Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4.    Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5.    Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6.    Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
     Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
     Universal (tidak terkait budaya)
     Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
     Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
     Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
     Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Referensi:
     Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic Books.
     Piaget, J. (1977). The Essential Piaget. ed by Howard E. Gruber and J. Jacques Voneche Gruber, New York: Basic Books.
     Piaget, J. (1983). "Piaget's theory". In P. Mussen (ed). Handbook of Child Psychology. 4th edition. Vol. 1. New York: Wiley.
     Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.
     Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241–259.
     Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press.
     Seifer, Calvin "Educational Psychology"
     Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth Publishers.

Kamis, 15 Juli 2010

Awas Ada Harvard "Prikitiw"




"Sedangkan ketakaburan dapat mempersempit wawasan tentang Islam. Dan tentu sikap seperti itu akan menjadi benalu bagi umat. Sifat takabur bersumber dari rasa diri memiliki kelebihan, lalu timbul bangga diri, rindu dan gemar dipuji. Kemudian menganggap orang lain tidak seperti dirinya, lebih remeh dan lebih rendah daripadanya, yang kesemuanya ini diwujudkan dalam gerak-geriknya."

~Aa Gym~

David J. Malan, Ph.D.

Instructor

Lebih lengkap di:

dmalan@harvard.edu
http://www.cs.harvard.edu/malan/

http://cs50.tv/.

Harvard College

blog.cs50.net.

Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih

Selasa, 13 Juli 2010

PROFIL KEMAMPUAN GENERIK SAINS CALON GURU FISIKA DALAM KEGIATAN EKSPERIMEN FISIKA DASAR I

PROFIL KEMAMPUAN GENERIK SAINS CALON GURU FISIKA DALAM KEGIATAN EKSPERIMEN FISIKA DASAR I

Achmad Samsudin, M.Pd.1, Dra. Heni Rusnayati, M.Si.2
1Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI, Bandung, 40154
2Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI, Bandung, 40154

Email: achmadsamsudin@yahoo.com


ABSTRAK

Untuk mengetahui profil kemampuan generik sains calon guru fisika dalam Eksperimen Fisika Dasar I (EFD I), penelitian dilakukan pada kegiatan eksperimen translasi rotasi, kombinasi pegas, dan resonansi. Generik Sains merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap individu dalam hal ini adalah calon guru fisika. Kemampuan Generik Sains yang diamati dan diteliti meliputi kemampuan membuat grafik (MG) dan kemampuan membaca/membuat simbol matematik (MS). Kemampuan generik sains sangat dibutuhkan bagi calon guru fisika, terutama pada kemampuan membuat grafik dan membaca simbol matematik. Karena hampir semua konsep fisika yang ada, memerlukan analisis menggunakan grafik dan memerlukan simbol matematis dalam menyatakan persamaan fisika. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan subjek penelitian adalah salah satu kelas EFD I di salah satu LPTK Jawa Barat. Data penelitian yang bersifat kualitatif dikumpulkan dan dianalisis dari laporan akhir praktikum mahasiswa, dengan dikuantitaifkan terlebih dahulu menggunakan skala Liekert (1, 2, 3, 4, dan 5). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca simbol matematik sudah cukup baik, sedangkan pada kemampuan membuat grafik masih tergolong sedang. Kesalahan (kelemahan) terbesar dalam kemampuan generik sains calon guru fisika yaitu pada kemampuan membuat grafik khususnya kemampuan membuat batas ujung atas dan bawah grafik. Akibat kesalahan tersebut, analisis data yang dihasilkan dengan grafik manual cenderung jauh lebih kurang teliti dibandingkan dengan analisis menggunakan software Origin 5 atau excel berbantuan komputer.

Keywords: Profil Calon Guru Fisika, Generik Sains, dan Ekperimen.

PENDAHULUAN

Laboratorium merupakan suatu tempat, atau ruangan yang dilengkapi dengan peralatan tertentu untuk melakukan suatu percobaan atau penyelidikan (Margono, 2000). Dalam melakukan kegiatan laboratorium (bereksperimen) bukan hanya kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan memanipulasi alat saja yang dilatihkan, tetapi keterampilan dasar mahasiswa juga perlu mendapatkan penekanan. Salah satu keterampilan dasar yang perlu dikembangkan adalah keterampilan generik sains/KGS (Generic Skills). Karena keterampilan generik sains merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki semua orang terutama untuk mahasiswa calon guru fisika. Pada dasarnya, mahasiswa calon guru fisika akan menjumpai banyak tuntutan dan pemecahan masalah yang dihadapi di lapangan.
Peran keterampilan generik sains dalam pelaksanaan praktikum fisika sangat penting dalam rangka mendukung pembelajaran dan memberikan penekanan pada aspek proses dan produk sains. Hal ini didasarkan pada tujuan pembelajaran fisika sebagai proses yaitu meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sehingga siswa tidak hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga mampu berpikir sistematis, obyektif, dan kreatif. Untuk memberikan penekanan lebih besar pada aspek proses, siswa perlu diberikan keterampilan seperti mengamati, menggolongkan, mengukur, berkomunikasi, menafsirkan data, dan bereksperimen secara bertahap sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir siswa dan materi perkuliahan yang sesuai dengan kurikulum Sumaji (Gunawan et al., 2009). Laboratorium dalam pembelajaran fisika memiliki peranan yang sangat penting. Diantara peran tersebut yaitu: Pertama, sebagai wahana untuk mengembangkan keterampilan dasar (keterampilan generik sains) mengamati atau mengukur dan keterampilan proses lainnya seperti mencatat, membuat tabel, membuat grafik, menganalisis data, menarik kesimpulan, berkomunikasi, dan bekerjasama dalam tim. Kedua, laboratorium sebagai wahana untuk membuktikan konsep atau hukum-hukum alam sehingga dapat lebih memperjelas konsep yang telah dibahas sebelumnya. Ketiga, sebagai wahana mengembangkan keterampilan berpikir melalui proses pemecahan masalah dalam rangka siswa menemukan konsep sendiri. Melalui peran ini laboratorium telah dijadikan wahana untuk learning how to learn Wiyanto (Gunawan et al., 2009); Samsudin, Suyana, dan Suhendi (2009). Selain hal tersebut, menurut Brotosiswoyo (Taufiq & Wiyono, 2009), keterampilan generik sains yang didapat dari proses pembelajaran dimulai dengan pengamatan tentang gejala alam (1) pengamatan (langsung maupun tak langsung), (2) kesadaran akan skala besaran (sense of scale), (3) bahasa simbolik, (4) kerangka logika taat azas (logical self-consistency), (5) inferensi logika, (6) hukum sebab akibat (causality), (7) pemodelan matematik, dan (8) membangun konsep.
Berkaitan dengan metode laboratorium ini, maka kegiatan laboratorium dirancang dengan tujuan utamanya yaitu melatih mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan dasar salah satunya keterampilan generik sains mahasiswa calon guru dalam berpraktikum. Keterampilan generik sains mahasiswa dalam proses sains cenderung dan sering kurang mendapatkan perhatian. Contohnya keterampilan dalam membuat grafik, mahasiswa sering mengalami kesulitan yang cukup berarti dan mereka juga belum tahu pasti harus bagaimana membuat grafik dengan tepat. Hal ini dapat terlihat dari hasil laporan eksperimen mahasiswa dalam kegiatan perkuliahan Eksperimen Fisika Dasar I (EFD I). Selain itu, penggunaan simbol matematis dalam menampilkan fenomena fisis juga belum mendapatkan sentuhan yang cukup berarti dari berbagai pihak dosen. Padahal keterampilan generik sains dalam hal menggunakan simbol matematik sangat penting sekali bagi mahasiswa calon guru.
Permasalahan tersebut membutuhkan analisis dan kajian sesuai dengan pengembangan keterampilan mahasiswa calon guru dalam membuat grafik dan memungkinkan juga mahasiswa untuk menggunakan simbol-simbol matematik dalam kehidupan sehari-harinya sebagai seorang guru fisika kelak. Maka dari itu, peran generik sains sangat besar bagi mahasiswa calon guru fisika sebagai bekal kelak di dunia kerja maupun sekolah (kampus). Keterampilan generik sains yang diteliti dalam penelitian ini yaitu pada keterampilan mahasiswa calon guru untuk membuat grafik (MG) hubungan suatu fungsi tertentu dan keterampilan membaca/menuliskan/membuat simbol matematik (MS) dalam manifestasi matematika sebagai bahasa sains khususnya fisika.
Dalam artikel ini dipaparkan hasil studi deskriptif kualitatif tentang profil kemampuan generik sains calon guru fisika dalam kegiatan Eksperimen Fisika Dasar I. Studi penelitian deskriptif ini dilakukan di salah satu LPTK Jawa Barat dengan mengambil mata kuliah EFD I khususnya konsep translasi rotasi, kombinasi pegas, dan resonansi yang menjadi bidang kajian. Ketiga konsep yang dieksperimenkan dalam EFD I merupakan beberapa konsep penting dalam fisika, karena menjadi dasar beberapa konsep lanjutan lainnya. Karena ketiga konsep tersebut merupakan manifestasi dari konsep dalam mata kuliah mekanika, getaran, dan gelombang.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif menggunakan metode analisis kuantitatif dari data kualitatif deskriptif terhadap laporan akhir eksperimen mahasiswa dalam kegiatan EFD I tentang identifikasi keterampilan generik sains pada konsep translasi rotasi, kombinasi pegas, dan resonansi. Sehingga yang menjadi bahan dasar (data) dalam penelitian ini adalah laporan akhir mahasiswa pada EFD I. Sampel penelitian berjumlah 22 mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Angkatan 2009 mahasiswa perkuliahan Eksperiemn Fisika Dasar I dengan kode mata kuliah FI 111. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa laporan akhir eksperimen mahasiswa yang terdiri dari bagian: judul, tujuan eksperimen, landasan teori, alat dan bahan, langkah kerja, data, analisis data dan pembahasan, serta kesimpulan. Semua yang terkait dengan ketiga topik ini dianalisis menggunakan skala Liekert (1, 2, 3, 4, dan 5). Cara ini (skala Liekert) digunakan untuk menkuantisasi data-data yang bersifat deskriptif kualitatif menjadi lebih kuantitatif. Sehingga mempermudah dalam menganalisis dan membahas setiap data yang diperoleh.
Data diberikan skor 1 sampai dengan 5 yang mengandung arti bahwa: jika data kualitatif diberikan skor 1, maka data tersebut tergolong sangat rendah peran keterampilan generik sains-nya; jika data kualitatif diberikan skor 2, maka data tersebut tergolong rendah KGS-nya; jika data kualitatif diberikan skor 3, maka data tersebut tergolong sedang KGS-nya; jika data kualitatif diberikan skor 4, maka data tersebut tergolong tinggi KGS-nya; jika data kualitatif diberikan skor 5, maka data tersebut tergolong sangat tinggi KGS-nya. Setiap data yang sudah dikuantisasi disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk mempermudah menganalisisnya tanpa mengurangi nilai-nilai data deskriptif kualitatifnya.




HASIL DAN DISKUSI

Profil keterampilan generik sains mahasiswa calon guru dapat ditampilkan dalam Gambar 1 di bawah. Menuliskan simbol matematik yang paling tinggi terjadi pada konsep translasi rotasi yaitu sebesar 4,62 yang terogolong peran KGS sangat tinggi. Berurutan kemudian yaitu osilasi pegas 4,47 yang tergolong peran KGS sangat tinggi dan resonansi 3,93 yang tergolong peran KGS tinggi. Sedangkan untuk KGS pada keterampilan membuat grafik, paling tinggi yaitu osilasi pegas 3,67 yang tergolong peran KGS tinggi. Pada konsep resonansi dan translasi rotasi mencapai skor yang sama yaitu 2,71 yang tergolong dalam peran KGS sedang.
Secara jelas, gambaran data yang terlihat menunjukkan keterampilan generik sains dalam menuliskan simbol matematik berada pada kategori yang tinggi dan sangat tinggi dibandingkan dengan keterampilan generik sains dalam membuat grafik berada pada kategori sedang dang tinggi untuk setiap konsep. Hal ini terjadi lebih dikarenakan mahasiswa calon guru sudah cukup terlatih dengan penggunaan simbol matematik sebagai penggambaran arti fisis suatu konsep fisika. Sedangkan keterampilan membuat grafik masih sangat jarang terlihat dan dilatihkan kepada masiswa untuk mata kuliah yang terkait. Sehingga profil keterampilan menuliskan simbol matematis sangat tinggi capaiannya dibandingkan dengan keterampilan membuat grafik. Selain hal tersebut, membuat grafik memerlukan keterampilan yang lebih komplek dibandingka dengan hanya sekedar menuliskan simbol matematis, seperti halnya saat memberikan garis utama pada sebaran data. Sering kali mahasiswa lebih mementingkan banyaknya titik yang terlewati dibandingkan dengan simpangan baku (standard deviation) dari data tersebut. Capaian yang kurang maksimum (sedang) dalam keterampilan membuat grafik juga terletak pada saat membuat batas ujung antara garis utama dan garis bayangan (garis untuk simpangan baku terluar atas dan terluar bawah). Masih sangat sering terlihat dalam grafik, mahasiswa tidak menggambarkan batas ujunga tegak lurus dengan sumbu x nya melainkan tegak lurus dengan antar garisnya. Hal-hal tersebut mengakibatkan hasil analisis grafik secara manual dibandingkan dengan analisis grafik dari software Origin 5 maupun Microsoft Excel 2007 cenderung menyimpang cukup jauh. Sehingga kepresisian dan keakuratan data menggunakan analisis grafik manual cenderung lebih menyimpang dibandingkan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer. Padahal keterampilan dalam membuat grafik merupakan salah satu keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa calon guru.

Gambar 1. Profil Keterampilan Generik Sains Mahasiswa Calon Guru Fisika dalam Kegiatan EFD I

Keterangan:
MS = Membuat/menuliskan simbol matematik
MG = Membuat grafik
OP = Osilasi Pegas
RS = Resnonansi
TR = Translasi Rotasi

Kategori Keterampilan Generik Sains (KGS):
0 < X< 1 = KGS sangat rendah
1 < X< 2 = KGS rendah
2 < X< 3 = KGS sedang
3 < X < 4 = KGS tinggi
4 < X < 5 = KGS sangat tinggi

Capaian KGS yang cukup tinggi dalam kegiatan EFD I, ternyata sejalan dengan hasil penelitian para ahli yang mengkaji KGS dalam pembelajaran fisika untuk berbagai konsep materi, seperti hasil penelitian Darmadi; Riyad et al. (Mubarrak, 2009) yang mengungkapkan bahwa model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan generik sains mahasiswa calon guru. Dalam penelitian kali ini tidak fokus pada penerapan model pembelajarannya, melainkan ingin menunjukkan pentingnya pembekalan keterampilan generik sains bagi calon guru fisika. Sehingga sangat penting untuk dilakukan penelitian lanjutan agar mahasiswa yang mempunyai profil KGS rendah dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains supaya lebih bermakna. Down dan Hill (Mubarrak, 2009) menyatakan bahwa tujuan generic skill adalah agar pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar akan dapat diaplikasikan pada bidang kehidupan sosial, teknologi atau pada setiap perubahan konteks, namun yang lebih utama adalah menghasilkan efisiensi yang lebih besar melalui pengetahuan yang lebih efektif dan penggunaan kecakapan.
Hasil penelitian terdahulu yang menarik yaitu muncul dari Mubarrak (2009) yang melaporkan bahwa pandangan bahwa generic skills (KGS) diartikan sebagai kecakapan yang diperoleh dari hasil pembelajaran atau pelatihan (kegiatan eksperimen) yang bisa diaplikasikan atau diadaptasikan pada situasi yang baru dan berbeda. Kecakapan generik memiliki karakteristik yang membedakan dan menyerupai kelompok kecakapan terkait, namun memenuhi kebutuhan dan tantangan yang meningkat di tempat kerja pada waktu yang berbeda sebagai kemajuan perubahan teknologi, social, dan perubahan konteks. Pandangan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan sains menurut Hodson (1992); Salganik dan Stephens (2003) dalam Mubarrak (2009) yaitu: (a) belajar sains, untuk memahami gagasan-gagasan yang dihasilkan oleh sains (yaitu, konsep-konsep, model-model, dan teori-teori), (b) belajar tentang sains, untuk memahami isu-isu penting di dalam filsafat, sejarah, dan metodologi dari sains, dan (c) belajar untuk menggunakan sains, agar mahasiswa mampu melakukan aktivitas kepemimpinan dan mewujudkan pengetahuan ilmiah dalam kehidupannya. Selanjutnya dikatakan bahwa: generic skills sebagai instrumen untuk mengatasi masalah kebutuhan skills di masa sekarang (masa itu) maupun di masa yang akan datang. Kebutuhan skills didasarkan pada antisipasi pada perubahan sosial, teknologi, dan kompetisi global. Peningkatan keterampilan generik sains siswa yang dicapai sebagaimana penjelasan di atas tidak terlepas dari peran penting proses pembelajaran. Proses pembelajaran pada konsep translasi rotasi, resonansi, dan osilasi pegas yang berhasil terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi di luar model yang diimplementasikan. Pentingnya pengelolaan proses pembelajaran dimulai dari penetapan tujuan sebangaimana pendapat Smith et al (Mubarrak, 2009), penetapan tujuan dan sasaran umum dalam setiap program atau kurikulum yang direncanakan selalu melibatkan terminologi generik yang umum pula. Panduan pada para pengembang kurikulum terhadap seleksi skills yang diperlukan bagi fungsi sosial dan pencapaian usaha bagi pengembangan manusia sepanjang masa. Hal ini sangat sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan peran generik sains dalam kehidupan di masa akan datang sangat diperlukan oleh mahasiswa calon guru.

KESIMPULAN

Dari analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh temuan bahwa profil mahasiswa calon guru fisika dalam membekali keterampilan generik sains sebagai salah satu keterampilan dasar yang harus dimiliki menunjukkan hasil yang cukup baik untuk keterampilan menuliskan simbol matematik dan kurang (hanya cukup) mengasah keterampilan membuat grafik. Sehingga perlu disarankan supaya pembekalan keterampilan sains khususnya membuat grafik perlu ditingkatkan lagi. Karena kedua keterampilan generik sains ini sangat diperlukan oleh mahasiswa calon guru di dunia nyata kelak. Keterampilan Generik Sains (KGS) sangat penting dibekalkan kepada mahasiswa calon guru, untuk memecahkan setiap permasalahan fisis yang komplek menjadi lebih sederhana dan mudah dipecahkan di kehidupan nyata (life skills).

DAFTAR PUSTAKA

[1] Gunawan et al. 2009. Developing Virtual Laboratory for Teaching Modern Physics, Proceeding International Seminar on Science Education, 386-395.
[2] Margono, H. 2000. Metode Laboratorium. Malang: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang Press.
[3] Mubarrak, L. 2009. The Web-Based Learning Model On Dynamic Fluid Concept To Improve Student’s Science Generic Skills, Proceeding International Seminar on Science Education, 484-495.
[4] Samsudin, A, Suyana, I, & Suhendi, E. 2009. Using Of “CELS” In Basic Physics Experiment To Improve Learning Motivation And To Develop Performance Skills Of Student, Proceeding International Seminar on Science Education, 314-320.
[5] Taufiq & Wiyono, K. 2009. The Application of Hypothetical Deductive Learning Cycle Learning Model To Improve Senior High School Students’ Science Generic Skills On Rigid Body Equilibrium, Proceeding International Seminar on Science Education, 641-648.