Jumat, 28 Maret 2008

Pendidikan Luar Sekolah


Pendidikan Luar Sekolah


Diedit dan di tambah

oleh:

Arip Nurahman

Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia

&

Follower Open Course Ware at MIT-Harvard University, U.S.A.


Pendidikan luar sekolah (bahasa Inggris: Out of school education) adalah pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan warga belajar agar mempunyai jenis keterampilan dan atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal (persekolahan).


Karakteristik pendidikan luar sekolah

  1. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Subtitute dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di jalur persekolahan (formal). Contohnya: Kejar Paket A, B dan C
  2. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Supplement pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah. Contohnya: private, les, training
  3. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Complement dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh didalam pendidikan sekolah. Contohnya: Kursus, try out, pelatihan dll.

Out-of-school learning, an educational concept first proposed by Lauren Resnick in the 1987 presidential address,[1][2] consists of curricular and non curricular learning experiences for pupils and students outside the school environment.

The point of out-of-school learning is to overcome learning disabilities, development of talents, strengthen communities and increase interest in education by creating extra learning opportunities in the real world. In a study[3] performed by the UCLA National Center for Research on Evaluation, Standards, and Student Testing (CRESST) it was proven that out-of-school learning increases the interest in education and school itself.

Out-of-school learning is typically not coördinated by the school itself. Out-of-school experiences are organised with community partners such as museums, sport facilities, charity initiatives, and more. Out-of-school experiences can range from Service Learning to summer school and expeditions or more commonly occur in day to day experiences at afterschool with creative ventures such as arts courses and even sports. Some other examples of out-of-school learning are:


  • homework and homework clubs

  • study clubs - extending curriculum

  • mentoring - by other pupils and by adults, including parents

  • learning about learning

  • community service and citizenship

  • residential activities - study weeks or weekends

It has been found in research by the Wallace Foundation that out-of-school learning can be a great opportunity to discover and develop talents. Especially if a professional organisation develops a learning environment that guides groups of pupils/students in their co-operation in creating a professional and publicly visible product, presentation or performance. Companies, cultural institutions and non governmental organisations can offer valuable out-of-school learning experiences.


Organisations will see results accordingly to the quality of the experience, whether they aim to promote active and healthy lifestyles, increase community involvement and visitors/members, to an interest in a companies corporate responsibility projects and employment opportunities.



Upaya Meningkatkannya

Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin terabaikanadalah melalui pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS).

Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh factor ekonomi

Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah adalah mengerakan program pendidikan non formal tersebut, karena UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa pendidikan non formal akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan pendidikan non formal sebagai upaya untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun.

Dalam kerangka perluasan dan pemerataan PLS, secara bertahap dan bergukir akan terus ditingkatkan jangkauan pelayanan serta peran serta masyarakat dan pemerintah daerah untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan PLS, maka Rencana Strategis baik untuk tingkat propinsi maupun kabupaten kota, adalah :

  1. Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini;

  2. Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara SD dan B setara SLTP;

  3. Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional;

  4. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP), Program Pendidikan Orang tua (Parenting);

  5. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus; dan

  6. Memperkuat dan memandirikan PKBM yang telah melembaga saat ini di berbagai daerah di Riau.

Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program PLS mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha, maka yang perlu disusun Rencana strategis adalah :

  1. Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS;

  2. Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil;

  3. Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard kompetensi, standard kurikulum untuk kursus;

  4. Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi, asosiasi profesi, lembaga diklat; serta

  5. Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat dan pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen pendidikan.

Strategi PLS dalam rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi yang dilakukan adalah :

  1. Meningkatkan peranserta masyarakat dan pemerintah daerah;
  2. Pembinaan kelembagaan PLS;
  3. Pemanfaatan/pemberdayaan sumber-sumber potensi masyarakat;
  4. Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di bidang PLS;
  5. Meningkatkan fasilitas di bidang PLS

Semangat Otonomi Daerah PLS memusatkan perhatiannya pada usaha pembelajaran di bidang keterampilan lokal, baik secara sendiri maupun terintegrasi. Diharapkan mereka mampu mengoptimalkan apa yang sudah mereka miliki, sehingga dapat bekerja lebih produktif dan efisien, selanjutnya tidak menutup kemungkinan mereka dapat membuka peluang kerja.

Pendidikan Luar Sekolah menggunakan pembelajaran bermakna, artinya lebih berorientasi dengan pasar, dan hasil pembelajaran dapat dirasakan langsung manfaatnya, baik oleh masyarakat maupun peserta didik itu sendiri..

Di dalam pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, yang perlu menjadi perhatian bahwa, dalam usaha memberdayakan masyarakat kiranya dapat membaca dan merebut peluang dari otonomi daerah, pendidikan luar sekolah pada era otonomi daerah sebenarnya diberi kesempatan untuk berbuat, karena mustahil peningkatan dan pemberdayaan masyarakat menjadi beban pendidikan formal saja, akan tetapi pendidikan formal juga memiliki tanggungjawab yang sama. .

Oleh sebab itu sasaran Pendidikan Luar Sekolah lebih memusatkan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan, dan perempuan.

Selanjutnya Pendidikan Luar Sekolah harus mampu membentuk SDM berdaya saing tinggi, dan sangat ditentukan oleh SDM muda (dini), dan tepatlah Pendidikan Luar sekolah sebagai alternative di dalam peningkatan SDM ke depan.

PLS menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah sejalan dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat, penyelenggaraan PLS lebih memberdayakan masyarakat sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali, PLS perlu mempertahankan falsafah lebih baik mendengar dari pada didengar, Pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota secara terus menerus memberi perhatian terhadap PLS sebagai upaya peningkatan SDM, dan PLS sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, dan anak usia putus sekolah..Semoga.


DIKLAT PENGELOLAAN PENDIDIKAN ALTERNATIF

"Pendidikan alternatif untuk kualitas sumber daya manusia yang lebih baik"

Tempat di Universitas Pendidikan Indonesia Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

Sumber:

1. Bpk. Ace Suryadi, Ph.D.

(Mantan DIRJEN PLS Indonesia)

2. Bpk. Drs. Edi Mulyadi, M.Pd.

(KASUBDIN PLS Jawa Barat)

3. Dr. Ayi Olim, M.Pd.

(Ketua Jurusan PLS Universitas Pendidikan Indonesia)


See also


References


1. Community building

2. Applied learning

3. Alternative education


Sumber:

1. Bpk. Isjoni (Dekan di FKIP Universitas Riau)

2. Wikipedia

3. http://www.cse.ucla.edu/

National Center for Research on Evaluation, Standards, and Student Testing (CRESST) University of California at Los Angeles


Perbaikan:

Ke-1: 15-10-2009

Arip Nurahman

Guru dan Dosen Profesional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar