Rabu, 08 Oktober 2008

Nasihat ini sangat penuh makna, saya jamin

Wasiat Imam Ali as




Wasiat Imam Ali as pada anaknya Imam Hasan as :

Resapkan kebenaran yang satu ini, wahai anakku !....... Bahwa Tuhan, yang punya perbendaharaan langit dan bumi , telah memberi permisi buatmu untuk mohon semua itu. Dan Dia pun membuat Janji untuk mengabulkan pintamu!. Dia menyuruh untuk mohon anugerahNya, yang akan diberikanNya. Dan Rahmatnya , yang akan dilimpahkanNya...

Tidak ada petugas sekuriti, penghalang doamu sampai padaNya. Tidak perlu pula ada perantara berada diantara kamu dan diriNya, mewakili atas-namamu.

Jika kamu melanggar janji, jika kamu melanggar sumpah, melakukan lagi yang dulu kamu bertobat, Dia tidak akan segera menghukummu, Dia tidak akan tergesa menolakmu atau menganugerahimu. Dan bila kamu bertobat sekali lagi, Dia tidak akan Nyinyir Mengejekmu atau ramai-beberkan rahasia dosamu , walaupun itu paling patut bagimu.

Tetapi Dia akan menerima tobatmu serta memaafkanmu. tanpa pernah mengungkit-ngungkit maafNya , atau menolak melimpahkan rakhmatNya. Tidak, bahkan resmi dinyatakan bahwa tobat adalah kebajikan dan kesalehan.

Yang Maha Pengasih telah membuat deklarasi , setiap salahmu cuma dihitung satu, setiap baik-salehmu dihitung sepuluh. Pintu TobatNya ditinggal lebar jembar terbuka.

Dia dengar setiap sapaan panggilanmu. Dia terima setiap panjatan doamu.. .

( Diambil dari Nahjul Balaghoh , Surat, No.31 )



Putraku sayang, walaupun rentang usiaku tidaklah sepanjang mereka yang telah mendahuluiku, namun aku berusaha keras untuk mempelajari sejarah kehidupan mereka. Dengan tekun kutelusuri kegiatan-kegiatan mereka, kurenungkan pikiran dan amal perbuatan mereka, kupelajari bekas-bekas peninggalan dan reruntuhan mereka, dan kurenungkan perjalanan mereka sedemikian rupa sehingga aku merasa seakan-akan aku pernah hidup dan bekerja bersama mereka dari abad-abad permulaan sejarah sampai ke masa kita ini. Aku tahu apa yang baik dan yang membawa kerusakan bagi mereka.

Dengan memisahkan yang baik dari yang buruk kuperhatikan dengan seksamahalaman-halaman pengetahuan yang telah kuhimpun. Melalui nasihat ini aku berusaha menunjukkan kepadamu nilai kehidupan yang bersih dan pemikiran yang tinggi, dan bahaya kehidupan yang penuh dosa dan kekejian. Sebagai ayah yang kasih, penuh perhatian dan mencintaimu, aku berusaha menjaga dan melindungi setiap segi kehidupanmu.

Sejak awal aku bermaksud menolong mengembangkan akhlak yang mulia dan mempersiapkanmu menjalani kehidupan ini. Aku ingin mendidikmu menjadi seorang pemuda dengan akhlak karimah, berjiwa terbuka dan jujur serta memiliki pengetahuan yang jernih dan tepat tentang segala sesuatu di sekelilingmu.

Pada mulanya aku hanya ingin mengajarimu Kitab Suci, secara mendalam, mengerti seluk-beluk (tafsir dan takwil)nya, membekalimu dengan pengetahuan yang lengkap tentang perintah dan larangan-Nya (hukum-hukum dan syariat-Nya) serta halal dan haramnya. Kemudian aku khawatir engkau dibingungkan oleh hal-hal yang diperselisihkan di antara manusia, akibat perbedaaan pandangan di antara mereka dan diperburuk oleh cara berpikir yang kacau, cara hidup yang penuh dosa, egoisme dan kecenderungan hawa nafsu mereka, sebagaimana membingungkan mereka yang berselisih itu sendiri. Oleh karena itu, kutuliskan, dalam nasihatku ini,prinsip-prinsip dasar dari keutamaan, kemuliaan, kesalehan, kebenaran dan keadilan. Mungkin berat terasa olehmu, tetapi lebih baik membekali engkau dengan pengetahuan ini daripada membiarkanmu tanpa pertahanan berhadapan dengan dunia yang penuh dengan bahaya kehancuran dan kebinasaan. Karena engkau adalah pemuda yang saleh dan bertaqwa, aku yakin engkau akan mendapatkan bimbingan dan pertolongan ilahi (taufik dan hidayah-Nya) dalam mencapai tujuanmu. Aku ingin engkau berjanji pada dirimu untuk bersungguh-sungguh mengikuti nasihatku ini.

Ketahuilah wahai putraku, bahwa sebaik-baiknya wasiat adalah taqwa kepada Allah, bersunguh-sungguh menjalankan tugas yang diwajibkan-Nya atasmu, dan mengikuti jejak langkah ayah-ayahmu yang terdahulu (Rasullullah) dan orang-orang yang saleh dari keluargamu. Bahwasanya mereka senantiasa memperhatikan dengan teliti pikiran dan perbuatan mereka sebagaimana engkaupun harus berbuat. Apabila jiwamu menolak untuk menerima hal-hal tersebut dan bertahan untuk mengetahui sendiri sebagaimana mereka mengetahui (mengalami apa yang mereka alami), maka engkaupun bebas untuk mencapai kesimpulan-kesimpulanmu, tetapi hendaknya usahamu itu disertai dengan pengkajian dan pemahaman yang teliti.

Jangan sekali-kali membiarkan ketidakpastian dan keraguan meracuni pikiranmu. Jangan biarkan rasa ingin menang ataupun rasa suka dan tidak suka mempengaruhi pandangan dan pendapatmu. Ingatlah untuk senantiasa mengawali usahamu dengan memohon petunjuk dari Tuhanmu dan membimbingmu ke jalan yang benar. Jangan biarkan perasaan ragu dan bimbang (terhadap kebenaran ajaran agama) menguasai pikiranmu, karena itu akan menjerumuskanmu ke dalam agnostisisme (sikap tidak peduli terhadap Tuhan) atau syubhat atau ke dalam dosa dan kesesatan.

Ketika engkau akan menyelesaikan suatu masalah sedang engkau yakin bahwa hatimu bersih dan khusyuk, pikiranmu telah terpusat dan semangatmu telah penuh, perhatikanlah apa yang telah kuterangkan padamu, tetapi jika pikiranmu belum jernih dan terbebas dari keraguan sebagaimana engkau harapkan maka engkau akan membabi buta dan menerjang bagaikan unta buta dan jatuh ke dalam kegelapan. Dalam keadaan seperti itu yang terbaik adalah berhenti, karena dalam keterbatasan-keterbatasan seperti it

Tidak ada komentar:

Posting Komentar