Apakah benar secara umum anak perempuan itu lebih manja daripada anak laki-laki ketika terluka? Entahlah, saya tak punya pembanding. Yang jelas, putri saya Azkia termasuk kategori itu.
Akan tetapi, kondisi sekitar rumah kami sekarang sedikit demi sedikit "memaksa" dia untuk berubah dan saya pun mengkondisikan dia untuk beranjak lebih kuat dan mandiri. Seperti pagi tadi (6 Januari 2009), saat adiknya Luqman masih berada di lapangan bersama papanya, Azkia pulang duluan. Wajahnya mengkerut, dan itu cukup membuat saya tahu bahwa ada apa-apa dengan dia. Dan samar-samar saya dengar Luqman berteriak dari lapangan, "Mama, kaki kakak terkelupas!"
Biasanya putri saya ini akan merengek kalau kaki atau tangannya tergores sesuatu, tapi tadi pagi saya mencoba untuk mencegah itu dengan bertanya lebih dulu, "Kakinya terkelupas, ya?". Dia pun mengangguk.
"Cuci kakinya sampai bersih. Ambil obat sendiri, ya!"
"Pakai apa, Mama?"
"Bisa bandotan, tanaman betadine, sirih, atau tanaman yang merambat di pagar itu", ujar saya.
Azkia pun melakukannya dengan semangat. Wajah murungnya mendadak berubah normal kembali. Saya menduga, ada dua hal yang membuatnya menjadi seperti itu: pertama, karena ia merasa diberi kepercayaan untuk mengobati dirinya sendiri, dan yang kedua, ia merasa menemukan momentum untuk mempraktekkan pengetahuannya tentang tanaman untuk mengobati luka.
Ya, begitulah rupanya. Sesungguhnya anak-anak merindukan dirinya menjadi mandiri, sementara orang tua seringkali menunda-nunda pemenuhan hasrat itu. Saya makin merasakan, memang tak mudah menjadi orang tua ideal yang memahami benar anak-anak kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar