Prestasi yang ditorehkan anak Sanggar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Kota Lubuklinggau di Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) lalu, dapat mengharumkan nama kota yang berslogan “Sebiduk Semare”. Pasalnya, salah seorang anak Sanggar MIPA, wakili Provinsi Sumsel di tingkat Nasional. Berikut laporannya.
Leo Mura, Lubuklinggau
“Kompetisi MIPA di tingkat provinsi kami hanya mengirim enam peserta. Keenam peserta tersebut, yakni James Liang juara II matematika, M Dwiyato Ade dan Rika Yuliana harapan 1 pada mata pelajaran matematika. Kemudian Sultan Prasasti juara harapan I untuk mata pelajaran IPA. Sementara Oktarizali dan James Michael masuk di sepuluh besar dengan urutan ke enam dan ketujuh,” tutur kepala Sanggar MIPA Kota Lubuklinggau, Neli Susila Ningsih kepada wartawan koran ini ketika ditemui di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Lubuklinggau, Rabu (7/7).
Peserta yang mengikuti kompetisi ditingkat provinsi merupakan hasil dari seleksi siswa berprestasi. “Dari hasil itu, maka James Liang yang berhasil mengikuti kompetisi MIPA tingkat nasional,” ujara wanita yang akrab disapa Neli itu.
Mengenai persiapan ditingakat nasional, menurut Neli pihaknya akan selalu membimbing anak asuhnya tersebut di sanggar selama dua bulan. Kemudian anak tersebut akan mengikuti karantina di Palembang.
“Berapa lama karantina di Palembang nanti, belum ada keputusan, saat ini anak tersebut hanya dibina di sanggar semaksimal mungkin. Dan Agustus mendatang akan mengikuti kompetisi ditingkat nasional, yang akan dilaksanakan di Medan,” ungkap wanita kelahiran Bengkulu 20 Juni 1980 ini.
Sanggar MIPA Lubuklinggau selama empat tahun berturut-turut, lanjutnya telah berhasil mengantarkan anaknya ketingkat nasional. Di tahun ajaran 2007/2008 salah seorang anak sanggar telah berhasil meraih juara harapan I di tingkat nasional, atas nama Tania untuk mata pelajaran Matematika.
Melihat keberhasilan selama empat tahun ini, pihaknya berupaya untuk dapat mengembangkan sanggar MIPA tersebut. Salah satu dalam pengembangan itu, yakni kerjasama dengan wali murid, kemudian membina anak secara rutin yang dibina langsung oleh empat tenaga pengajar yang professional di bidangnya. “Dalam satu minggu terdapat tiga kali pertemuan. Dengan rata-rata setiap harinya 3 jam belajar. Dalam satu kali pertemuan, terhitung dari pukul 14.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB, dengan materi bimbingan disesuaikan dengan mata pelajaran. Tetapi untuk tingkatan materi yang diajarkan setara dengan siswa SMP/SMA,” terang wanita yang berbadan sedang itu.
Selain itu, dalam upaya pengembangan sanggar, pihaknya juga berupaya untuk menigkatkan intensitas belajar, kerjasama dengan Bimbingan Belajar (Bimbel) yang ada di Kota Lubuklinggau, seperti Ganesa Opreation (GO), dan meningkatkan sarana dan prasarana belajar. “Saat ini sanggar MIPA Kota Lubuklinggau tidak memiliki Gedung sendiri. Maka pihaknya telah mengajukan proposal ke Disdik Kota Lubuklinggau untuk pembuatan Gedung. Gedung itu direncanakan akan dibangun di Kelurahan Megang dengan sebutan Gedung Sains,” jelasnya.
Sementara itu, dari 15 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumsel, hanya Kota Lubuklinggau yang masuk di 10 besar. “Kami merasa bangga dengan sanggar Kota Lubuklinggau yang baru berumur 4 tahun, mampu mengalahkan peserta dari 15 kabupaten/kota yang ada di Sumsel, bahkan ada yang mengikuti kompetisi MIPA di tingkat nasional,” imbuhnya.
Mengenai jumlah anak Sanggar MIPA Lubuklinggau tidak dapat ditentukan, sebab Sanggar MIPA setiap tiga bulan sekali mengadakan penyeleksian atau evaluasi anak dengan sistim gugur. Ia mencontohkan, sanggar MIPA menerima 30 IPA dan 30 matematika, kemudian tiga bulan sekali di seleksi kembali dengan di ciutkan menjadi 15 anak yang terdiri dari 7 anak matematika dan 8 anak IPA. Dan penyeleksian terakhir di ciutkan menjadi 12 anak sanggar yang meliputi 6 anak Matematika dan 6 anak IPA.
“Ke 12 anak itulah yang akan mengikuti kompetisi baik di tingkat nasional maupun internasional. Jadi Sanggar MIPA Kota Lubuklinggau memiliki 2 tim yang siap mengikuti kompetisi, kedua tim tersebut yaitu tim A dan tim B. Untuk tim A merupakan jalur nasional dan tim B, yaitu jalur internasional, dengan pengelompokan ini dapat mempermudah membina anak sanggar MIPA untuk belajar. Di setiap tim tersebut, memiliki metode tersendiri dalam mempersiapkan anak Sanggar MIPA sebelum mengikuti kompetisi. Untuk tingkat nasional biasanya dominan dengan ekplorasi dan ekperimen saja, sedangkan di tingkat international dominan pada bahasa inggris,” terangnya.
Untuk diketahui, sanggar MIPA ini didirikan berdasarkan dari hasil pelatihan instruktur di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di Indralaya Ogan Ilir (OI) yang mewajibkan untuk memiliki sanggar di setiap kabupaten/kota. “Dari 15 kabupaten/kota yang di wajibkan untuk membuat sanggar, hanya kota Lubuklinggau yang berhasil. Sebab sanggar tidak memiliki dana sendiri. Dana sanggar merupakan dana yang di anggarkan dari Disdik Kota Lubuklinggau,” papar Neli Susila Ningsih.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar