Tampilkan postingan dengan label Homeschooling. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Homeschooling. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 November 2011

Perjalanan di Bulan Ramadhan 3

Memasuki wilayah Tapanuli, terlebih Tapanuli Utara, medan perjalanan mulai berat. Jalannya berlubang-lubang dan berundak-undak naik-turun. Turunannya curam, demikian juga tanjakannya 'patah' sekali. Pada beberapa ruas, malah terasa cukup mengkhawatirkan. Selain jalannya berlubang dalam, di kiri-kanan terbentang jurang dangkal yang dipadati pohon kelapa sawit dan rawa-rawa yang entah isinya apa. Yang jelas, di sepanjang jalanan di Tapanuli Utara babi hutan wara-wiri bebas bahkan di tengah-tengah manusia. Luar biasa!

Dan peristiwa yang mungkin sedikit sulit dilupakan adalah ketika ban mobil kami slip di tengah-tengah tanjakan yang benar-benar patah (kemiringan nyaris 30 derajat). Saat mobil kami melaju dengan sekuat tenaga untuk mencapai puncak jalan, serombongan mobil dari arah berlawanan juga sedang menuju jalanan yang sama. Jalan itu luas, namun yang masih tersisa aspal keras hanya bagian tengah. Para pengemudi menghindari bahu kiri ataupun kanan jalan karena di bagian itu aspal sudah tergerus air, dan yang tersisa tinggal tanah lempung yang becek di saat hujan. Mobil kami yang sedang berkonsentrasi naik akhirnya terpaksa mengambil jalur kiri supaya tidak beradu dengan mobil dari atas. Akibatnya, ban slip dan perjalanan terpaksa harus tertunda di situ. Kami semua turun. Ibu-ibu dan anak-anak berjalan ke atas sambil menunggu ban mobil berhasil keluar dari kubangan tanah liat itu. Kami berada di hutan Sumatera Utara.

Beruntung datang bantuan dari pemiliki kendaraan yang berpapasan, namun mobil tak juga berhasil diangkat apalagi di dorong. Para penolong pun menyerah dan mereka terpaksa melajutkan perjalanan karena dikejar waktu. Atas inisiatif kakek, ibu-ibu dan anak-anak akhirnya ikut mobil penolong yang kebetulan kosong karena akan menjemput penumpang di Meulaboh. Tak dinyana, ternyata kami telah jauh meninggalkan bapak-bapak, termasuk sopir di tengah tanjakan. Kami pun sudah meninggalkan perbatasan Sumatera Utara dan tiba di tanah rencong. Rasanya seperti mimpi ^_^.

Luqman nampak sangat kelelahan dan terpaksa harus turun dari mobil tumpangan itu. Kami berhenti di sebuah Mesjid sambil menunggu mobil kami datang menjemput. Nyaris merasa, kami tak akan pernah sampai di tujuan karena kelelahan. Tapi, dengan niat menyambungkan silaturahim dengan keluarga besar kakek di Aceh, kami menjaga semangat. Alhamdulillah semua bisa kami lewati.

Tak lama kemudian, mobil kami datang dengan belepotan tanah. Mobil berhasil dibebaskan dari kubangan dengan bantuan 6 orang pengangkut kayu yang kebetulan sedang lewat dengan bayaran cukup mahal (jika diukur dengan kebiasaan orang-orang di tanah Sunda), tapi mungkin tak seberapa jika dibandingkan dengan waktu dan keselamatan kami semua.

Alhamdulillah kami berkumpul lagi. Setelah istirahat sebentar di kota Singkil, kami menuju tahap terakhir perjalanan menuju tujuan. Menurut kakek, lamanya kurang leih 4 jam dari kota Singkil tersebut. Kami pun bersiap. Saat itulah kami disuguhi pemandangan yang cukup membuat nelangsa. Hutan Aceh itu dulu nampaknya luas sekali. Bentangannya seujung pandangan. Sayang, pemandangan yang kami lihat waktu itu, hutan alami ternyata sudah dirusak dengan 'kasar'. Sisa-sisa pohon yang batang bawahnya di bakar bergelimpangan tak menentu. Sebagian besar lahan di sepanjang tepian jalan sudah ditanami kelapa sawit. Dalam hati saya bergumam, "Apa mungkin, ini juga salah satu penyebab bumi di Aceh tak lagi seimbang? Alamnya memang telah dirusak dan akibatnya bumi mencari keseimbangannya sendiri dengan senantiasa bergerak dan berguncang. Wallahualam".

BERSAMBUNG


Selasa, 04 Oktober 2011

Perjalanan di Bulan Ramadhan 2


Baru sempat menulis lagi. Perjalanan berikutnya di bulan Ramadhan 1432 H adalah mengunjungi salah satu kota kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kota itu bernama Tapak Tuan. Kota di tepi pantai, bernuansa khas laut.

Inilah mungkin perjalanan terpanjang sejauh ini yang dirasakan anak-anak setelah mereka besar. Menempuh perjalanan 24 jam non stop, kecuali istirahat untuk makan dan tidur beberapa jam di dalam mobil. Pengalaman yang benar-benar di luar kebiasaan. Saya agak khawatir awalnya, apakah mereka akan kuat? Tapi ternyata semua bisa dilalui.

Pukul 11.00 start berangkat dari Bukittinggi. Setengah jam kemudian kami mulai menapaki jalanan berkelok-kelok. Panorama hutan lebat di kiri kanan jalan memang begitu memesona, tapi kelokan pendek-pendek membuat anak-anak mulai mabuk. Kantong kresek laku keras. Mobil tetap melaju hingga menemui sebuah masjid kami berhenti. Anak-anak ke toilet sekaligus beristirahat. Di situlah terasa, suasana di 'negeri' asing. Pohon-pohon atau bunga-bunga bolehlah sama, tapi bentuk-bentuk atap rumah tak bisa berbohong, terlebih-lebih lagi bahasa. Terasa pada suasana seperti itu, Indonesia memang beragam.

Usai istirahat perjalanan berlanjut menyusuri jalanan berhutan menuju perbatasan provinsi SUMBAR dan SUMUT.Kakek sebagai pemandu sangat antusias memberikan info pada cucu-cucunya tentang apa-apa yang ada di sepanjang daerah yang kami lewati. Sayang, kondisi sehabis mabuk mengganggu perhatian anak-anak untuk lebih cermat menyimak. Lewat area Equator di Bonjol kami hanya melintas saja, tidak singgah, padahal ada museum equator di sana. Kami mengejar waktu supaya tidak terlalu malam tiba di hutan Sawit.

Sore hari kami memasuki satu daerah yang sangat cantik, dan sudah termasuk wilayah Provinsi Sumatera Utara. Mandailing Natal nama daerah itu. Kami disuguhi pemandangan tertata alami. Hutan membentengi di ujung pandangan, pesawahan kemudian membentang di tahapan kedua, dan sungai besar yang jernih berada paling depan, tak jauh dari jalan raya.

Warna padi berselang-seling hijau dan kekuningan berlatarkan hutan hijau yang kaya oksigen dan menyimpan cadangan air berlimpah. Tak heran kalau sungainya tak henti mengalir, memberikan kehidupan pada penduduk di sana. Rasanya ingin turun untuk sekadar mencicip segarnya aliran air yang sangat jernih itu. Sayang, waktu terbatas. Kami hanya bisa menikmati selintasan, bahkan memotret pun hanya bisa dari balik jendela mobil. Hasilnya jelas kurang memuaskan.Namun kesimpulan sementara sampai sejauh itu, Sumatera memang 'surga' bagi para pecinta dan penikmat panorama sungai.

BERSAMBUNG