MUARA BELITI- Hingga 2011, dari 21 kecamatan di Kabupaten Musi Rawas(Mura), ternyata baru satu kecamatan yang terdata bebas dari buta aksara. Kecamatan Muara Kati, tercatat telah dua tahun satu-satunya kecamatan bebas buta aksara yang bertahan. Kondisi tersebut didukung oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengetahuan mengenai penulisan dan membaca.
Demikian dijelaskan Kasi Keaksaraan dan Fungsional Disdik Mura, Nelly Aida kepada koran ini, Kamis (20/1). Sudah sejak lama warga Muara Kati termasuk masyarakat yang aktif dalam mengikuti setiap program yang dilaksanakan Disdik Mura. Termasuk dalam kegiatan keaksaraan fungsional.
Oleh sebab itulah, mulai tahun 2009 hingga saat ini Kecamatan Muara Kati berhasil menjadi kecamatan percontohan yang masyarakatnya sudah semakin sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan, terutama membaca.
Menurut Nelly Aida, selain Muara Kati, Kecamatan Tugumulyo juga pernah menjadi salah satu kecamatan bebas buta aksara. Namun, setelah dilakukan pendataan kembali, ternyata masih terdapat warga yang buta aksara di Kecamatan Tugumulyo.
“Sampai 2011 ini, Disdik Mura telah membantu 400 warga yang terkena buta aksara. Sebagian besar, berusia 44 tahun ke atas. Sementara bagi masyarakat yang usianya di bawah 44 tahun, sudah jarang ditemui menderita buta aksara,” jelas Nelly Aida.
Sementara itu, berdasarkan pantauan yang dilakukan, sebagian besar warga buta aksara ini hanya mengenyam pendidikan maksimal kelas tiga SD. Oleh sebab itulah, kemampuan membaca dan menulis masih sangat rendah, bahkan tidak sedikit yang benar-benar tidak mengenal huruf.
Sejauh ini, Disdik terus berusaha untuk menggalakkan program tersebut. Khususnya untuk daerah-daerah yang masih mayoritas penduduknya buta aksara. Seperti pada suku anak dalam, Kecamatan Ulu Rawas, dan Desa Nibung.
“Pada suku anak dalam misalnya, PKBM setempat memberikan teknik penyampaian khusus untuk bisa masuk dalam lingkungan mereka. Tentu ini bukan hal yang mudah. Namun, sedikit demi sedikit mereka sepertinya mulai terbuka dengan dunia luar untuk beradaptasi,” jelas Nelly.
Untuk mengoptimalkan bimbingan terhadap warga yang buta aksara ini, BKPM Kecamatan setempat harus pandai menentukan waktu yang tepat untuk menyampaikan cara-cara membaca dan menulis. Sebab, tidak sedikit pula masyarakat menanggapi kerja keras ini dengan sikap yang kurang indah.
Seperti mengabaikan akan pentingnya pendidikan terutama menulis dan membaca. Guna mengintensifkan program ini, setiap tahun Disdik menggelar program tersebut tiga bulan, dari September hingga Desember.
Untuk bisa mengikuti program ini, biasanya PKBM kecamatan setempat akan melakukan pendataan, selanjutnya akan dibuat proposal yang akan disampaikan kepada Disdik Mura. Sampai saat ini, dari jumlah penduduk yang ada, masih tersisa 2 persen penduduk yang mengidap buta aksara. Dan sebagian besar dari mereka adalah warga yang berusaia lanjut.(03)
Demikian dijelaskan Kasi Keaksaraan dan Fungsional Disdik Mura, Nelly Aida kepada koran ini, Kamis (20/1). Sudah sejak lama warga Muara Kati termasuk masyarakat yang aktif dalam mengikuti setiap program yang dilaksanakan Disdik Mura. Termasuk dalam kegiatan keaksaraan fungsional.
Oleh sebab itulah, mulai tahun 2009 hingga saat ini Kecamatan Muara Kati berhasil menjadi kecamatan percontohan yang masyarakatnya sudah semakin sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan, terutama membaca.
Menurut Nelly Aida, selain Muara Kati, Kecamatan Tugumulyo juga pernah menjadi salah satu kecamatan bebas buta aksara. Namun, setelah dilakukan pendataan kembali, ternyata masih terdapat warga yang buta aksara di Kecamatan Tugumulyo.
“Sampai 2011 ini, Disdik Mura telah membantu 400 warga yang terkena buta aksara. Sebagian besar, berusia 44 tahun ke atas. Sementara bagi masyarakat yang usianya di bawah 44 tahun, sudah jarang ditemui menderita buta aksara,” jelas Nelly Aida.
Sementara itu, berdasarkan pantauan yang dilakukan, sebagian besar warga buta aksara ini hanya mengenyam pendidikan maksimal kelas tiga SD. Oleh sebab itulah, kemampuan membaca dan menulis masih sangat rendah, bahkan tidak sedikit yang benar-benar tidak mengenal huruf.
Sejauh ini, Disdik terus berusaha untuk menggalakkan program tersebut. Khususnya untuk daerah-daerah yang masih mayoritas penduduknya buta aksara. Seperti pada suku anak dalam, Kecamatan Ulu Rawas, dan Desa Nibung.
“Pada suku anak dalam misalnya, PKBM setempat memberikan teknik penyampaian khusus untuk bisa masuk dalam lingkungan mereka. Tentu ini bukan hal yang mudah. Namun, sedikit demi sedikit mereka sepertinya mulai terbuka dengan dunia luar untuk beradaptasi,” jelas Nelly.
Untuk mengoptimalkan bimbingan terhadap warga yang buta aksara ini, BKPM Kecamatan setempat harus pandai menentukan waktu yang tepat untuk menyampaikan cara-cara membaca dan menulis. Sebab, tidak sedikit pula masyarakat menanggapi kerja keras ini dengan sikap yang kurang indah.
Seperti mengabaikan akan pentingnya pendidikan terutama menulis dan membaca. Guna mengintensifkan program ini, setiap tahun Disdik menggelar program tersebut tiga bulan, dari September hingga Desember.
Untuk bisa mengikuti program ini, biasanya PKBM kecamatan setempat akan melakukan pendataan, selanjutnya akan dibuat proposal yang akan disampaikan kepada Disdik Mura. Sampai saat ini, dari jumlah penduduk yang ada, masih tersisa 2 persen penduduk yang mengidap buta aksara. Dan sebagian besar dari mereka adalah warga yang berusaia lanjut.(03)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar