Siapa yang punya anak, adik, atau keponakan usia sekolah (TK sampai perguruan tinggi) pasti pernah mengalami peristiwa ini. Setelah proses pendaftaran selesai dan biaya-biaya sekolah yang tercantum di lembar registrasi dibayar lunas, ternyata pihak sekolah mengundang orang tua untuk rapat. Lalu apa yang dibicarakan? Tentu terlalu membuang waktu kalau rapat itu diselenggarakan tanpa tujuan yang menguntungkan sekolah.
Ya, biasanya rapat itu membicarakan tentang uang sumbangan lain-lain yang diminta sekolah. Namanya bisa macam-macam: Mungkin DSP (Dana Sumbangan Pembangunan), Dana pengembangan akademik, iuran, dan lain-lain. Intinya adalah permintaan dana ekstra di luar SPP, yang jumlahnya nanti disesuaikan dengan hasil tawar-menawar orang tua dan sekolah. Hal itu lazim, namun pernahkah kita mengkritisinya secara kolektif?
Sekolah formal, baik negeri maupun swasta sesungguhnya dibiayai 100 persen oleh masyarakat. Tidak percaya? Sekalipun sekolah negeri mungkin mendapat bantuan pemerintah dalam pendanaan sekolah, sesungguhnya dana yang masuk itu juga adalah dana masyarakat yang telah diserahkan lebih dahulu kepada pemerintah lewat pajak. Terlebih lagi sekolah swasta, jelas pembiayaan sekolah didapat sepenuhnya dari orang tua siswa.
Lalu, bagaimana masyarakat melihat sekolah? Seringkali masyarakat tak merasa memiliki sekolah dan tak merasa berhak untuk mengoreksi dan mengawasi sekolah. Buktinya, orang tua lebih sering pasrah dengan permintaan-permintaan dana dari sekolah tanpa mengkritisi ke mana alokasi dana itu akan mengalir dan apa saja yang didapat anak-anaknya dengan pembayaran dana tersebut.
Tampaknya tabu bagi orang tua jika mereka menanyakan komitmen sekolah terhadap pendidikan anak-anak mereka, atau meminta kejelasan pada pihak sekolah tentang ilmu atau keterampilan apa saja yang akan anak-anak mereka kuasai selama bersekolah, apakah guru-guru atau dosen-dosen selalu menjaga kehadirannya sebagai konsekuensi gaji yang dibayar orang tua? Apalagi untuk bertanya tentang jaminan pekerjaan setelah lulus sekolah, jelas tidaklah lumrah hal itu ditanyakan.
Kalau saja masyarakat merasa bahwa sekolah adalah milik mereka, sesungguhnya masyarakat berhak untuk menanyakan hal-hal tersebut,karena sekolah adalah milik publik. Tapi kelihatannya, hari ini masyarakat justru hanya menjadi PUBLIK SEKOLAH yang rela saja mengikuti maunya sekolah, meski kadang-kadang tak lagi rasional.
Salam pendidikan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar