 
  
 
 Artikel 
 
 
 
 
 Aspek Aerofisiologi dalam Penerbangan 
 
 
 Dr. H. Sukotjo Danusastro, DSKP, MBA 
 Perkespra Pusat, Jakarta 
 
 
 
 
 
 
 
 
 ABSTRAK 
 Manusia diciptakan Tuhan untuk hidup di darat dan semua organ tubuh  dapat bekerja 
 dan berfungsi dengan baik dalam kondisi lingkungan darat yang  mengelilinginya. Akan 
 tetapi manusia sejak zaman dahulu ingin terbang seperti burung dan  akhirnya berhasil 
 terbang dengan balon pada abad ke-18. 
 Sejak abad tersebut dunia penerbangan berkembang sangat pesat baik  jarak tempuh, 
 kecepatan, ketinggian dan daya angkat maupun kegiatannya. Keberhasilan  ini telah dapat 
 meningkatkan kesejahteraan umat manusia, namun bukannya tanpa risiko  karena manusia 
 memang tidak terbiasa tinggal di ketinggian. 
 Untuk menghadapi hal tersebut maka Ilmu Kesehatan harus mengembangkan  diri 
 untuk mempelajari bahaya-bahaya penerbangan bagi tubuh manusia dan  cara-cara pe-
 nanggulangannya. Maka lahirlah Ilmu Kesehatan Penerbangan sebagai  salah satu cabang 
 Ilmu Kesehatan, yang dilandasi oleh Fisiologi Penerbangan atau  Aerofisiologi. 
 Faktor-faktor ketinggian yang mempengaruhi faal tubuh manusia adalah  menurun-
 nya tekanan udara, tekanan parsiil oksigen, suhu udara dan gaya berat  dan lain-lain. Di 
 samping itu manouvre penerbangan dapat mengganggu faal tubuh  seperti faal sistem 
 kardio-vaskuler, sistem pernapasan, penglihatan, keseimbangan,  pendengaran dan lain-
 lain. 
 Karena itu mempelajari aspek aerofisiologi dalam penerbangan adalah  penting agar 
 kita dapat mencegah dan mengatasi pengaruh buruk penerbangan. Dengan  demikian kita 
 dapat memanfaatkan udara bagi penerbangan dengan selamat, nyaman, aman  dan cepat. 
 
 
 PENDAHULUAN 
 Umum 
 Manusia diciptakan Tuhan untuk hidup di darat. Sebagai  
 makhluk daratan manusia telah terbiasa dan menyesuaikan diri  
 untuk hidup di lingkungan daratan atau pada
 ,
 atmosfer yang 
 paling rendah. Namun sejak zaman dahulu manusia ingin terbang  
 seperti burung, suatu hal di luar kebiasaannya. Setelah melalui  
 
 Makalah ini telah dibacakan pada: Seminar Kesehatan Penerbangan,  Surakarta 
 30 Oktober 1993. 
 perjuangan tanpa kenal lelah dan gigih akhirnyapada abad ke-18  
 manusia dapat terbang dengan balon, diikuti dengan  keberha-
 silan terbang dengan pesawat terbang. Bahkan sekarang manusia  
 telah berhasil mengarungi ruang angkasa luar. 
 Dewasa ini banyak orang-orang yang memilih profesinya  
 dalam penerbangan, yang berbeda dengan kebiasaan hidupnya di  
 darat. Hal ini tentu saja akan membawa konsekuensi atau  risiko-
 
     
  risiko yang harus dihadapinya. Namun demikian merekapun  
 menginginkan keamanan dalam menjalankan tugasnya ini,  se-
 hingga Ilmu Kesehatan harus membuka cabangnya untuk  mem-
 pelajari bahaya-bahaya penerbangan. Hal ini menyebabkan  
 lahirnya Ilmu Kesehatan Penerbangan, yang dilandasi oleh  
 Fisiologi Penerbangan atau Aerofisiologi. 
 Ilmu Kesehatan Penerbangan atau Aviation Medicine  akhir-
 akhir ini berkembang menjadi Ilnpu Kesehatan Penerbangan dan  
 Ruang Angkasa atau Aerospace Medicine, karena  perkembang-
 an  teknologi penerbangan yang memungkinkan menerbangkan 
 orang ke ruang angkasa. 
 
 SEJARAH ILMU KESEHATAN PENERBANGAN 
 Pada abad ke 13 dua saudara Montgolfier berhasil membuat  
 balon yang dapat terbang dengan membawa muatan. Balon yang  
 pertama ini diterbangkan di Versaille, Perancis, tanggal 19  Sep-
 tember 1963 dengan muatan ayam, bebek dan kambing dan dapat  
 mencapai ketinggian 1.500 kaki. Sebulan kemudian diadakan  
 penerbangan balon lagi yang membawa penumpang manusia,  
 yaitu Pilatre de Rozier, seorang apoteker, dan Marquis di  Arlan-
 des. Percobaan ini berhasil dengan selamat. 
 Pada tanggal 23 November 1784, seorang dokter Amerika  
 John Jeffries tertarik akan penerbangan dan ingin mengetahui  
 susunan dan sifat atmosfer bagian atas. Ia melakukan  penerbang-
 an  dengan balon, dengan membawa termometer, hydrometer, 
 barometer dan elektrometer, sampai ketinggian 9.250 kaki.  Da-
 lam penerbangan ini ia mencatat adanya perubahan suhu di  ke-
 tinggian dari + 51°F menjadi 28,5°F,, sedangkan tekanan udara  
 menurun dari 30 inci Hg menjadi 21,25 inci Hg. 
 Pada tahun 1862, Claisher dan Coxwell terbang dengan  
 balon sampai setinggi 29.000 kaki dengan tujuan yang sama. Di  
 samping itu mereka melakukan observasi pada dirinya sendiri.  
 untuk mengetahui perubahan-perubahan apa yang akan terjadi  
 pada ketinggian. Selama terbang, Clasher mengalami  gejala-
 gejala aneh pada tubuhnya, yaitu tajam penglihatan dan  pen-
 dengaran menurun, kedua belah anggota badan menjadi lumpuh  
 dan akhirnya jatuh pingsan. Coxwell juga mengalami kejadian  
 yang serupa, hanya sebelum pingsan berusaha menarik tali  peng-
 ikat katup balon guna menurunkan balonnya. Usaha ini hampir  
 gaga!, karena kedua tangannya tidak dapat digerakkan lagi,  se-
 hingga dia menarik tali tadi dengan menggigitnya. Dari  peng-
 alaman kedua orang ini dapat diambil kesimpulan bahwa terbang  
 tinggi dapat membahayakan jiwa manusia. 
 Paul Bert, seorang ahli ilmu faal Perancis, sangat tertarik  
 dengan kejadian tadi dan pada tahun 1874 mengadakan  per-
 cobaan dengan menggunakan kabin bertekanan rendah untuk  
 melihat perubahan apa yang dapat terjadi pada ketinggian atau  
 tempat yang tekanan udaranya kecil. Dari salah satu basil  per-
 cobaan-percobaannya didapatkan adanya hipoksia atau  keku-
 rangan oksigen pada ketinggian yang dapat diatasi dengan  pem-
 berian oksigen pada penerbangan. Hasil penelitian Paul Bert ini  
 dipraktekkan oleh Sivel dan Groce Spinelli, yang terbang sampai  
 18.000 kaki dengan menggunakan kantong oksigen tanpa  meng-
 alami gangguan. 
 Pada tahun 1875, Sivel dan Groce-Spinelli melakukan  pe-
 nerbangan lagi bersama Tissander, yang juga menggunakan  kan-
 tong oksigen dengan kadar 72%. Penerbangan mereka ini  men-
 capai ketinggian 28.000 kaki dan berakhir dengan kematian  
 Sivel dan Groce-Spinelli karena hipoksia sedang Tissander hanya  
 pingsan saja. Tissander membuat catatan yang sangat lengkap  
 tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam penerbangan  
 ini. Dari catatan ini dapat disimpulkan bahwa ada gejala euphoria  
 sebelum hipoksia dan oksigen tidak mencukupi untuk  pener-
 bangan tinggi. 
 Dengan munculnya pesawat terbang, bertambahlah  kesu-
 karan dan bahaya penerbangan yang dapat mengancam jiwa  
 penerbang. Pada waktu pesawat udara masih sederhana, yang  
 tinggi terbangnya belum besar dan kecepatannya masih rendah,  
 telah banyak kecelakaan-kecelakaan yang terjadi; sebagian besar  
 ternyata disebabkan oleh kurang mampunya tubuh penerbang  
 menghadapi perubahan-perubahan atau bahaya-bahaya yang  
 timbul pada penerbangan. Hal ini terbukti pada  penelitian-pene-
 litian yang dilakukan pada perang dunia pertama; kira-kira 90%  
 kecelakaan udara disebabkan karena penerbang tidak atau  ku-
 rang tahan uji terhadap bahaya penerbangan. 
 Sejak Perang Dunia ke I selesai Ilmu Kesehatan  Penerbang-
 an mendapat tempat yang layak dalam dunia kesehatan, sehingga  
 perkembangannya makin pesat. Sedang pada akhir-akhir ini  
 dengan kemajuan teknologi penerbangan, Ilmu, Kesehatan  Pe-
 nerbangan berkembang dan bahkan sekarang telah menjadi Ilmu  
 Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa. 
 
 RUANG LINGKUP DAN SISTEMATIKA 
 Ruang lingkup naskah ini meliputi fisiologi penerbangan  
 atau Aerofisiologi yang mendasari Ilmu Kesehatan Penerbangan  
 dan kelainan-kelainan yang timbul dalam tubuh manusia akibat  
 penerbangan, dan disusun dengan sistematika sebagai berikut :  
 1.
 
 Pendahuluan 
 2.
 
 Atmosfer 
 3.
 
 Pengaruh ketinggian pada faal tubuh 
 4.
 
 Pengaruh percepatan dan kecepatan terhadap tubuh 
 5.
 
 Pengaruh penerbangan pada alat keseimbangan 
 6.
 
 Pengaruh penerbangan pada alat penglihatan 
 7.
 
 Penutup 
 
 ATMOSFER 
 
 Pengertian 
 Atmosfer adalah selubung gas atau campuran gas-gas, yang  
 menyelimuti bumi. Campuran gas-gas ini disebut udara. Di atas  
 atmosfer disebut ruang angkasa. Ruang angkasa adalah ruang  
 dimana tidak ada lagi udara, bila masih ada udara atau gas maka  
 daerah itu masih atmosfer, karena molekul gas yang sangat  
 ringan dapat terlepas dari gaya tarik bumi dan beredar ke ruang  
 angkasa. Oleh karena itu dibuat perjanjian tentang batas antara  
 atmosfer dan ruang angkasa. Batas ini di Rusia, menurut A.A.  
 Lavikov adalah 3.000 km, sedang di Amerika, menurut  Arm-
 strong adalah 6.000 mil. 
 
 Susunan Atmosfer 
 Susunan atmosfer pada zaman dahulu berbeda dengan su-  
 
     
  sunan atmosfer pada zaman sekarang. Susunan atmosfer pada  
 zaman dahulu, yaitu pada saat pembentukan atmosfer, terdiri dari  
 gas-gas Hidrogen, Amoniak, Methan, Helium dan uap air dan  
 disebut protoatmosfer. Dengan berbagai perubahan terjadilah  
 atmosfer seperti sekarang ini, yang disebut neoatmosfer dan  
 selanjutnya kita sebut atmosfer. Gas-gas pada neoatmosfer  ter-
 diri dari : Nitrogen dengan prosentase 70,09%, Oksigen dengan  
 prosentase 20,95%, Argon 0,93%, Karbon Dioksida 0,03% dan  
 sisanya terdiri dari gas-gas yang sangat kecil jumlahnya, yaitu  
 Helium, Neon, Hidrogen dan Xenon. 
 
 Pembagian Atmosfer Berdasar Sifat-sifatnya 
 Berdasarkan sifat-sifatnya atmosfer dapat dibagi menjadi 4  
 (empat) lapisan, yaitu : 
 1)
 
 Lapisan Troposfer 
 Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tipis dan terletak  
 dari permukaan bumi sampai ke ketinggian 1012 km.  
 Sifat-sifat troposfer pada umumnya adalah: suhu  berubah-
 ubah, makin tinggi suhu makin rendah, arah dan kecepatan  
 angin berubah-ubah, ada uap air dan hujan, serta ada turbulensi.  
 Oleh karena sifat troposfer yang sering berubah-ubah ini, maka  
 sebenarnya tempat ini kurang ideal untuk penerbangan; tetapi  
 pada kenyataannya banyak penerbangan dilakukan di lapisan ini,  
 sehingga kemungkinan bahaya penerbangan menjadi lebih besar.  
 2)
 
 Lapisan Stratosfer 
 Lapisan stratosfer terbentang di atas lapisan troposfer  sam-
 pai ke ketinggian 5080 km. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh  
 lapisan tropopause. 
 Sifat-sifat stratosfer ialah: suhu tetap walaupun ketinggian  
 berubah yaitu 55°C, tidak ada uap air dan turbulensi. Oleh  
 karena sifat-sifat stratosfer lebih stabil dibandingkan dengan  
 troposfer, maka stratosfer ini sebenarnya adalah tempat yang  
 ideal untuk kegiatan penerbangan. 
 3)
 
 Lapisan lonosfer 
 Lapisan ionosfer terbentang dari atas stratosfer sampai ke  
 ketinggian antara 600-1.000 km. Pada lapisan ini udara sangat  
 renggang dan terjadi reaksi fotokhemis dan fotoelelektris,  se-
 hingga atom-atom dan molekul-molekul gas ada yang menerima  
 muatan listrik, menjadi ion-ion. Oleh karena pembentukan  ion-
 ion inilah maka terjadi panas yang tinggi sehingga suhu udara di  
 sini sampai 2.000°C. 
 4)
 
 Lapisan Eksosfer 
 Lapisan Eksosfer adalah lapisan atmosfer yang paling atas,  
 di  sini gas-gas tidak kontinu lagi hubungan molekulnya;  atom-
 atom dan molekul-molekulgas membentuk pulau-pulau udara  
 yang satu sama lain dipisahkan oleh ruang hampa. Oleh karena  
 sifat inilah maka lapisan ini dibedakan dengan ketiga lapisan di  
 atas. 
 Ketiga lapisan atmosfer yang berada di bawah eksosfer  
 disebut pula atmosfer, sedang eksosfer disebut outer atmosfer  
 (Tabel 1). 
 
 
 Pembagian Atmosfer Berdasarkan Ilmu Faal 
 Atmosfer juga dapat dibagi dalam 3 (tiga) daerah  berdasar-
 'kan ilmu faal, yaitu : 
 Tabel 1. Skema Pembagian Atmosfer 
 
 Atmospheres 
 Spheres 
 Layers 
 Aproximate Height (mis) 
 Space 
 Outer 
 Inner 
 
 Exosphere 
 Ionosphere 
 
 
 
 Stratosphere 
 
 
 Troposphere
 
 
 Atomic 
 F (F1 + F2) 
 E 
 F 
 Upper Mixing 
 Warm 
 Isothermal 
 Advertion 
 Ground 
 Bottom 
 Above 1.200 
 600 to 1.200 
 250 to 600 
 95 to 250 
 60 to 95 
 30 to 60 
 30 to 50 
 15 to 30 
 8 to 15 
 1.2 to 8 
 6 ft to 1.2 miles 
 0 to 6 ft 
 
 
 1)
 
 Physiological Zone 
 Daerah ini terbentang dari permukaan bumi sampai ke  
 ketinggian 10.000 kaki. Di daerah ini orang praktis tidak  meng-
 alami perubahan faal tubuhnya, kecuali daya adaptasi gelapnya  
 saja yang memanjang bila berada pada ketinggian lebih dari  
 5.000 kaki. 
 2)
 
 Physiological Defficient 
 Di daerah ini orang akan mengalami kekurangan fisiologi  
 atau mengalami kelainan faal tubuh berupa hipoksia, tetapi  
 masih dapat ditolong dengan pemberian oksigen saja. Daerah  
 ini terbentang dari ketinggian 10.000 kaki sampai 50.000 kaki.  
 3)
 
 Space equivalent zone 
 Atmosfer di atas 50.000 kaki dinamakan space equivalent  
 zone, karena di sini orang akan mengalami hipoksia berat dan  
 canapertolongan atau perlindungan sama seperti di ruang angkasa.  
 
 OZONOSFER 
 Di samping lapisan-lapisan atmosfer di atas, kita mengenal  
 suatu lapisan dalam atmosfer yang disebut ozonosfer karena  
 mengandung banyak gas ozone. Lapisan ini terbentang antara  
 ketinggian 12 km sampai 70 km dan yang terbanyak ozonenya  
 berada pada ketinggian antara 45 km sampai 55 km. Ada  pen-
 dapat yang mengatakan bahwa ozonosfer adalah payung bumi  
 terhadap sinar ultra violet. 
 
 Tekanan Atmosfer 
 Seperti benda-benda lain, gas juga mempunyai berat. Berat  
 1  meter kubik udara pada permukaan laut dengan tekanan 760 
 mmHg dan suhu 0°C adalah 1.293 gram. Oleh kanena berat udara  
 inilah maka tiap permukaan atau bidang di dalam atmosfer  me-
 nerima teknan, yang besarnya sesuai dengan berat udara yang  
 ada di atasnya. Tekanan inilah yang disebut tekanan atmosfer  
 atau tekanan barometer bila diukur untuk tiap sentimeter persegi.  
 Padapermukaan laut tekanan ini besarnyasama dengan 1,033 kg/  
 cm
 2
 .  Telah dilakukan pengukuran tekanan atmosfer ini pada 
 garis lintang 45° pada permukaan laut dan suhu 0°C pada luas  
 permukaan 1 cm
 2
 .  Hasilnya sama dengan tekanan satu kolom air 
 raksa setinggi 760 milimeter dengan penampang dan suhu yang  
 sama. Oleh kanena itu 760 mmHg ini disebut 1 atmosfer. Satu  
 atmosfer juga sering dinyatakan dengan 14,7 PSI (pound per  
 Square Inch). Tekanan satu atmosfer ini juga sering  digunakan
 
     
  untuk menyatakan tekanan pada permukaan laut. Makin tinggi  
 makin kurang tekanan udaranya, karena jumlah udara yang  
 berada di atasnya makin kurang pula. Jadi tekanan barometer  
 mengecil bila ketinggian bertambah (Tabel 2).  
 
 Tabel 2. Tekanan Barometer pads Ketinggian  
 
 Tinggi (Km) 
 0 16 32 48 
 64 
 80 
 Tekanan (Atm) 
 1 0,1 0,01 0,00 0,0001 0,00001 
 
 Tekanan Parsiil Gas 
 Gas-gas yang menyusun udara mempunyai berat sendiri,  
 sehingga mempunyai tekanan masing-masing pula. Tekanan  
 tiap-tiap gas ini disebut tekanan parsiil gas itu. Jadi tekanan  
 barometer adalah jumlah tekanan parsiil gas-gas yang berada di  
 udara. Cara menghitung tekanan parsiil gas : 
 P  x B 
 P  =  
 100 
 P  = Tekanan parsiil suatu gas 
 C  = Prosentase gas tersebut 
 B  = Tekanan barometer 
 Oksigen adalah unsur terpenting untuk kehidupan manusia.  
 Prosentase oksigen dalam udara sampai ke ketinggian 110 km  
 adalah tetap, yaitu sekitar 21%. Maka mudahlah bagi kita untuk  
 menghitung tekanan parsiil oksigen dalam udara pada beberapa  
 ketinggian. Misalnya : pada permukaan laut P0
 2
 =  159 mmHg, 
 pada ketinggian 6 km PO
 2
 =  74 mmHg. Tekanan parsiil oksigen 
 ini penting diketahui untuk menjelaskan masalah hipoksia.  
 Atmosfer Standar 
 Karena sifat-sifat atmosfer sering berubah-ubah, terutama  
 bagian bawah, maka perlu diadakan suatu perjanjian mengenai  
 sifat-sifat atmosfer yang tetap pada tiap ketinggian.  Ketentuan-
 ketentuan ini merupakan suatu daftar dan disebut susunan  
 atmosfer standard. Tabel 3 merupakan susunan atmosfer  stan-
 dard yang digunakan di Amerika. 
 
 Tabel 3. USA Standard Atmosphere 
 
 Ketinggian (kaki) 
 Tekanan (mmHg) Temperatur 
 (°C) 
 0 760,0 15,0 
 2.000 706,0 11,0 
 4.000 656,3 7,1 
 6.000 609,3 3,1
 8.000 564,4 
  
 0,8 
 10.000 522,6 4,8 
 12.000 483,3 
  
 8,9 
 14.000 446,4 
  
 12,7 
 16.000 411,8 
  
 16,7 
 18.000 379,4 
  
 20,7 
 20.000 349,1 
  
 24,6 
 22.000 370,8 
  
 28,6 
 24.000 294,4 
  
 32,5 
 26.000 269,8 
  
 36,5 
 28.000 246,9 
  
 40,5 
 30.000 225,6 
  
 44,4 
 32.000 205,8 
  
 48,4 
 34.000 187,4 
  
 52,4 
 35.000 175,9 
  
 55,0 
 36.000 170,4 
  
 55,0 
 38.000 154,9 
  
 55,0 
 40.000 140,7 - 55,0
 42.000 127,9  
 55,0 
 44.000 116,3  
 55,0 
 46.000 105,7  
 55,0 
 48.000 96,05  
 55,0 
 50.000 87,30  
 55,0 
 52.000 79,34  
 55,0 
 54.000 72,12  
 55,0 
 56.000 65,55  
 55,0 
 58.000 59,58  
 55,0 
 60.000 54,15  
 55,0 
 
 Suhu Atmosfer 
 Semakin tinggi kita naik semakin rendah temperatumya.  
 Pada lapisan atmosfer bagian bawah, berlaku suatu ketentuan,  
 bahwa suhu akan menurun 2°C setiap kita naik 300 m ke atas  
 atmosfer. Pada lapisan stratosfer suhu telah menjadi sekitar  
 55°C. 
 Pada lapisan ionosfer terjadi reaksi pembentukan ion,  se-
 hingga suhu pada lapisan ini naik menjadi 2.000°C.  
 Jelas bahwa pada penerbangan tinggi dengan menggunakan  
 pesawat yang ada pada dewasa ini, yang terpenting adalah  
 problem penurunan suhu sehingga perlu dilengkapi dengan alat  
 pemanas. 
 
 Radiasi 
 Radiasi di atas atmosfer berasal dari matahari atau dari  
 planet-planet lain. Radiasi ini berupa gelombang-gelombang  
 elektromagnetik. Bumi kita diselubungi oleh suatu atmosfer  
 yang dapat menahan atau mengabsorbsi sinar-sinar radiasi  ter-
 sebut, sehingga sampai di permukaan bumi tidak lagi  memba-
 hayakan. Lapisan ozon mempunyai daya untuk mengabsorbsi  
 sinar ultra violet sehingga jumlah kecil saja dari sinar tersebut  
 yang sampai di permukaan bumi; di samping itu atmosfer juga  
 memantulkan kembali radiasi dari beberapa gelombang  elektro-
 magnetik. 
 Jadi intensitas radiasi akan makin meningkat bila kita naik  
 ke atas atmosfer, sedangkan radiasi yang intensitasnya tinggi  
 membayakan tubuh manusia. 
 
 Magnit Bumi dan Sabuk Radiasi 
 Bumi memiliki magnit yang kutub-kutubnya berada di utara  
 dan selatan. Akibat adanya magnit bumi ini, maka radiasi yang  
 berbentuk partikel bermuatan listrik akan bergerak mengikuti  
 garis medan magnit, sehingga terbentuklah daerah yang  intensi-
 tas radiasinya sangat tinggi. Dr. James A Van Allen menemukan  
 sabuk radiasi yang intensitasnya sangat tinggi ini yang terkenal  
 dengan nama Van Allen Belt. Intensitas radiasi ini demikian  
 besarnya sehingga dapat mematikan manusia yang berada di  
 tempat tersebut. Van Allen Belt ini mengganggu gelombang  
 radio yang dipakai untuk komunikasi ke planit lain.  
 Sabuk radiasi ini dibagi dalam dua bagian, yaitu inner belt  
 dan outer belt. Di belahan bumi bagian barat, batas bawahnya  
 antara 500  600 km, sedang di belahan bumi sebelah timur batas  
 bawahnya pada ketinggian 1.600 km. Batas luar sabuk ini antara  
 7.000 km  10.000 km. 
 Di atas daerah kutub bumi didapatkan daerah yang bebas  
 dari sabuk radiasi ini. Oleh karenanya penerbangan ruang  ang-
 kasa akan lebih aman bila keluar dari atmosfer bumi  melalui
 
     
  daerah kutub. 
 
 Hukum Gas 
 Hukum gas berguna untuk menjelaskan gangguan fisiologi  
 pada penerbangan. Hukum gas yang penting adalah : 
 1)
 
 Hukum Difusi Gas 
 Hukum difusi gas ini penting untuk menjelaskan  pernapas-
 an, baik pernapasan luar maupun dalam. Hukum ini mengatakan  
 bahwa gas akan berdifusi dari tempat yang bertekanan parsiilnya  
 tinggi menuju ke tempat yang tekanan parsiilnya rendah. Sedang  
 kecepatan berdifusi ini ditentukan oleh besarnya selisih tekanan  
 parsiil tersebut dan tebalnya dinding pemisah. 
 2)
 
 Hukum Boyle 
 Hukum ini penting untuk menjelaskan masalah penyakit  
 dekompresi. Hukum Boyle ini mengatakan bahwa apabila  vo-
 lume suatu gas tersebut berbanding terbalik dengan tekanannya.  
 
 P.V 
 
 =  
 
 C 
 P 
 
 = 
 
 Pressure atau tekanan 
 V = Volume atau isi 
 C = Constant atau tetap 
 
 3)
 
 Hukum Dalton 
 Hukum ini penting untuk menghitung tekanan parsiil gas  
 dalam suatu campuran gas, misalnya menghitung tekanan parsiil  
 oksigen dalam udara pernapasan pada beberapa ketinggian guna  
 menjelaskan masalah hipoksia. Hukum ini mengatakan bahwa  
 tekanan total suatu campuran gas sama dengan jumlah tekanan  
 parsiil gas-gas penyusun campuran tersebut. 
 
 pt = P1 + P2 + ........ + Pn 
 Pt = Tekanan total campuran gas 
 P1, P2 dan seterusnya adalah tekanan parsiil masing-masing gas.  
 
 4)
 
 Hukum Henry 
 Hukum ini penting untuk menjelaskan penyakit  dekom-
 presi, seperti bends, chokes, dan sebagainya yang dasarnya  
 adalah penguapan gas yang larut. 
 Hukum ini mengatakan bahwa jumlah gas yang larut dalam  
 suatu cairan tertentu berbanding lurus dengan tekanan parsiil gas  
 tersebut pada permukaan cairan itu. 
 
 Al x P2 = A2 x P2 
 A  = jumlah gas yang larut 
 P  = Tekanan parsiil gas pada permukaan cairan. 
 
 5)
 
 Hukum Charles 
 Hukum ini penting untuk menjelaskan tentang turunnya  
 tekanan oksigen atau berkurangnya persediaan oksigen bila isi  
 tetap, maka tekanan gas tersebut berbanding lurus dengan suhu  
 absolutnya. Jadi bila kita membawa oksigen dalam botol pada  
 penerbangan tinggi, suhunya akan lebih rendah, maka tekanan  
 gas tersebut akan menurun pula. Atau dengan kata lain persediaan  
 oksigen akan berkurang. 
 Bila isi tetap : 
 P1 : P2 = T1 : T2 
 P1 = Tekanan semula 
 P2 = Tekanan yang baru 
 T1 = Suhu absolut mula-mula 
 T2 = Suhu absolut kemudian 
 
 PENGARUH KETINGGIAN PADA FAAL TUBUH 
 Umum 
 Ada empat perubahan sifat atmosfer pada ketinggian yang  
 dapat merugikan faal tubuh khususnya dan kesehatan pada  
 umumnya, yaitu : 
 1)
 
 Perubahan atau mengecilnya tekanan parsiil oksigen di  
 udara. Hal ini dapat mengganggu faal tubuh dan menyebabkan  
 hipoksia. 
 2)
 
 Perubahan atau mengecilnya tekanan atmosfer. Hal ini  
 dapat menyebabkan sindrom dysbarism. 
 3)
 
 Berubahnya suhu atmosfer. 
 4)
 
 Meningkatnya radiasi, baik dari matahari (solar radiation)  
 maupun dari kosmos lain (cosmic radiation).  
 Dari keempat perubahan ini yang akan dibahas adalah  
 masalah hipoksia dan dysbarism. Masalah pengaruh perubahan  
 suhu hanya dibahas secara umum karena akan lebih banyak  
 dibahas pada masalah survival dan masalah bail out.  Sedang 
 masalah radiasi tidak dibahas di sini, karena pengaruhnya pada  
 penerbangan biasa kurang berarti dan hanya penting dibicarakan  
 bila kita membahas masalah penerbangan ruang angkasa.  
 
 Hipoksia 
 Pengertian : 
 Hipoksia adalah keadaan tubuh kekurangan oksigen untuk  
 menjamin keperluan hidupnya. Dengan menipisnya udara pada  
 ketinggian, maka tekanan parsiil oksigen dalam udara menurun  
 atau mengecil. Mengecilnya tekanan parsiil oksigen dalam udara  
 pernapasan akan berakibat terjadinya hipoksia. 
 Sifat-sifat hipoksia : 
 1)
 
 Tidak terasa datangnya, sehingga orang awam tidak tahu  
 bahwa bahaya hipoksia ini telah menyerangnya. 
 2)
 
 Tidak memberikan rasa sakit pada seseorang, bahkan sering  
 memberikan rasa gembira (euphoria) pada permulaan  serangan-
 nya, kemudian timbul gejala-gejala lain yang lebih berat sampai  
 pingsan dan bila dibiarkan dapat menyebabkan kematian.  
 Macam hipoksia 
 Menurut sebabnya hipoksia ini dibagi menjadi 4 macam,  
 yaitu . 
 1)
 
 Hypoxic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena  me-
 nurunnya tekanan parsiil oksigen dalam paru-paru atau karena  
 terlalu tebalnya dinding paru-paru. Hypoxic-Hypoxia inilah yang  
 sering dijumpai pada penerbangan, karena seperti makin tinggi  
 terbang makin rendah tekanan barometernya sehingga tekanan  
 parsiil oksigennyapun akan makin kecil. 
 2)
 
 Anaemic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang disebabkan karena  
 berkurangnya hemoglobin dalam darah baik kanena jumlah  da-
 rahnya sendiri yang kurang (perdarahan) maupun karena kadar  
 Hb dalam darah menurun (anemia). 
 3)
 
 Stagnant-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya  
 bendungan sistem peredaran darah sehingga aliran darah tidak  
 lancar, maka jumlah oksigen yang diangkut dari paru-paru  me-
 nuju sel persatuan waktu menjadi kurang. Stagnant hipoksia ini  
 sering terjadi pada penderita penyakit jantung. 
 4)
 
 Histotoxic-Hypoxia, yaitu hipoksia yang terjadi karena  ada-
 nya bahan racun dalam tubuh sehingga mengganggu kelancaran  
 pemapasan dalam. 
 
     
  Gejala-gejala hipoksia 
 Gejala yang timbul pada hipoksia sangat individual, sedang  
 berat ringannya gejala tergantung pada lamanya berada di daerah  
 itu, cepatnya mencapai ketinggian tersebut, kondisi badan orang  
 yang menderitanya dan lain sebagainya. 
 Gejala-gejala ini dapat dikelompokkan dalam dua golongan,  
 yaitu : 
 1)  Gejala-gejala Obyektif, meliputi : 
 a)
 
 Air hunger, yaitu rasa ingin menarik napas panjang  terus-
 menerus 
 b)
 
 Frekuensi nadi dan pernapasan naik 
 c)
 
 Gangguan pada cara berpikir dan berkonsentrasi 
 d)
 
 Gangguan dalam melakukan gerakan koordinatif misalnya  
 memasukkan paku ke dalam lubang yang sempit  
 e)
 
 Cyanosis, yaitu warna kulit, kuku dan bibir menjadi biru  
 f)
 
 Lemas 
 g)
 
 Kejang-kejang 
 h)
 
 Pingsan dan sebagainya. 
 2)  Gejala-gejala Subyektif, meliputi : 
 a)
 
 Malas 
 b)
 
 Ngantuk 
 c)
 
 Euphoria yaitu rasa gembira tanpa sebab dan  kadang-ka-
 dang timbul rasa sok jagoan. Rasa ini yang harus mendapat  per-
 hatian yang besar pada awak pesawat, karena euphoria ini banyak  
 membawa korban akibat tidak adanya keseimbangan lagi antara  
 kemampuan yang mulai mundur dan kemauan yang meningkat.  
 
 Pembagian hipoksia berdasarkan ketinggian 
 Gejala-gejala hipoksia yang timbul ditentukan oleh  ke-
 tinggian tempat orang tersebut berada. Ketinggian ini dapat  
 dibagi menjadi 4 golongan yaitu : 
 1)
 
 The Indifferent Stage, yaitu ketinggian dari sea level  sampai 
 ketinggian 10.000 kaki. Biasanya yang terganggu oleh hipoksia  
 di  daerah ini hanya penglihatan malam dengan daya adaptasi 
 gelap terganggu. Pada umumnya gangguan ini sudah mulai nyata  
 pada ketinggian di atas 5.000 kaki; oleh karena itu pada latihan  
 terbang malam para awak pesawat diharuskan memakai oksigen  
 sejak di darat. 
 2)
 
 Compensatory Stage, yaitu ketinggian dari 10.000 sampai  
 15.000 kaki. 
 Pada daerah ini sistem peredaran darah dan pernapasan telah  
 mengadakan perubahan dengan menaikkan frekuensi nadi dan  
 pernapasan, menaikkan tekanan darah sistolik dan cardiac  out-
 put untuk mengatasi hipoksia yang terjadi. Pada daerah ini  sistem 
 saraf telah terganggu, oleh karena itu tiap awak pesawat yang  
 terbang di daerah ini harus menggunakan oksigen. 
 3)
 
 Disturbance Stage, yaitu ketinggian dari 15.000 kaki sampai  
 20.000 kaki. 
 Pada daerah ini usaha tubuh untuk mengatasi hipoksia  
 sangat terbatas waktunya, jadi pada daerah ini orang tidak akan  
 dapat lama tanpa bantuan oksigen. Biasanya tanda-tanda  serang-
 an  hipoksia ini tidak terasa hanya kadang-kadang saja timbul rasa  
 malas, ngantuk, euphoria dan sebagainya, sehingga tahu-tahu  
 orang tersebut menjadi pingsan. 
 Gejala-gejala obyektif antara lain pandangan menjadi  me-
 nyempit (tunnel vision), kepandaian menurun, judgement  ter-
 ganggu. Oleh karena itu pada daerah ini merupakan keharusan  
 mutlak seluruh awak pesawat maupun penumpang untuk  meng-
 gunakan oksigen. 
 4)
 
 Critical Stage, yaitu daerah dari ketinggian 20.000 kaki  
 sampai 23.000 kaki. 
 Pada daerah ini dalam waktu 3  5 menit saja orang sudah  
 tidak dapat menggunakan lagi pikiran dan judgement lain tanpa  
 bantuan oksigen. 
 Time of Useful Consciousness (TUC) 
 Adalah waktu yang masih dapat digunakan bila kita  men-
 derita serangan hipoksia pada tiap ketinggian; di luar waktu itu  
 kita akan kehilangan kesadaran. Waktu itu berbeda-beda pada  
 tiap ketinggian, makin tinggi waktu itu makin pendek. TUC ini  
 juga dipengaruhi oleh kondisi badan dan kerentanan seseorang  
 terhadap hipoksia. TUC ini perlu diperhatikan oleh para awak  
 pesawat agar mereka dapat mengetahui berapa waktu yang  ter-
 sedia baginya bila mendapat serangan hipoksia pada ketinggian  
 tersebut. Sebagai contoh : TUC pada ketinggian 22.000 kaki =10  
 menit, 25.000 kaki = 5 menit, 28.000 kaki = 2,53 menit, 30.000  
 kaki = 1,5 menit, 35.000 kaki = 0,5  1 menit, 40.000 kaki = 15  
 detik dan 65.000 kaki = 9 detik. 
 Pengobatan hipoksia 
 Pengobatan hipoksia yang paling baik adalah pemberian  
 oksigen secepat mungkin sebelum terlambat, karena bila  terlam-
 bat dapat mengakibatkan kelainan (cacat) sampai ke kematian.  
 Pada penerbangan bila terjadi hipoksia harus segera menggunakan  
 masker oksigen atau segera turun pada ketinggian yang aman  
 yaitu di bawah 10,000 kaki. 
 Pencegahan hipoksia 
 Pencegahan hipoksia dapat dilakukan dengan beberapa cara  
 mulai dari penggunaan oksigen yang sesuai dengan ketinggian  
 tempat kita berada, pernapasan dengan tekanan dan penggunaan  
 pressure suit, pengawasan yang baik terhadap persediaan  oksi-
 gen pada penerbangan, pengukuran pressurized cabin,  meng-
 ikuti ketentuan-ketentuan dalam penerbangan dan sebagainya.  
 Cara lain untuk pencegahan yaitu latihan mengenal datangnya  
 bahaya hipoksia agar dapat selalu siap menghadapi bahaya  
 tersebut. 
 
 
 Dysbarism 
 Pengertian 
 Menurut Adler yang dimaksud dengan dysbarism adalah  
 semua kelainan yang terjadi akibat berubahnya tekanan sekitar  
 tubuh, kecuali hipoksia. Banyak istilah yang telah digunakan  
 orang untuk memberi nama sindrom ini seperti penyakit  dekom-
 presi, aeroembolisme, aeroemphysema dan sebagainya. Tetapi  
 istilah dysbarism lebih tepat karena istilah-istilah tidak  men-
 cakup keseluruhan pengertian atau seluruh kejadian.  
 Di samping hipoksia masalah dysbarism juga termasuk  
 masalah yang penting dalam ilmu faal penerbangan. Dysbarism  
 ini telah sejak abad ke XVII dibicarakan orang dan sampai  se-
 karangpun masih ramai didiskusikan karena etiologinya atau  
 patofisiologinya belum dapat dijelaskan secara sempuma.  Ba-
 nyak teori yang timbul tetapi selalu saja ada kelemahannya.  
 Pembagian dysbarism 
 
     
  Dysbarism dibagi menjadi dua golongan, yaitu :  
 1)
 
 Sebagai akibat pengembangan gas-gas dalam rongga tubuh.  
 Golongan ini sering juga disebut : pengaruh mekanis  pengem-
 bangan gas-gas dalam rongga tubuh atau pengaruh mekanis  
 akibat perubahan tekanan sekitar tubuh. 
 2)
 
 Sebagai akibat penguapan gas-gas yang terlarut dalam  tu-
 buh. Kelompok ini kadang-kadang jul;a disebut penyakit  dekom-
 presi, sehingga kadang-kadang mengaburkan pengertian  penya-
 kit dekompresi yang digunakan orang untuk istilah pengganti  
 dysbarism. 
 
 Pengaruh Mekanis Gas-gas dalam Rongga Tubuh  
 Berubahnya tekanan udara di luar tubuh akan mengganggu  
 keseimbangan tekanan antara rongga tubuh yang mengandung  
 gas dengan udara di luar. Hal ini akan berakibat timbulnya rasa  
 sakit sampai terjadinya kerusakan organ-organ tertentu.  
 Rongga tubuh yang mengandung gas adalah : 
 1. Traktus Castro Intestinalis 
 Gas-gas terutama berkumpul dalam lambung dan usus besar.  
 Sumber gas-gas tersebut sebagian besar adalah dani udara yang  
 ikdt tertelan pada waktu makan dan sebagian kecil timbul dari  
 proses pencernaan, peragian atau pembusukan (dekomposisi  
 oleh bakteri). Gas-gas tersebut terdiri dani O
 2
 ,  CO
 2
 ,  metan, H
 2
 S  
 dan N
 2
 (bagian terbesar). 
 Apabila ketinggian dicapai dengan perlahan, maka  perbe-
 daan antara tekanan udara di luar dan di dalam tidak begitu besar  
 sehingga pressure equalisation yaitu mekanisme penyamanan  
 tekanan berjalan dengan lancar dengan jalan kentut atau melalui  
 mulut. Gejala-gejala yang dirasakan adalah ringan yaitu rasa  
 tidak enak (discomfort) pada perut. Sebaliknya apabila  ketinggi-
 an  dicapai dengan cepat atau terdapat halangan dalam saluran 
 pencernaan maka pressure equalisation tidak berjalan dengan  
 lancan, sehingga gas-gas sukar keluar dan timbul rasa discomfort  
 yang lebih berat. Pada ketinggian di atas 25.000 kaki timbul rasa  
 sakit perut yang hebat; sakit perut ini secara reflektoris dapat  
 menyebabkan turunnya tekanan darah secara drastis, sehingga  
 jatuh pingsan. 
 Tindakan preventif agar tidak banyak terkumpul gas dalam  
 saluran pencernaan, meliputi : 
 a)
 
 Dilarang minum bir, air soda dan minuman lain yang  me-
 ngandung gas CO
 2
 sebelum terbang. 
 b)
 
 Makanan yang dilarang sebelum terbang adalah bawang  
 merah, bawang putih, kubis, kacang-kacangan, ketimun,  se-
 mangka dan chewing gum. 
 c)
 
 Tidak dibenarkan makan dengan tidak teratur, tergesa-gesa  
 dan sambil bekerja. 
 Tindakan regresif bila gejala sudah timbul, adalah :  
 a)
 
 Ketinggian segera dikurangi sampai gejala-gejala ini hilang.  
 b)
 
 Diusahakan untuk mengeluarkan udara dani mulut atau  
 kentut 
 c)
 
 Banyak mengadakan gerakan. 
 
 2. Telinga 
 Bertambahnya ketinggian akan menyebabkan tekanan dalam  
 telinga tengah menjadi lebih besar dari tekanan di luar tubuh,  
 sehingga akan terjadi aliran udara dani telinga tengah ke  luar
 tubuh melalui tuba Eustachii. Bila bertambahnya ketinggian  ter-
 jadi dengan cepat, maka usaha mengadakan keseimbangan tidak  
 cukup waktu; hal ini akan menyebabkan rasa sakit pada telinga  
 tengah karena teregangnya selaput gendang, bahkan dapat  me-
 robekkan selaput gendang. Kelainan ini disebut aerotitis atau  
 barotitis. Kejadian serupa dapat terjadi juga pada waktu  keting-
 gian berkurang, bahkan lebih sering terjadi karena pada waktu  
 turun tekanan di telinga tengah menjadi lebih kecil dari tekanan  
 di luar sehingga udara akan mengalir masuk telinga tengah,  
 sedang muara tuba eustachii di tenggorokan biasanya sering  
 tertutup sehingga menyukarkan aliran udara. 
 Bila ada radang di tenggorokan lubang tuba Eustachii makin  
 sempit sehingga lebih menyulitkan aliran udana melalui tempat  
 itu; hal ini berarti kemungkinan terjadinya banotitis menjadi lebih  
 besar. Di samping itu pada waktu turun udara yang masuk ke  
 telinga tengah akan melalui daerah radang di tenggorokan,  se-
 hingga kemungkinan infeksi di telinga tengah sukar dihindarkan.  
 Tindakan preventif terhadap kelainan ini adalah : 
 a)
 
 Mengurangi kecepatan naik maupun kecepatan turun, agar  
 tidak terlalu besar selisih tekanan antana udana luan dengan  
 telinga tengah. 
 b)
 
 Menelan ludah pada waktu pesawat udana naik agar tuba  
 Eustachii terbuka dan mengadakan gerakan Valsava pada waktu  
 pesawat turun. Gerakan Valsava adalah menutup mulut dan  
 hidung kemudian meniup dengan kuat. 
 c)
 
 Melarang terbang para awak pesawat yang sedang sakit  
 saluran pernapasan bagian atas. 
 d)
 
 Penggunaan pesawat udana dengan pressurized cabin.  
 
 Tindakan represif pada kelainan ini adalah : 
 a) Bila terjadinya pada waktu naik, dilakukan : 
 1)
 
 Berhenti naik dan datar pada ketinggian tersebut sambil  
 menelan ludah berulang-ulang sampai hilang gejalanya.  
 2)
 
 Bila dengan usaha tadi tidak berhasil, maka pesawat  ditu-
 runkan kembali dengan cepat sampai hilangnya rasa sakit tadi.  
 b) Bila terjadi pada waktu turun, dilakukan : 
 1)
 
 Berhenti turun dan datar sambil melakukan Valsava  ber-
 ulang sampai gejalanya hilang. 
 2)
 
 Bila usaha di atas tidak berhasil, pesawat dinaikkan kembali  
 sampai rasa sakit hilang, kemudian datar lagi untuk sementara.  
 Bila rasa sakit sudah hilang sama sekali, maka pesawat  diturun-
 kan perlahan-lahan sekali sambil melakukan gerakan Valsava .  
 terus menerus. 
 Post Flight Ear Block 
 Ada kejadian seperti barotitis tadi pada waktu selesai  ter-
 bang tinggi saat penerbangnya sedang tidur pada malam  
 harinya. Banotitis demikian disebut post flight ear block dan  
 terjadi kanena penerbang tersebut menggunakan oksigen terus  
 selamapenerbangan sampai ke bumi, sehingga udana yang masuk  
 ke telinga tengah kaya akan oksigen. Oksigen ini akan diserap  
 oleh selaput pelapis telinga tengah dan tuba Eustachii tertutup  
 sehingga tekanan udara luan menimbulkan rasa sakit.  
 3. Sinus Paranasalia 
 Muara sinus paranasalis ke rongga hidung pada umumnya  
 sempit. Sehingga bila kecepatan naik atau turun sangat besar,  
 maka untuk penyesuaian tekanan antara rongga sinus dan  udara
 
     
  luar tidak cukup waktu, sehingga akan timbul rasa sakit di sinus  
 yang disebut aerosinusitis. Karena sifat sinus paranasalis yang  
 selalu terbuka, maka aerosinusitis ini dapat terjadi pada waktu  
 naik maupun turun dengan prosentase yang sama. Pada keadaan  
 radang saluran pernapasan bagian atas, kemungkinan terjadinya  
 aerosinusitis makin besar. Aerosinusitis ini lebih jarang bila  
 dibandingkandengan aerotitis, karena bentuk saluran penghubung  
 dengan udara luar. 
 
 4. Gigi 
 Pada gigi yang sehat dan normal tidak ada rongga dalam  
 gigi, tetapi pada gigi yang rusak kemungkinan terjadi kantong  
 udara dalam gigi besar sekali. Dengan mekanisme seperti pada  
 proses aerotitis dan aerosinusitis di atas, pada kantong udara di  
 gigi yang rusak ini dapat pula timbul rasa sakit. Rasa sakit ini  
 disebut aerodontalgia. Patofisiologi aerodontalgia ini masih  
 belum jelas. 
 
 Pengaruh Penguapan Gas yang Larut dalam Tubuh  
 Dengan berkurangnya tekanan atmosfer bila ketinggian  
 bertambah, gas-gas yang tadinya larut dalam sel dan jaringan  
 tubuh akan keluar sebagian dari larutannya dan timbul sebagai  
 gelembung-gelembung gas sampai tercapainya keseimbangan  
 baru. Mekanismenya adalah sesuai dengan Hukum Henry. Pada  
 kehidupan sehari-hari peristiwa ini dapat dilihat pada waktu kita  
 membuka tutup botol yang bersisi limun, air soda atau bir yaitu  
 timbul gelembung-gelembung gas. 
 Gelembung-gelembung gas yang timbul dalam tubuh 
 manusia bila tekanan atmosfer berkurang sebagian besar terdiri  
 dari gas N
 2
 .  Gejala-gejala pada penerbang baru timbul pada 
 ketinggian 25.000 kaki. Semakin cepat ketinggian bertambah,  
 semakin cepat pula timbul gejala. Pada ketinggian di bawah  
 25.000 kaki gas N
 2
 masih sempat dikeluarkan oleh tubuh melalui 
 paru-paru. Gas tersebut diangkut ke paru-paru oleh darah dari  
 scl-sel maupun jaringan tubuh. Timbulnya  gelembung-gelem-
 bung ini berhenti bila sudah terdapat keseimbangan antara  te-
 kanan udara di dalam dan tekanan udara di luar. Hal ini dapat  di-
 mengerti dengan mengingat Hukum Henry dan Hukum Graham.  
 Gelembung-gelembung ini memberikan gejala karena urat-urat  
 saraf di dekatnya tertekan olehnya, di samping itu tertekan pula  
 pembuluh-pembuluh darah kecil di sekitarnya. 
 Menurut sifat dan lokasinya, gejala-gejala ini terdiri atas :  
 1)
 
 Bends 
 Bends adalah rasa nyeri yang dalam dan terdapat di sendi  
 serta dirasakan terus-menerus, dan umumnya makin lama makin  
 bertambah berat. Akibatnya penerbang atau awak pesawat tak  
 dapat sama sekali bergerak karena nyerinya. Sendi yang terkena  
 umumnya adalah sendi yang besar seperti sendi bahu, sendi lutut,  
 di  samping itu juga sendi yang lebih kecil seperti sendi tangan,  
 pergelangan tangan dan pergelangan kaki, tetapi lebih jarang.  
 2)
 
 Chokes 
 Chokes adalah rasa sakit di bawah tulang dada yang disertai  
 dengan batuk kering yang terjadi pada penerbangan tinggi,  
 akibat penguapan gas nitrogen yang membentuk gelembung di  
 daerah paru-paru. Chokes lebih jarang terjadi bila dibandingkan  
 dengan bends, tetapi bahayanya jauh lebih besar, karena  dapat
 menganqam jiwa penerbang. 
 3)
 
 Gejala-gejala pada kulit 
 Gejala-gejala pada kulit adalah perasaan seperti  ditusuk-
 tusuk dengan jarum, gatal-gatal, rasa panas dan dingin, timbul  
 bercak kemerah-merahan dan gelembung-gelembung pada kulit.  
 Gejala-gejala ini tidak memberikan gangguan yang berat, tetapi  
 merupakan tanda bahaya atau tanda permulaan akan datangnya  
 bahaya dysbarism yang lebih berat. 
 4)
 
 Kelainan pada sistem syaraf 
 Jarang sekali terjadi dan bila timbul mempunyai gambaran  
 dengan variasi yang besar yang kadang-kadang saja memberikan  
 komplikasi yang berat. Yang sering diketemukan adalah  ke-
 lainan penglihatan dan sakit kepala yang tidak jelas lokasinya.  
 Dapat pula timbul kelumpuhan sebagian (parsiil), kelainan  peng-
 inderaan, dan sebagainya. 
 
 PENGARUH PERCEPATAN DAN KECEPATAN PADA 
 PENERBANGAN TERHADAP TUBUH 
 
 Umum 
 Benda di udara apabila dilepaskan akan jatuh bebas karena  
 pengaruh gaya tank bumi. Demikian pula dengan tiap benda  
 yang berada dalam keadaan diam di permukaan bumi ini, akan  
 jatuh bebas ke arah pusat bumi apabila tidak ada tanah tempat  
 benda tersebut bersandar. Kekuatan yang bekerja pada massa  
 benda kita kenal sebagai berat benda. Berat flap benda dalam  
 keadaan diam dipengaruhi oleh gaya tarik bumi sebesar 1 g.  
 Percepatan atau akselerasi karena gaya tarik ini adalah sebesar  
 10 m/detik. 
 Apabila sebuah benda dari keadaan diam lalu bergerak,  
 maka karena adanya percepatan yang bekerja pada benda  ter-
 sebut, akan terjadi gaya lain pada benda tadi yang arahnya  ber-
 lawanan dengan arah percepatan penggeraknya. Hal ini  di-
 sebabkan karena kelembaman benda tersebut seperti hukum  
 inertia dari Newton. Misalnya kita di dalam mobil yang tidak  
 bergerak kemudian sekonyong-konyong mobil tersebut  dilari-
 kan dengan cepat, maka akan terasa badan kita terlempar ke  
 sandaran belakang. Sebaliknya bila kita berada pada mobil yang  
 bergerak cepat mendadak berhenti, maka badan kita akan  ter-
 lempar ke depan. 
 
 Macam Akselerasi 
 Dalam penerbangan dijumpai macam-macam akselerasi 
 yang terbagi atas : 
 1)
 
 Akselerasi Liniair 
 Akselerasi liniair terjadi apabila ada perubahan kecepatan  
 sedang arah tetap, misalnya terdapat pada take off, catapult take  
 off, rocket take off, mengubah kecepatan dalam straight and  level 
 flying, crash landing, ditching, shock waktu parasut membuka  
 atau pada saat landing. 
 2)
 
 Akselerasi Radiair (Sentripetal) 
 Akselerasi radiair terjadi apabila ada perubahan arah pada  
 gerak pesawat sedang kecepatan tetap, misalnya pada waktu  
 turun, loop dan dive. 
 3)
 
 Akselerasi Angulair 
 Akselerasi angulair apabila ada perubahan kecepatan  dan
 
     
  arah pesawat sekaligus, misalnya pada roll dan spin.  
 
 Gaya 
 Akibat akselerasi timbul gaya yang sama besar akan tetapi  
 berlawanan arahnya (reactive force) yang dikenal sebagai gaya  
 G.  Gaya G ini dinyatakan dengan satuan G. Besar tiap-tiap gaya 
 G  yang bekerja pada awak pesawat diukur dengan gaya tarik 
 bumi. 
 Pengaruh gaya G pada tubuh dibagi berdasarkan arahnya  
 terhadap tubuh, karena toleransi tubuh terhadap gaya G ini  
 tergantung pada arah tersebut di samping lamanya pengaruh G  
 tersebut bekerja. Ada 3 gaya G, yaitu : 
 1)
 
 Gaya G-transversal 
 Adalah gaya
 .
 G  yang arahnya memotong tegak lurus sumbu 
 panjang tubuh, jadi dapat dari muka ke belakang atau  sebalik-
 nya dan dapat pula dari samping ke samping. 
 2)
 
 Gaya G-Positif 
 Adalah gaya G yang bekerja dengan arah dari kepala ke  
 kaki. 
 3)
 
 Gaya G-Negatif 
 Adalah gaya G yang bekerja dengan arah dari kaki ke  
 kepala. 
 
 Akibat Gaya G pada Badan 
 Manusia sejak dalam kandungan telah biasa dengan  penga-
 ruh gaya tarik bumi sebesar 1 g. Hal ini berarti bahwa alat-alat  
 rongga badan khususnya jantung dan pembuluh darah telah  
 menyesuaikan diri dengan pengaruh tersebut. Tiap gaya G lebih  
 besar atau lebih kecil dari 1 g akan mengakibatkan gejala-gejala  
 pada tubuh manusia yang masih dapat diatasi apabila masih  
 dalam batas-batas toleransi badan. 
 Akibat gaya G badan tergantung pada macam gaya G  ter-
 sebut. Secara rinci akibat gaya G tersebut adalah :  
 1)
 
 Gaya G-Positif 
 Akibat gaya G-positif pada badan dapat dirasakan apabila  
 kita mengadakan pull-up atau dive. Pada saat pull-up  terasa oleh 
 si  penerbang badannya tertekan pada tempat duduk karena berat 
 badannya bertambah. Si penerbang kelihatan seperti orang tua  
 karena pipinya tertarik ke bawah. 
 Makin besar gaya G yang mempengaruhinya makin besar  
 perubahan pada mata. Pada+2 G sampai +3 G lantang pandangan  
 menciut (tubular sight). Pada +3 G sampai +4,5 G penglihatan  
 menjadi tampak remang (grey out) dan pada +4 sampai +6 G  
 semuanya tampak gelap (black out), akan tetapi si penerbang  
 masih sadar. Apabila keadaan ini diteruskan dan gaya G  ber-
 tambah selama lebih dari 3 detik, maka ia akan pingsan. Hal ini  
 disebabkan karena untuk memompa darah ke otak, jantung harus  
 mengeluarkan gaya lebih besar daripada gaya yang biasanya  
 dikeluarkan untuk mengalahkan kolom darah (+30 cm). Akibatnya  
 ialah bahwa suplai oksigen ke mata dan otak sudah demikian  
 kurangnya sehingga terjadi hipoksia akut. Bila keadaan ini  ber-
 langsung terlalu lama, maka akan sangat membahayakan jiwa si  
 penerbang. 
 2)
 
 Gaya G-Negatif 
 Pada gaya G-negatif tubuh manusia kurang besar  toleransi-
 nya, artinya dengan G-negatif yang kecil saja tubuh akan  men-
 derita bila dibandingkan dengan G-positif. G-negatif ini terjadi  
 pada penerbangan misalnya pada waktu steep climbing mendadak  
 level flight. Di sini darah akan terlempar ke arah otak,  sehingga 
 jumlah darah dalam otak meningkat dan tekanannyapun  me-
 ningkat. Hal ini akan berakibat timbulnya rasa sakit kepala  
 sampai pecahnya pembuluh darah di otak bila G-negatif tersebut  
 sangat besar dan lama. Pada G-negatif sebesar 2 sampai 2,5 G  
 akan terjadi gejala red out, yaitu penglihatan menjadi merah  
 semua. Gerakan-gerakan lain yang menghasilkan G-negatif pada  
 penerbangan adalah pada waktu mengadakan outside loop,  out-
 side turn nose over yang tajam kemudian dive, dan bila  eject 
 dengan ejection seat dari bawah pesawat. 
 3)
 
 Gaya G-Transversal 
 Toleransi tubuh manusia terhadap gaya G transversal sangat  
 besar, oleh karena itu pada peluncuran pesawat ruang angkasa  
 dengan roket, posisi awak pesawat diusahakan agar gaya G yang  
 timbul pada pelontaran roket tadi menjadi gaya G-transversal  
 pada tubuh. 
 
 Meningkatkan Ketahanan Tubuh 
 Cara meningkatkan ketahanan terhadap gaya G-transversal  
 tidak diperlukan karena ketahanan kita sendiri sudah cukup  
 besar, sedang usaha peningkatan ketahanan terhadap gaya  G-
 negatif tidak ada. Oleh karena itu usaha peningkatan terhadap  
 gaya hanya mengenai gaya G-positif saja, yaitu : 
 a)
 
 Membungkukkan kepala ke arah dada agar jarak jantung ke  
 mata menjadi lebih pendek, sehingga jantung masih mampu  
 memompa darah ke otak. 
 b)
 
 Mengejan atau berteriak agar tekanan dalam perut meningkat,  
 sehingga penumpukan darah (blood storage) dalam traktus  
 digestivus berkurang dan menambah darah yang akan diedarkan  
 ke otak. 
 c)
 
 Menggunakan G-suit atau anti G-suit, yang prinsip  kerjanya 
 mengadakan penekanan pada bagian bawah tubuh (paha, betis  
 dan perut) pada waktu ada gaya G-positif yang menyerang tubuh.  
 Hal ini juga akan mengurangi penimbunan darah di bagian  
 bawah tubuh sehingga meningkatkan aliran darah ke otak.  
 
 PENGARUH PENERBANGAN PADA ALAT KESEIM-
 BANGAN 
 
 Umum 
 Penerbangan dapat pula mempengaruhi alat keseimbangan  
 awak pesawat sehingga dapat membahayakan jiwa. Kelainan  
 yang timbul pada penerbangan ini biasanya berbentuk ilusi atau  
 disorientasi sehingga dikenal sebagai ilusi penerbangan atau  
 juga disebut spatial disorientation tetapi kadang-kadang  di-
 namakan pula pilot's vertigo. 
 Spatial disorientation atau pilot's vertigo adalah suatu  
 fenomena yang sejak dulu merupakan bahaya dalam  penerbang-
 an. Khususnya bagi seorang penerbang militer yang harus  me-
 laksanakan tugas penerbangan yang cukup kompleks dalam  
 kondisi cuaca apapun. Fenomena ini merupakan suatu masalah  
 yang tidak boleh dianggap enteng. 
 Dengan mengetahui mekanisme pilot's vertigo maupun  
 macam ilusi yang dapat dialami oleh seorang penerbang  di-
 
     
  harapkan dapat diambil langkah-langkah pencegahan demi  
 keamanan dan keselamatan penerbang, pesawat dan orang lain.  
 
 Fungsi alat-alat keseimbangan 
 Manusia makhluk darat dapat menjaga keseimbangan 
 badannya karena dilengkapi dengan tiga alat/sistem : Sistem  
 Vestibuler, Sistem Visuil dan Sistem Proprioseptif. Selama  
 manusia masih berhubungan dengan bumi seperti berjalan,  ber-
 lari, melompat dan lain-lain maka ketiga sistem tersebut  ber-
 fungsi secara adekuat dan alat-alat keseimbangan bekerja secara  
 cermat dan efektif. Akan tetapi apabila ia meninggalkan bumi  
 dan terbang, alat-alat tersebut dapat membuat  kesalahan-kesalah-
 an, karena impuls-impuls yang tidak lagi adekuat. Kesalahan  
 tersebut dapat menimbulkan ilusi dan sering mengakibatkan  
 spatial disorientation. 
 1) Alat Vestibular, mempunyai 3 bagian : 
 a)
 
 Tip canalis semicularis (saluran berisi endolymph) yang  
 tegak lurus satu sama lain pada bidang-bidang horisontal,  verti-
 kal dan tranversal. Pada muara tiap-tiap saluran ada suatu  pe-
 lebaran dengan di dalamnya sel-sel berambut. Rambut-rambut  
 tersebut berhimpun menjadi (cupula) dan merupakan reseptor  
 sensorik. Karena gerakan dan aliran endolymph, cupula ikut  
 bergerak sesuai arah aliran. Tiap gerakan/akselerasi angulair  
 (roll, pitch, yaw) menimbulkan impuls mekanis pada otak dan  
 melaporkan bahwa sedang ada gerakan rotasi dari kepala.  
 b)
 
 Utriculus dan Sacculus berisi reseptor sensorik yang  dapat 
 menerima impuls mekanis akibat gerakan/akselerasi linear.  
 Reseptor terdiri dari membran otolith yang berisi butir-butir  
 kalsium karbonat. Membran ini ada di atas lapisan sel-sel  be-
 rambut dengan rambut-rambutnya dalam masa clan membran.  
 Gravitasi maupun akselerasi linear dapat menggerakkan  mem-
 bran otolith dan dengan demikian rambut-rambut sel berambut.  
 Impuls ini diterima dan diteruskan lewat syaraf vestibular ke  
 otak. 
 c)
 
 Cochlea. Alat ini digunakan untuk proses pendengaran.  
 Pola akselerasi di udara adalah berbeda daripada di bumi,  
 misalnya akselerasi di udara biasanya tidak segera diikuti  
 dengan deselerasi seperti terjadi di bumi. 
 2) Sistem visuil, adalah alat terpenting dalam menjaga  kese-
 imbangan. Dengan menggunakan penglihatan, kita dapat  me-
 nentukan lokasi dan posisi suatu obyek dalam ruangan. Dengan  
 adanya visual horizon seorang penerbang masih dapat  meng-
 adakan orientasi walaupun terjadi ilusi-ilusi akibat persepsi yang  
 salah dari alat vestibular maupun priprioseptif. Di udara sistem  
 visuil adalah orientation sense yang paling dapat dipercaya dan  
 dengan melalui sistem tersebut, si penerbang dapat  menginter-
 prestasikan instrumen pesawat. 
 3) Sistem proprioseptif, adalah reseptor sensorik yang  meng-
 adakan respons terhadap tekanan atau tarikan pada jaringan  
 tubuh. Reseptor ini terdapat dalam jaringan antara lain kulit dan  
 sendi, dan dapat dirasakan di bagian-bagian badan apabila duduk,  
 berdiri atau berbaring. Sistem proprioseptif ini dikenal sebagai  
 body sense atau seat of the pants sense.  
 
 Mekanisme Ilusi 
 1) Grave Yard Spin dan Grave Yard Spiral  
 Pada waktu masuk ke dalam spin, maka setelah 15  20 detik  
 kecepatan endolymph dalam saluran semisirkuler telah sama  
 dengan kecepatan dinding saluran, sehingga cupula (reseptor)  
 kembali pada keadaan istirahat. Pada waktu pesawat keluar dari  
 spin, cupula akan bergerak dengan arah yang berlawanan  se-
 hingga seolah-olah terjadi spin untuk kedua kalinya dengan arah  
 berlawanan. Dengan mengadakan koreksi maka pesawat masuk  
 spin kembali dengan arah semula. Pada grave yard spiral tidak  
 ada spin tetapi banked down. 
 2)
 
 Coriolis Illusion 
 Ini terjadi apabila endolymph dari satu set saluran  semi-
 sirkuler kiri telah mencapai kecepatan yang sama dengan dinding  
 saluran, kemudian ada gerakan dari satu set lainnya dalam  
 dinding bidang yang lain dari set pertama. Akibatnya ialah suatu  
 perasan seolah-olah badan berputar dalam bidang di luar bidang  
 tersebut misalnya bila ada gerakan yawing dengan kecepatan  
 yang konstan, maka dengan gerakan pitching dari kepala akan  
 terasa seolah-olah badan mengalami roll. 
 Coriolis illusion paling berbahaya dan biasanya terjadi  
 sewaktu dalam manuver yang relatif rendah. 
 3)
 
 Oculo Gyral Illusion 
 Dalam ilusi ini terlihat suatu obyek di muka mata  seolah-
 olah bergerak. Hal ini akibat rangsangan pada saluran  semi-
 sirkuler dan dapat terjadi waktu grave yard spin, grave yard  
 spiral dan coriolis illusion. 
 4)
 
 Oculo Grave Illusion 
 Ilusi ini analog dengan oculo gyral illusion bukan akibat  
 rangsangan dari saluran semisirkuler tetapi rangsangan pada  
 otolith. Ilusi terjadi pada waktu terbang datar dengan high  
 performance air craft dengan kecepatan akselerasi yang tinggi  
 sehingga menimbulkan rasa seolah-olah pesawat dalam nose-up  
 attitude. Bila penerbang mengadakan koreksi, maka ia akan  dive 
 dengan akibat crash. Ilusi ini sering terjadi bila terbang  malam 
 atau dalam cuaca buruk, dan tidak terjadi bila di luar ada visual  
 reference yang adekuat. 
 5)
 
 Elevator Illusion 
 Ilusi ini juga terjadi akibat makin besarnya gaya gravitasi  
 seperti waktu akselerasi ke atas. Hal ini mengakibatkan suatu  
 refleks bola mata ke bawah sehingga kelihatan seolah-olah panel  
 instrumen dan hidung pesawat naik ke atas. 
 6)
 
 The Keans 
 Ini adalah ilusi vestibuler yang sering terjadi karena saluran  
 semisirkuler tidak dapat mendeteksi akselerasi angular di bawah  
 ambang (2,5/detik). Misalnya pada terbang instrumen  meng-
 adakan roll ke kiri tanpa dirasakan karena kecepatannya di  
 bawah ambang. Bila ia mengadakan roll ke kanan ia merasakan  
 pesawatnya dalam keadaan roll ke kanan walaupun sebenarnya  
 datar. Hal ini dapat dilihat dalam sikap badannya.  
 7)
 
 Autokinesis 
 Sebuah titik cahaya dalam ruangan yang cukup gelap setelah  
 dipandang beberapa detik akan kelihatan seolah-olah bergerak.  
 Fenomena ini dikenal sebagai autokinesis effect dan dapat  me-
 nyebabkan kekeliruan bila terbang formasi malam hari.  
 8)
 
 Kacau antara bumi dan langit 
 Bila terbang malam dan cukup gelap maka lampu-lampu  
 
     
  landasan dilihat sebagai bintang-bintang. Hal ini  membahaya-
 kan karena horizon yang diterimanya kelihatan lebih rendah dari  
 horizon yang sesungguhnya. Akibatnya pesawat akan diarahkan  
 ke bawah. 
 9)
 
 Permukaan bumi atau awan 
 Terbang di atas daerah yang tidak rata (di atas kaki gunung)  
 atau awan yang miring permukaannya mengakibatkan terbang  
 tidak lurus dan tidak datar. 
 10)
 
 Seat of the pants sense 
 Bila pesawat membelok maka arah gaya sentrifugal dan  
 gravitasi selalu menuju ke arah lantai pesawat. Dengan demikian  
 si  penerbang dengan pressure sensors tersebut sukar mengetahui  
 mana bawah. Di samping itu perasaan ini dapat menguatkan  
 oculogravic illusion yang terjadi akibat akselerasi linear pada  
 high performance aircraft. 
 
 Tindakan Pencegahan 
 1)
 
 Indoktrinasi kepada para penerbang berupa ceramah,  de-
 monstrasi dan film mengenai fenomena tersebut untuk  mengu-
 rangi kecelakaan pesawat karena spatial disorientation.  
 2)
 
 Mengubah kedudukan alat peralatan dalam panel instrumen  
 sedemikian rupa sehingga memerlukan gerakan-gerakan kepala  
 yang ekstrim. 
 3)
 
 Beberapa latihan terbang seperti instrumen take off and  night 
 formation rejoin dipandang cukup membahayakan dan tidak  
 diadakan lagi. 
 
 Mabuk Udara 
 Mabuk udara adalah sebagian dari motion sickness yang  
 disebabkan oleh penerbangan. Mabuk udara ini terjadi karena  
 pengaruh Gaya G yang kecil tetapi terjadi secara berulang-ulang  
 yang menyerang alat keseimbangan. Jadi sebenarnya mabuk  
 udara termasuk kelainan akibat pengaruh penerbangan pada alat  
 keseimbangan. Sekitar 16% penerbang selama belajar terbang  
 pernah mengalami mabuk udara ini dan sekitar 5% siswa  pener-
 bang mengalami secara berulang-ulang. Mabuk udara ini akan  
 menurun dengan pengalaman dan peningkatan kepercayaanpada  
 diri sendiri. Mabuk udara juga dialami oleh awak pesawat yang  
 lain dan para penumpang pesawat angkut. 
 Gejala mabuk udara adalah pusing, sakit kepala, perasaan  
 tidak enak pada lambung, mual, muntah-muntah, pucat dan  se-
 bagainya. Berat ringannya gejala ini tergantung pada kepekaan  
 seseorang terhadap rangsangan pada alat keseimbangan. Gejala  
 ini akan memberat bila orang tersebut telah lelah, kurang sehat,  
 gangguan pencernaan, mencium bau-bauan yang tidak enak,  
 alkoholism atau takut terbang. Sebaliknya gejala ini dapat  me-
 lihat benda-benda di luar pesawat sebagai titik pengenal.  
 
 
 PENGARUH PENERBANGAN PADA ALAT PENG-
 LIHATAN 
 
 Pengaruh Hipoksia 
 Pengaruh hipoksia pada alat penglihatan di siang hari baru  
 terlihat pada penerbangan setinggi 10.000 kaki, dan akan  ber-
 tambah sampai batas 16.000 kaki; setelah itu tidak dapat  di-
 imbangi lagi oleh tubuh dan akan menyebabkan  terjadinya
 gangguan-gangguan. Pengaruh tersebut meliputi : 
 1)
 
 Gangguan terhadap koordinasi otot-otot mata 
 Koordinasi otot mata tidak sempurna lagi terutama waktu  
 melihat jauh, kedua sumbu bola mata tidak sejajar lagi sehingga  
 terjadi keadaan yang disebut heterophoria. Kalau sumbu  mem-
 bentuk sudut di depan mata disebut esophoria, dan sebaliknya  
 disebut exophoria. 
 Menurut percobaan Powell dalam Decompression Chamber,  
 pada ketinggian 5.000  6.000 meter dalam waktu 2  3 menit  
 untuk penglihatan jauh akan terjadi esophoria, dan pada  peng-
 lihatan dekat exophoria. Kelainan ini progesif sehingga dapat  
 menyebabkan mata juling (heterotropia). Dalam keadaan ini  
 benda-benda dilihat ganda (double). Pada esophoria yang ringan  
 maka penafsiran jarak tidak tepat lagi, yaitu terlalu dekat (jarak  
 10 m ditafsirkan 8 m). Bahayanya ialah pada waktu akan  
 landing penerbang mengalami kesukaran dalam menafsirkan  
 jarak antara pesawat dan landasan. Pesawat yang diperkirakan  
 akan touch (menyentuh bumi) sebenarnya masih harus  menem-
 puh jarak yang tertentu untuk betul-betul sampai di landasan  
 hingga terjadi keadaan overshoot. 
 2)
 
 Gangguan terhadap daya konvergensi dan akomodasi 
 Daya konvergensi akan berkurang dengan terjadinya 
 gangguan pada koordinasi otot-otot mata seperti disebut di atas.  
 Daya akomodasi orang berumur 20  23 tahun pada ketinggian  
 5.500 meter adalah : hipoksia derajat sedang tidak memberikan  
 pengaruh pada daya akomodasi bila daya akomodasinya tidak  
 melebihi 3 dioptri dan makin besar kemampuan akomodasi  
 makin sensitif orang itu terhadap kekurangan oksigen. Karena  
 itu penerbang yang menderita hypermetropia atau presbyopia  
 sedapat mungkin menghindarkan penerbangan yang  memerlu-
 kan oksigen. 
 3)
 
 Gangguan terhadap pengenalan warna (color vision)  
 Daya mengenal warna sudah berkurang pada ketinggian  
 3.000 meter. Keadaan ini disebut : hypoxia astenopia chromatica,  
 yang akan menghilang setelah menghirup oksigen atau kembali  
 ke tanah. 
 
 Pengaruh Percepatan 
 Seperti diketahui pada penerbangan aerobatik ataupun  
 combat, penerbang dapat mengalami pengaruh gaya baik  G-
 positif ataupun G-negatif. Pengaruh kedua macam percepatan  
 tersebut adalah : 
 1)
 
 Pengaruh G-positif terhadap alat penglihatan 
 Kalau penerbang mengadakan pull up maka penerbang  
 akan mengalami suatu G-positif. Otak dan mata kekurangan  
 darah. Dengan talc adanya supply darah dapat terjadi gangguan  
 yaitu penglihatan abu-abu yang disebut grey-out atau kalau G  
 lebih besar dan terjadi kebutaan total disebut black out. G  positif 
 sebesar 3,5  4 G menyebabkan kehilangan pandangan perifer  
 yang kemudian disusul dengan grey-out. Pada G-positif sebesar  
 +4  +6, 5 G terjadi black out. 
 2)
 
 Pengaruh G-negatif terhadap alat penglihatan 
 Kalau seorang penerbang membuat dive maka penerbang  
 ini akan mengalami G-negatif; tekanan (gaya) tambahan akan  
 bekerja dengan arah dari perut menuju ke kepala. Akibatnya  
 pembuluh darah di mata penuh dengan darah yang mengakibatkan  
 
     
  penglihatan menjadi merah atau disebut red-out. Biasanya  G-
 negatif sebesar 2,0  2,5 telah menyebabkan red-out.  
 
 Pengaruh sinae niatahari 
 1)
 
 Sinar ultra violet 
 Sinar ini terdapat banyak di pinggir pantai dan di lereng  
 pegunungan. Sinar ini tidak menembus ke bagian dalam mata  
 (oculus interior). Di dalam alat ini, sinar itu sebagian besar  
 diserap dan sebagian kecil direfleksikan (dipantulkan). Sinar  
 yang diserap ini kemudian menimbulkan reaksi pada alat  ter-
 sebut di atas dengan gejala : Beberapa jam setelah penyinaran  
 akan timbul gejala peradangan : pengeluaran air mata yang  
 abnormal, mata menjadi merah dan sakit dengan akibat sukar  
 dibuka kelopaknya, banyak keluar kotoran dan dari luar mata  
 nampak membengkak. 
 Pengobatan keadaan ini adalah : 
 a)
 
 Jauhkan diri dari sinar matahari yaitu dengan tinggal di  
 dalam kamar cukup gelap untuk beberapa hari. 
 b)
 
 Memakai kaca mata hitam untuk beberapa hari atau sampai  
 gejala-gejala hilang sama sekali. 
 c)
 
 Kalau perlu diberi salep antibiotika. Biasanya  penyembuh-
 an  sangat cepat dan tidak akan menimbulkan kelainan-kelainan 
 pada mata (reversibel). 
 2)  Sinar infra merah 
 Sinar ini tersebar di angkasa, dan intensitasnya makin dekat  
 dengan matahari makin tinggi. Sinar ini dapat menembus masuk  
 ke  dalam mata bagian dalam (oculus interior), sehingga keru-
 sakan yang diakibatkan terutama pada alat mata bagian dalam  
 yaitu : lensa dan retina. Adanya reaksi panas dari sinar infra  
 merah menyebabkan protein dalam lensa dan retina menggumpal  
 dan terjadi katarak (kekeruhan lensa) kalau kerusakan pada  
 lensa, dan retinitis kalau kerusakan pada retina. Penyinaran yang  
 lama (berhari-hari atau berminggu-minggu bergantung kepada  
 intensitas sinar) baru akan menimbulkan reaksi seperti tersebut  
 di  atas. Dan kalau reaksi tadi sudah timbul biasanya akan dapat  
 disembuhkan lagi (irreversibel). 
 Karena hal-hal tersebut di atas maka awak pesawat perlu  
 diperlengkapi dengan alat yang dapat meniadakan atau  mengu-
 rangkan sinar yang dapat masuk ke dalam mata tadi (alat  pro-
 teksi). Mata sendiri sebetulnya sudah mempunyai alat itu yaitu:  
 diafragma; proteksi dari luar yang dapat diadakan adalah  kaca-
 mata atau dalam penerbangan sunvisor pada helmet penerbang.  
 Karena keduanya menyaring sinar maka kita sebut filter. Ada  
 beberapa macam filter, tetapi yang banyak digunakan adalah  
 colored dan neutral filter. 
 Colored filter hanya meneruskan sinar yang warnanya  se-
 suai dengan filter itu dan meneruskan sebagian kecil sinar yang  
 lain. Sebagai contoh : RAYBAN 3 meneruskan : 25% visible  
 rays, 5% sinar ultra violet, 10% sinar infra merah. Untuk ini  di 
 belakang kaca tadi diberi lapisan chromium atau nikel untuk  
 merefleksikan pengaruh panas tadi, sehingga terdapat perasaan  
 sejuk pada mata. 
 Sifat neutral filter terhadap sinar ultra violet dan inframerah  
 seperti pada colored filter, keuntungannya adalah tak  menye-
 babkan perubahan warna, contoh : RAYBAN G-15; filter  ini
 banyak dipakai di USAF. 
 
 Night Vision 
 Dalam retina terdapat dua macam sel penerima (reseptor)  
 yaitu : Rod dan cone atau batang dan kerucut. Tugas  rod adalah 
 :  penglihatan malam dan penglihatan global (bukan detail) atau  
 penglihatan dengan kontras. Tugas cone : penglihatan siang  hari, 
 penglihatan detail dan membedakan warna. Sel batang terutama  
 terdapat pada bagian pinggir retina sedang kerucut pada bagian  
 tengah retina, sehingga pada malam hari bagian tengah retina  
 merupakan bintik buta dan bagian pinggir merupakan bagian  
 yang penting untuk penglihatan. 
 Dalam rod terdapat rhodopsin dan dalam cone terdapat  
 jodopsin. Jumlah zat yang terdapat pada masing-masing sel ini  
 mempengaruhi sensitivitas sel-sel tersebut, dan dipengaruhi oleh  
 intensitas sinar yang masuk ke dalam mata. Kalau dari kamar  
 yang terang masuk ke dalam kamar yang gelap maka untuk  
 beberapa waktu (detik) kita akan buta atau sama sekali tidak  
 melihat. Baru setelah beberapa menit kita dapat mengadakan  
 orientasi apa yang ada dalam kamar itu. Waktu antara masuk ke  
 dalam kamar dan melihat dengan jelas bentuk apa yang ada  
 dalam kamar itu disebut waktu adaptasi. Waktu adaptasi ini  
 akan lengkap setelah kira-kira 2 jam. Selama adaptasi  ber-
 langsung terbentuk rhodopsin dengan perlahan-lahan di dalam  
 rod, yang jumlahnya mencapai maksimal setelah kita berada  
 dalam ruangan gelap tadi selama 2 jam. 
 Rhodopsin yang terbentuk di atas akan luntur atau terurai  
 apabila ada sinar yang masuk ke dalam mata, kecuali sinar merah  
 yang tidak menyebabkan penguraian ini. 
 sinar 
 > 
 Rhodopsin Retinin + Protein 
 < 
 gelap 
 Vitamin A 
 
 Vitamin A sangat penting dalam pembentukan rhodopsin,  se-
 hingga tidak adanya vitamin A dalam makanan atau dalam darah  
 akan mengganggu pembentukan rhodopsin. 
 Pada keadaan hipoksia, reaksi di atas juga akan dipengaruhi  
 yaitu menjadi lebih lambat. Akibatnya daya penglihatan malam  
 akan menurun. Pada ketinggian 1000 meter daya penglihatan  
 malam menurun 5% dan pada 5.000 m menurun 40%. Juga  me
 -
 rokok 3 batang berturut-turut dapat menurunkan daya  penglihat-
 an malam sampai 25%. 
 Karena itu para penerbang harus mematuhi peraturan untuk  
 terbang malam, yaitu : 
 a)
 
 Makanan penerbang harus cukup mengandung vitamin A,  
 bila perlu diberi tambahan pil vitamin. 
 b)
 
 Sebelum terbang dalam harus dites daya adaptasinya dalam  
 gelap dengan adaptometer. 
 c)
 
 Pada hari akan terbang malam, tidak boleh merokok atau  
 minum minuman keras. 
 d)
 
 Sebelum terbang malam harus mengadakan adaptasi selama  
 30 menit dalam tempat gelap atau ruangan dengan  penyinaran
 
 
 
     
  lampu merah. 
 e)  Lampu-lampu dalam cockpit dan instrumen harus merah 
 agar tidak mengganggu adaptasi yang telah ada. 
 
 PENUTUP 
 Telah dibahas berbagai aspek Ilmu Faal dalam penerbangan  
 atau Aerofisiologi yang mendasari Ilmu Kesehatan Penerbangan  
 dan Ruang Angkasa (Aerospace Medicine). Dalam makalah ini  
 hanyadibahas pokok-pokoknya sajadan belum mencakup seluruh  
 permasalahan Aerofisiologi. 
 Dengan mengetahui berbagai aspek Aerofisiologi dalam  
 kegiatan penerbangan maka diharapkan dapat dengan mudah  
 memahami problema yang dihadapi para penerbang, awak pesawat  
 lain maupun para penumpang khususnya di bidang kesehatan.  
 Untuk selanjutnya kita mampu melakukan upaya-upaya  pence-
 gahan dan-pertolongan atas pengaruh buruk penerbangan pada  
 tubuh manusia. 
 Dengan demikian kitadapat memanfaatkan udara  (atmosfer)
 untuk berbagai kegiatan penerbangan dengan aman, nyaman  
 dan cepat, yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan  
 kesejahteraan. 
 
 KEPUSTAKAAN 
 
 1.
 
 AFM 160-5. Physiological technician's Training Manual. Department of  the 
 Air Force, Washington D.C., 1968. 
 2.
 
 AFP 161-16. Physiology of Flight. Department of the Air Force,  Washington 
 D.C., 1968. 
 3.
 
 AFP 161-18. Flight Surgeon Guide. Department of The Air Force,  Washing-
 ton D.C. , 1968. 
 4.
 
 Armstrong HG. Aerospace Medicine. The Williams and Wilkins Baltimore;  
 1961. 
 5.
 
 Davidovic, Vaazduhoplovna Fiziologija. Osnovi Vazduhoplovne Medicine,  
 Beograd. 1965. 
 6.
 
 Dhenin. Aviation Medicine, Physiology and Human Factors. The Tri-Med  
 Bokks Limited, London, 1978. 
 7.
 
 Direktorat Kesehatan TNI-AU. Buku Pedoman Dokter Penerbangan  TNI-
 AU. Jakarta, 1990. 
 8.
 
 Harding M. Aviation Medicine. The British Medical Association,  London, 
 1968. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar