Kamis, 13 Agustus 2009

PEMBELAJARAN SAINS FISIKA SMP DENGAN MENGGUNAKAN MMI OPTIKA GEOMETRI

Achmad Samsudin, M.Pd.
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung
(achmadsamsudin@yahoo.com)


BAB I
PENDAHULUAN

Mutu pendidikan, khususnya pendidikan sains di Indonesia masih rendah. Hasil studi The Third International Mathemathics and Science Study tahun 2003 melaporkan bahwa kemampuan sains siswa SMP (eighth-grade student) Indonesia hanya berada pada peringkat ke-37 dari 46 negara (TIMMS, 2004). Rendahnya mutu pendidikan di tingkat nasional, ternyata tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Kabupaten Kudus. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata hasil ujian sekolah di Kabupaten Kudus yang hanya mencapai nilai 5,84 dari skala ideal 10. Rendahnya mutu pendidikan sains di SMP tercermin dengan rendahnya penguasaan konsep siswa. Selain penguasaan konsep siswa yang rendah, sikap belajar siswa pada aspek motivasi maupun aktivitas siswa dalam pembelajaran di kelas juga kurang baik (buruk).
Rendahnya penguasaan konsep dan buruknya sikap belajar siswa disebabkan oleh pembelajaran konvensional yang masih mengedepankan metode ceramah, tanpa memperhatikan aktivitas belajar yang berpusat dari siswanya (student centered). Pembelajaran konvensional yang berlangsung cenderung berjalan satu arah dari guru ke siswa (teacher centered), menyebabkan pembelajaran terkesan hanya menransfer pengetahuan dari guru ke siswa saja. Pembelajaran fisika yang berpusat dari guru ini berjalan kurang efektif dalam mengembangkan ranah kognitif (penguasaan konsep) dan ranah afektif (sikap belajar) siswa, sehingga penguasaan konsep dan sikap belajar siswa di kelas masih rendah.
Pembelajaran konvensional yang menghasilkan penguasaan konsep dan sikap belajar siswa yang rendah, perlu diperbaiki dengan cara menerapkan model, pendekatan, dan strategi pembelajaran yang menggunakan bantuan media. Salah satu alternatif penggunaan media dalam pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas adalah media komputer dan internet. Media komputer dan internet cukup bagus untuk digunakan dalam pembelajaran yang banyak mengandung konsep-konsep, prinsip, prosedur, dan sikap siswa (Arsyad, 2002); sehingga penguasaan konsep siswa dapat lebih meningkat dan sikap belajar siswa dapat menjadi lebih baik.
Media komputer dan internet ini dapat dimanfaatkan dalam bentuk suatu model pembelajaran yang berbasis multimedia interaktif. Model pembelajaran ini selanjutnya dapat disebut dengan model pembelajaran Multimedia Interaktif (MMI). Model pembelajaran MMI ini dapat digunakan untuk semua materi atau konsep dalam fisika secara umum. Penggunaan model pembelajaran MMI di kelas dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dan memperbaiki sikap belajar siswa.
Model pembelajaran MMI dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa secara umum, yaitu konsep-konsep yang bersifat konkret. Selain bagus digunakan dalam pembelajaran yang mengandung konsep-konsep yang bersifat konkret, model pembelajaran MMI ini juga sangat baik digunakan dalam konsep-konsep yang bersifat abstrak bagi siswa. Pada prinsipnya model pembelajaran MMI dapat menampilkan berbagai animasi dan simulasi dari beberapa konsep yang bersifat abstrak menjadi lebih konkret, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna (Lee, Nicoll, dan Brooks, 2005). Optika Geometri merupakan salah satu konsep fisika yang mengandung banyak konsep-konsep yang bersifat abstrak, sehingga sesuai dengan penggunaan model pembelajaran MMI.
Dalam artikel ini dipaparkan hasil studi eksperimen tentang penggunaan model pembelajaran Multimedia Interkatif (MMI) dalam meningkatkan penguasaan konsep fisika dan memperbaiki sikap belajar siswa. Studi eksperimen dilakukan di salah satu SMP di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah dengan mengambil materi bahasan Optika Geometri. Sebagai pembanding hasil digunakan model pembelajaran konvensional.

BAB II
ISI

2.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah The Randommized Control-Group Pretest-Posttest Control Group Design (Fraenkel, 1993). Dengan menggunakan desain ini, terlebih dahulu dipilih secara acak dua kelas, satu kelas untuk kelompok eksperimen dan satu kelas untuk kelompok kontrol. Selanjutnya kedua kelompok siswa ini diberi tes awal untuk mengetahui kemampuan awal mereka tentang materi yang akan dipelajari. Setelah itu kedua kelompok diberi perlakuan, kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan model MMI, sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan model konvensional, yaitu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan dimana dalam proses pembelajaran berpusat pada guru dengan metode pembelajaran utama yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab.
Subyek penelitian ini adalah siswa SMP kelas VIII salah satu SMP di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah, dengan jumlah sampel 77 orang siswa yang terbagi dalam dua kelompok yaitu 39 siswa kelompok eksperimen dan 38 siswa kelompok kontrol. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan instrumen penelitian berupa tes konseptual Optika Geometri dalam bentuk tes objektif dan angket sikap belajar siswa.
Keunggulan penggunaan model dalam meningkatkan penguasaan konsep ditinjau berdasarkan perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (N-gain), antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Gain yang dinormalisasi (N-gain) dapat dihitung dengan persamaan: (Hake, 1999)
... 1)
Disini dijelaskan bahwa g adalah gain yang dinormalisasi (N-gain) dari kedua pendekatan, Smaks adalah skor maksimum (ideal) dari tes awal dan tes akhir, Spost adalah skor tes akhir, sedangkan Spre adalah skor tes awal. Tinggi rendahnya gain yang dinormalisasi (N-gain) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) jika  0,7, maka N-gain yang dihasilkan dalam kategori tinggi, (2) jika 0,3 < < 0,7, maka N-gain yang dihasilkan dalam kategori sedang, dan (3) jika < 0,3, maka N-gain yang dihasilkan dalam kategori rendah.
Sikap belajar siswa diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari angket yang dibagikan kepada siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model MMI selesai dilakukan. Angket yang diberikan kepada siswa, kemudian dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan kaidah skala Liekert dengan rentang skala 1 sampai dengan 3. Artinya, sikap siswa cenderung lebih baik dari sebelum menggunakan model pembelajaran MMI dinyatakan dengan skala 3. Siswa yang merasa sikapnya masih sama saja atau tidak terdapat perubahan setelah menggunakan model pembelajaran MMI dinyatakan dengan skala 2. Siswa yang merasa sikapnya cenderung menurun atau lebih buruk dari sebelum menggunakan model pembelajaran MMI dinyatakan dengan skala 1. Jika rata-rata skor sikap belajar siswa di atas 2, maka dapat diartikan siswa merasakan adanya perbaikan sikap belajar. Sedangkan, jika rata-rata skor sikap belajar siswa di bawah 2, maka dapat diartikan siswa merasakan adanya penurunan sikap belajar.

2.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Gambar 2.1 menunjukkan rekapitulasi rata-rata skor hasil tes penguasaan konsep Optika Geometri untuk kelompok kontrol dan kelompok eksprimen. Rata-rata skor tes awal siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol relatif tidak berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelompok kontrol dan eksperimen memiliki tingkat penguasaan konsep awal Optika Geometri yang hampir sama. Skor rata-rata N-gain kelompok eksperimen sebesar 42,1 %, termasuk kategori sedang. Sedangkan skor rata-rata N-gain kelompok kontrol sebesar 31,1 %, juga termasuk kategori sedang. Dari pengujian signifikansi perbedaan dua rata-rata, didapat bahwa secara signifikans skor rata-rata N-gain kelompok eksperimen lebih tinggi dari skor rata-rata N-gain kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran MMI dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep Optika Geometri siswa dibanding penggunaan model pembelajaran konvensional.

Gambar 2.1. Perbandingan Skor Rerata Tes Awal, Tes Akhir, dan N-gain Penguasaan Konsep untuk Kedua Kelompok

Skor rata-rata penguasaan konsep siswa pada setiap sub konsep Optika Geometri dapat dilihat pada Gambar 2.2. Data-data pada gambar tersebut menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan konsep siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk setiap sub konsep mengalami peningkatan. Peningkatan penguasaan konsep untuk kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan penguasaan konsep untuk kelompok kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa model pembelajaran MMI ini lebih cocok digunakan untuk meningkatkan penguasaan konsep Optika Geometri dibanding model pembelajaran konvensional.


Keterangan:
1. Cahaya
2. Pemantulan pada cermin lengkung
3. Pembiasan pada lensa tipis

Gambar 2.2. Perbandingan Tes Awal, Tes Akhir, dan N-gain Setiap Sub Konsep antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Peningkatan penguasaan konsep kelompok eksperimen yang paling tinggi terjadi pada sub konsep cahaya (46,8 %) dan yang terendah terjadi pada sub konsep pemantulan pada cermin lengkung (38,7 %). Peningkatan penguasaan konsep kelompok kontrol yang paling tinggi juga terjadi pada sub konsep cahaya (34,7 %) dan yang terendah terjadi pada sub konsep pembiasan pada lensa tipis (29,3 %).
Sub konsep cahaya mengalami peningkatan penguasaan konsep yang paling tinggi untuk kedua kelompok. Hal ini sesuai dengan hasil temuan bahwa soal-soal yang diterapkan dalam sub konsep cahaya termasuk kategori mudah dan sedang saja, sehingga siswa tidak banyak mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal konsep ini dan N-gain yang diperoleh paling besar dibandingkan yang lain. Sub konsep cahaya dalam model pembelajaran MMI juga mengandung gambar-gambar fenomena alamiah secara mendetail dibandingkan sub konsep yang lain, sehingga tanggapan siswa merasa terbantu dengan tampilan gambar fenomena ini. Implikasinya penguasaan konsep siswa untuk sub konsep cahaya mengalami peningkatan yang paling besar dibandingkan dengan yang lainnya. Pemantulan pada cermin lengkung mengalami peningkatan penguasaan konsep yang paling rendah, untuk kelompok eksperimen yaitu 38,7 %. Hal ini terjadi karena soal-soal pada konsep cermin lengkung (cekung dan cembung) banyak terdapat soal-soal yang mengandalkan pemahaman konsep yang mendalam. Soal-soal pada konsep cermin lengkung tidak hanya soal penerapan rumus saja (C3), melainkan pada aspek analisis (C4), dan evaluasi (C5) dalam Taksonomi Bloom yang direvisi.
Gambar 2.3 menunjukkan bahwa sikap siswa rata-rata mengalami perbaikan dalam setiap indikator setelah melakukan pembelajaran dengan model MMI. Perbaikan sikap belajar siswa yang paling tinggi terjadi pada indikator menyelesaikan soal-soal yang ada menunjukkan sikap keaktifan siswa dan berusaha memperhatikan pelajaran di kelas menunjukkan sikap perhatian (2,7), sedangkan yang terendah terjadi pada indikator semangat dalam memahami materi menunjukkan motivasi (2,5). Pada semua indikator cenderung lebih memperbaiki sikap belajar siswa dari sebelumnya.
Perbaikan sikap belajar siswa terjadi untuk semua indikator. Hal ini sesuai dengan hasil temuan bahwa siswa merasa termotivasi dan senang setelah menggunakan model pembelajaran MMI, sehingga sikap mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan, selain meningkatkan penguasaan konsep, model pembelajaran MMI juga dapat memperbaiki sikap belajar siswa. Temuan ini sesuai dengan yang diungkapkan Sudarman (2007); Sutinah (2006); Jamaludin (2007) bahwa pembelajaran dengan model MMI dalam pemanfaatan software dan internet dapat meningkatkan aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude) siswa.

Keterangan:
1. Menyelesaikan soal-soal yang ada (keaktifan siswa)
2. Berusaha memahami teori yang diajarkan (memahami sendiri)
3. Ketertarikan dengan materi fisika (pengulangan konsep)
4. Semangat dalam memahami materi (motivasi)
5. Berusaha memperhatikan pelajaran di kelas (perhatian)

Garis putus-putus (- - -) menunjukkan bahwa batas dimana sikap belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran MMI masih sama saja dibanding dengan sebelum pembelajaran (model pembelajaran konvensional)

Gambar 2.3. Respons Siswa tentang Sikap Belajar untuk Setiap Indikator

2.3. Simpulan
Dari hasil pengolahan dan analisis data dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran Multimedia Interaktif (MMI) secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep Optika Geometri dibanding model pembelajaran konvensional. Selain itu, penggunaan model pembelajaran MMI Optika Geometri juga dapat memperbaiki sikap belajar siswa.
BAB III
CONTOH IMPLEMENTASI

Di bawah ini, ditampilkan beberapa contoh implementasi model pembelajaran MMI Optika Geometri.


Gambar 3.1. Home page Gambar 3.2. Pemantulan

Gambar 3.3. Applet Pembiasan Gambar 3.4. Applet Lensa

Gambar 3.5. Latihan Soal Gambar 3.6. Evaluasi (Ulangan)


BAB IV
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN

4.1. Keunggulan
Keunggulan model pembelajaran MMI optika geometri antara lain adalah:
1. Menunjukkan kepada siswa, penggambaran konsep yang abstrak dapat dinyatakan secara lebih konkret, sehingga penguasaan konsepnya lebih baik. Contoh: penggambaran sinar-sinar istimewa baik dalam cermin maupun lensa.
2. Siswa dapat melakukan pembelajaran secara mandiri. Peran guru di kelas benar-benar sebagai fasilitator saja.
3. Simulasi dan animasi yang terdapat dalam MMI optika geometri, dapat meningkatkan penguasaan konsep dan memperbaiki sikap belajar siswa.
4. Siswa dapat belajar secara utuh, konsep-konsep yang dikembangkan dalam model pembelajaran MMI optika geometri.
5. Siswa dapat berlatih dan mengevaluasi secara mandiri dalam latihan soal yang disediakan dalam MMI.

4.2. Kelemahan
Adapun kelemahan model pembelajaran MMI optika geometri adalah:
1. Untuk menggunakan komputer diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus tentang komputer.
2. Keragaman model komputer (perangkat komputer) sering menyebabkan program (software) khususnya java dan flash yang tersedia untuk satu model tidak cocok dengan model yang lainnya.
3. Komputer hanya efektif bila digunakan oleh satu orang atau beberapa orang dalam kelompok kecil.

Referensi:

Arsyad, A. (2002). Media Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855 [22 April 2008]

Jamaludin, A. (2007). Internet Menuju Sekolah: Jardiknas. [Online]. Tersedia: ade_smkams@yahoo.co.id [12 Desember 2007]

Lee, Nicoll, dan Brooks. (2002). A Comparison of Inquiry and Worked Example Web-Based Instruction Using Physlets. Dalam Computers & Education [Online], Vol 10 (5), 7 halaman. Tersedia: www.elsevier.com/locate/compedu [12 Maret 2007]

Sudarman. (2007). ”Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah”. Jurnal Pendidikan Inovatif. 2, (2), 68-73.

Sutinah, A. (2006). Pembelajaran Interaktif Berbasis Multimedia di Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia: www.google.com/pembelajaran/ interaktif/sutinah [12 Desember 2007]

TIMMS. (2004). Highlihts from The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMSS). Washington, D.C: National Center for Statistics (NCES), Institute of Education Sciences, U.S. Departement of Education.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar