Seorang ibu termenung di teras rumahnya. Pikirannya menerawang entah ke mana. "Sekolah di mana ya anakku?" pikirnya.
Surat tanda lulus yang ditunggu-tunggu justru memberitahukan ketidaklulusan anaknya dari SMP. Sudah bisa ia bayangkan sedihnya sang anak saat mengetahui hal tersebut.
Sejak bergulirnya kebijakan-kebijakan pendidikan yang tidak konsisten dan aspiratif dari pemerintah, banyak tangis dan ratapan kekecewaan terdengar di mana-mana.
Belum lagi masalah biaya sekolah yang makin melambung, standar kelulusan yang makin tinggi membuat resah semua orang yang berhubungan dengan sekolah formal. Masalahnya, ujian yang hanya berlangsung beberapa hari itu akan menentukan nasib semua peserta didik yang mungkin setiap hari rajin mengerjakan PR, hebat dalam ulangan harian, ataupun pandai berdebat dalam diskusi. Semua prestasi yang pernah diraih selama bersekolah tak lagi diperhitungkan ketika berhadapan dengan standar lulus ujian nasional.
Pendidikan adalah hak setiap orang. Siapapun dan dari kalangan manapun berhak memperoleh pendidikan yang baik. Namun melekatnya identitas pendidikan hanya pada sekolah formal telah membuat ruang pendidikan jadi menyempit.
Sekolah formal dianggap solusi satu-satunya untuk memperoleh pendidikan. Sementara biaya dan sistem administrasi rumit yang mengiringi sekolah formal ternyata justru mempersulit orang untuk mengakses pendidikan.
Padahal kalau kita renungkan sejenak, kehidupan adalah pendidikan terbaik. Tak perlu teori terlalu detail untuk membuktikan pernyataan tersebut. Bukankah apapun yang kita kuasai hari ini diperoleh dari banyak fase dan pengalaman yang tak terbilang jumlahnya. Sekolah formal hanyalah sebagian kecil dari sumber pengetahuan dan kecakapan kita.
Dunia kerja yang kita geluti bahkan sering tak bersesuaian dengan materi yang kita pelajari di sekolah. Lagi-lagi kita harus belajar banyak justru dari pekerjaan itu sendiri, dari pengalaman teman-teman yang sudah lebih dulu terjun di bidang tersebut.
Jadi, betapa luasnya ruang pendidikan itu sesungguhnya. Andai setiap orang membawa paradigma ini, maka betapa luas kesempatan yang bisa diperoleh siapapun yang ingin belajar dan mendidik diri dan anak-anaknya, karena setiap orang bisa menjadi guru dan sekaligus murid di manapun ia berada.
Pendidikan untuk Perubahan
Tak dapat kita sangkal, hanya pendidikan yang akan mengubah masyarakat menjadi lebih baik, lebih percaya diri, dan lebih produktif dalam arti yang sebenarnya. Hanya pendidikan pula yang akan mengubah masyarakat menjadi lebih menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi perdamaian, meninggalkan sifat-sifat hewani yang serakah dan penuh intimidasi untuk mencapai keinginan.
Adapun pendidikan yang dimaksud bukanlah ruang sesempit sekolah formal. Pendidikan adalah seluruh usaha untuk memelihara sifat-sifat dan potensi-potensi baik pada diri manusia dan membuang segala bentuk penyakit jiwa yang akan merusak kemanusiaan seseorang.
Siapapun yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan masyarakat bisa melakukan usaha-usaha nyata untuk melakukan hal tersebut, betapapun kecilnya, di manapun ia berada, tanpa harus menunggu gedung sekolah berdiri atau kucuran dana mengalir dari pemerintah.
Sudah semestinya pendidikan tak lagi terbentur dengan persoalan-persoalan biaya, persoalan baju seragam, persoalan gedung sekolah, dan atribut-atribut pelengkap lainnya yang sesungguhnya bisa ditiadakan.
Ingin pintar melukis, belajarlah dari pelukis. Ingin pandai memasak, belajarlah dari para ahli memasak. Ingin pandai berdagang, belajarlah pada para pedagang yang sukses.
Di manapun pendidikan diselenggarakan, apakah hanya di sekolah formal, sekolah nonformal,informal, ataupun di ruang yang lebih luas dari itu semua, terpenting adalah pendidikan itu bisa dengan mudah dinikmati semua orang tanpa memandang usia, status sosial,jenis kelamin, dan batasan-batasan lainnya.
Salam pendidikan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar