Sabtu, 11 April 2009

BOS

Implementasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Terhadap Peningkatan Mutu Sekolah


STUDI PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004-2009 diprioritaskan pada peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dasar yang lebih berkualitas melaui peningkatan pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat menjangkau layanan pendidikan dasar.

Kenaikan harga BBM beberapa tahun terakhir ini yang diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya, akan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin. Hal tersebut lebih lanjut dapat menghambat upaya penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun karena penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan yang sederajat).

Salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK). Pada tahun 2005, APK tingkat SMP sebesar 85,22 % dan pada akhir 2006 telah mencapai 88,68 %. Target penuntasan Wajar 9 tahun harus dicapai pada tahun 2008/2009 dengan APK minimum 95 % . Dengan demikian, pada saat ini masih ada sekitar 1,5 juta anak usia 13-15 tahun yang masih belum mendapatkan layanan pendidikan dasar. Selain masalah pencapaian target APK, permasalahan lain yang dihadapi adalah masih rendahnya mutu pendidikan yang antara lain mencakup masalah tenaga kependidikan, fasilitas, manajemen, proses pembelajaran dan prestasi siswa.

Dengan adanya pengurangan subsidi bahan bakar minyak, amanat undang-undang dan upaya percepatan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang bermutu, Pemerintah melanjutkan pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB negeri/swasta dan Pesantren Salafiyah serta sekolah keagamaan non islam setara SD dan SMP yang menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

Selain memberikan musibah, kenaikan BBM membawa dampak positif bagi dunia pendidikan. Salah satu bentuk kompensasi kenaikan BBM tahap pertama adalah BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Itu merupakan inisiatif bagus dari pemerintah, walaupun kebijakan menaikkan harga BBM bukan solusi.

Program BOS oleh pemerintah ditunjukan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan. Misalnya, pembangunan gedung sekolah dan beberapa sarana penunjang lainnya. Fasilitas pendidikan, diakui atau tidak adalah merupakan sarana penting untuk menunjang kualitas pendidikan. Sarana infrastruktur pendidikan yang baik akan memudahkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman orang atas suatu bidang pembelajaran. Memang sangat riskan, menginginkan proses belajar-mengajar berjalan dengan baik namun tidak ditunjang oleh sarana infrastruktur yang baik pula.

Penyaluran BOS yang pengaturannya diserahkan kepada masing-masing daerah diupayakan agar lebih mengena. Untuk mengawasi penyaluran BOS, mulai pendataan hingga penyalurannya, telah disiapkan beberapa tim pengawas agar benar-benar mengena dan efisien.

Sebelum disalurkan, setiap sekolah perlu menyerahkan kebutuhan sarana dan prasarananya yang masih kurang dan benar-benar perlu. Hal itu dimaksudkan agar nantinya dana BOS tidak digunakan untuk kebutuhan yang sebenarnya kurang perlu. Sebab selama ini, kita sering menghamburkan uang negara untuk kebutuhan yang sebenarnya kurang penting. Jadi terkesan (walaupun benar) kita adalah bangsa yang senang menghabiskan anggaran. Jika kebutuhan sebuah sekolahan akan sarana fisik seperti gedung telah terpenuhi, BOS bisa dialihkan untuk menambah buku-buku bacaan di perpustakaan untuk peningkatan budaya membaca dan pengetahuan siswa. Selama ini, pembangunan sering diartikan sebagai sebuah usaha pembuatan sarana fisik semata. Karena itu, yang terjadi adalah pembangunan fisik berjalan baik, namun pembangunan mental dan cara berpikir masyarakat cenderung berjalan di tempat. Dengan demikian, usaha memerdekakan masyarakat dari kebodohan selalu gagal.

Buktinya, kita masih sering diperdayai oleh bangsa asing dalam banyak hal. Kartini Kartono dalam bukunya Wawasan Politik menyebutkan bahwa sering kali kita lebih mengedepankan pembangunan sarana fisik dan melupakan pembangunan mental. Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waklu 2004-2009 melalui peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas melalui peningkatan pelaksanan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan pemberian akses yang lehih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat rnenjangkau layanan pendidikan. Kenaikan harga BBM dikawatirkan akan menurunkan daya beli rakyat miskin. Hal tersebut lebih lanjut dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, karenan penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi biaya pendidikan. Oleh sebeb itu program PKPS-BBM bidang pendidikan perlu dilanjutkan.

Bantuan operasional sekolah yang akan digulirkan tahun ini akan ditambah komponen satu buku pelajaran untuk setiap murid senilai Rp 20 ribu. Total dana yang disepakati pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sebesar Rp 800 miliar. Sedangkan untuk daerah yang nilai ujian nasionalnya rendah, buku pelajaran gratis yang disediakan sebanyak dua buah.

Adanya niat baik pemerintah dan DPR untuk membantu orang tua murid tentu mesti disambut positif. Soalnya, walau berfungsi menunjang proses belajar-mengajar, buku pelajaran justru dianggap sumber masalah bagi orang tua murid.

B. Tujuan

Tujuan Program BOS menurut Buku Panduan 2006: Program Bantuan Operasional sekolah (BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun.

Program pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dimaksudkan sebagai bantuan kepada sekolah/madrasah/salafiyah dalam rangka membebaskan iuran siswa namun sekolah tetap dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Pemberian program BKM dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat keluarga kurang/tidak mampu akan layanan pendidikan jenjang Sekolah Lanjutan Atas dan yang sederajat (SLA dan sederajat).

Melalui program BOS, Pemerintah Pusat memberikan bantuan dana “blockgrant” kepada sekolah. Sekolah dapat menggunakan dana tersebut untuk keperluan operasional sekolah, khususnya biaya operasional non personil sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam buku petunjuk pelaksanaan program.

Besarnya dana yang di terima sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan alokasi sebesar Rp. 235.000,- per tahun per siswa tingkat SD dan Rp. 324.500,- per tahun per siswa tingkat SMP. Alokasi per siswa tersebut ditetapkan berdasarkan perhitungan biaya pendidikan yang diolah dari Susenas 2004. Dana untuk semester pertama TA 2005/2006 diserahkan sekaligus dan ditransfer langsung ke rekening masing-masing sekolah. Pengelolaan dana dilakukan dan menjadi tanggungjawab kepala sekolah dan guru/bendahara yang ditunjuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja sekolah (RAPBS) yang telah disetujui oleh komite sekolah.

Pada dasarnya semua sekolah negeri dan swasta tingkat SD dan SMP yang meliputi SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB dan Salafiyah serta sekolah keagamaan non-islam Setingkat SD dan SMP yang menyelenggarakan program Wajar Diknas (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) berhak memperoleh BOS. Sekolah yang menerima BOS diharuskan untuk mengikuti semua aturan yang ditetapkan oleh pengelola program, baik mengenai cara pengelolaan penggunaan, pertanggungjawaban dana BOS yang diterima, maupun monitoring dan evaluasi. Sekolah yang mampu secara ekonomi dan memiliki pendapatan yang lebih besar dari dana BOS berhak untuk menolak BOS, apabila disetujui oleh orang tua siswa dan komite sekolah. Untuk sekolah penerima BOS ditetapkan aturan sebagai berikut :

  1. Sekolah yang jumlah penerimaan dari peserta didik (sebelum BOS) lebih kecil dari BOS harus membebaskan siswa dari semua bentuk pungutan/sumbangan/iuran yang digunakan untuk membiayai pengeluaran yang dapat dibiayai dari dana BOS. Sekolah juga diminta untuk membantu siswa kurang mampu yang mengalami kesulitan transportasi dari dan sekolah
  2. Sekolah yang jumlah penerimaan dari peserta didik (sebelum BOS) lebih dari BOS tetap dapat memungut biaya tambahan, tetapi harus membebaskan iuran sekolah ada siswa miskin, apabila di sekolah tersebut ada siswa miskin. Bila masih ada sisa dana BOS, setelah digunakan untuk memsubsidi siswa miskin, maka sisa dana tersebut dapat digunakan untuk mensubsidi siswa yang lain. Apabila di sekolah tersebut tidak ada siswa miskin, dana BOS dapat digunakan untuk mensubsidi semua siswa sehingga iuran siswa akan berkurang.

Dalam Buku Petunjuk 2006 disebutkan bahwa sekolah bahwa sekolah yang menolak BOS juga harus membebaskan iuran bagi siswa miskin, tetapi aturan ini tidak ada dalam petunjuk Pelaksanaan 2005. Dana BOS digunakan untuk :

1. Uang formulir pendaftaran

2. Buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan

3. Biaya peningkatan mutu guru (MGMP, MKS, pelatihan, dll)

4. Ujian sekolah, ulangan umum bersama, dan ulangan harian

5. Membeli bahan-bahan habis pakai misalnya buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum

6. Membayar biaya perawatan ringan

7. Membayar daya dan jasa

8. Membayar honorarium guru dan tenaga pendidikan honorer

9. Membiaya kegiatan kesiswaan (remedial, pengayaan, ekstrakurikuler)

10. Memberi bantuan siswa miskin untuk biaya transportasi

11. Khusus untuk salafiyah dan sekolah keagamaan non-Islam, dana BOS juga diperkenankan untuk biaya asrama/pondokan dan membeli peralatan ibadah.

C. Sasaran Program dan Besar Bantuan

Sasaran program BOS adalah semua sekolah setingkat SD dan SMP, baik negeri maupun swasta di seluruh propinsi di Indonesia. Program Kejar paket A, paket B, dan SMP terbuka tidak termasuk sasaran dan PKPS-BBM Bidang Pendidikan, karena hampir semua komponen dan ketiga program tersebut telah dibiayai oleh pemerintah. Selain daripada itu, Madrasah Diniyah juga tidak berhak memperoleh BOS, karena siswanya telah terdaftar di sekolah regular yang telah menerima BOS.

Adapun, dana BOS untuk 2008 ini, senilai total Rp11,2 triliun, meliputi siswa SD, SMP, SMP Terbuka dan juga dana BOS yang dikucurkan melalui Departemen Agama. Untuk siswa SD besarnya, yakni Rp252 ribu/siswa/tahun, dan untuk siswa SMP dan SMP Terbuka sebesar Rp 352 ribu/siswa/tahun.

D. Landasan Hukum

  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Bendaharawan wajib memungut Pajak Penghasilan
  3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
  4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
  6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara
  7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
  8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjwaban Keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas pembantuan
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif bea materai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan bea materai
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
  15. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasioanl percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara
  16. Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama Nomor 1/U/KB/2000 dan Nomor MA/86/2000 tentang Pondok pesantren salafiyah sebagai pola wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
  17. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 036/U/1995 tentang Pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar
  18. Keputusan Menteri Pendidikan Nasioan Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
  19. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian sekolah
  20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran
  21. Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan RI Nomor SE-02/PJ./2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS)oleh Bendaharawan atau Penanggungjawab Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di masing-masing Unit Penerima BOS.

E. Sekolah Penerima BOS

Semua Sekolah Negeri dan Swasta berhak memperoleh BOS. Khusus sekolah swasta harus memiliki ijin operasional (program penyelenggaraan pendidikan). Sekolah yang bersedia menerima B0S harus menandatangani Surat Perjanjian pemberian bantuan dan bersedia mengikuti ketentuan yang tertuang dalam buku petunjuk pelaksanaan.

Sekolah kaya/ mapan yang mampu secara ekonomi yang saat ini memiliki penerimaan lebih besar dari dana BOS mempunyai hak untuk menolak BOS tersehut. Sehingga tidak wajib untuk melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam buku petunjuk pelaksanan. Keputusan atas penolakan BOS harus melalui persetujuan orang tua siswa dan komite sekolah, bilamana di sekolah terdapat siswa miskin, sekolah harus dapat menjamin kelangsungan siswa tersebut.

F. Penggunaan Dana BOS

Penggunaan dana BOS di sekolah umum atau madrasah harus pada kesepakatan dan keputusan antara Kepala Sekolah/ Dewan Guru dan Komite Sekolah Madrasah, yang harus didaftar sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RAPBS, disamping dana yang diperoleh dan Pemda atau sumber lain (block grant, hasil unit produksi, sumbangan lain, dan sebagainya.

Khusus untuk Pesantren Saiflyah, penggunaan dana BOS didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Penanggungawab Program dengan pengasuh Pondok Pesantren dan disetujui oleh Kasi PEKA PONTREN (Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota. Bagi sekolah agama non Islam, dalam penggunaan dana BOS Kepala Sekolah/ Penanggungjawab Program harus meminta persetujuan dari Kasi PEMBIMAS (Pembimbing Masyarakat) Departemen Agama Kabupaten/ Kota.

Untuk selanjutnya Komite Sekolah Madrasah atau Pengasuh Pondok Pesantren serta kasi Peka Pontren dan kasi Pembimas dalam fungsinya sebagai lembaga yang menjadi mitra Kepala sekolah Berkaitan dengan Pengelolaan dana BOS disebut sebagai Komite Sekolah.

§ Dana BOS digunakan untuk

1. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru: biaya pendaftaran penggandaan formulir,administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang.

2. Pembelian buku teks pelajaran dan buku referensi untuk dikoleksi di perpustakaan.

3. Pembelian bahan-bahan habis pakai: buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi dan teh untuk kebutuhan sehari-hari disekolah.

4. Pembiayaan kegiatan kesiswaan: program remedial, program pengayaan, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya.

5. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum,ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa.

6. Pengembangan profesi guru: pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS.

7. Pembiayaan perawatan sekolah: pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler dan perawatan lainya

8. Pembiayaan langganan daya dan jasa: listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah.

9. Pembayaran honorarium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah yang tidak dibiaya Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Tambahan insentif bagi kesahjeteraan guru PNS ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah.

10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin.

11. Khusus untuk pesantren salafiyah dan sekolah beragama non Islam, dana BOS dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan membeli peralatan ibadah.

12. Pembiayaan pengelolaan BOS: ATK, penggandaaan, surat menyurat dan penyusunan laporan.

13. Bila seluruh komponen di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran dan mebeler sekolah. Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan besaran/satuan biaya untuk keperluan di atas harus mengikuti batas kewajaran.

14. Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggara suatu kegiatan sekolah selaian kewajiban jam mengajar. Besaran atau satuan biaya untuk keperluan di atas harus mengikuti batas kewajaran.

§ Dana BOS tidak boleh digunakan untuk :

1. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan

2. Dipinjamkan kepada pihak lain.

3. Membayar bonus, transportasi, atau pakaian yang tidak berkaitan dengan kepentingan murid

4. Membangun gedung/ruangan baru

5. Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran

6. Menanamkan saham

7. Membiayai segala jenis kegiatan yang telah dibiaya dari sumber dana pemerintahan pusat atau daerah, misalnya guru kontrak/guru bantu dan kelebihan jam mengajar.

  • Pembatalan BOS

Dalam hal ini sekolah menerima BOS mengalami perubahan sehingga tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai penerima BOS atau tutup, maka bantuan dibatalkan dan dana BOS harus disetorkan kembali ke Kas Negara. Tim PKPS-BBM Kabupaten/ kota bertanggungjawab dan berwewenang untuk membatalkan sekolah penerimaan BOS.

G. Ketentuan yang Harus Diikuti Sekolah Penerima BOS

Sekolah yang telah menyatakan menerirna BOS debagi menjadi 2 (dua kelompok) dengan hak dan kewajiban sebagai berikut:

1. Sekolah yang telah menyelengarakan pendidikan gratis

Bagi sekolah yang telah rnenyelenggarakan pendidikan gratis pada periode sebelumnya, maka sekolah tersebut harus tetap membebaskan semua bentuk pungutan sumbangan atau iuran kepada seluruh peserta didik.

2. Sekolah yang telah menyelengarakan pendidikan gratis tapi terbatas

Bagi sekolah yang masih memungut pungutan, surnbangan atau iuran pada periode sebelumnya yang dikarenakan terdapat selisih antara RAPBS (kebutuhan personil sekolah) dan BOS, sekolah masih harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:

§ Apabila di sekolah tersebut terdapat siswa miskin. maka sekolah diwajibkan membebaskan pungutan/sumbangan iuran seluruh siswa yang ada di sekolah tersebut. Sisa dana BOS (bila masih ada) digunakan untuk mensubsidi siswa lain.

§ Bagi sekolah yang tidak mempunyai siswa miskin, maka dana BOS digunakan mensubsidi seluruh siswa, sehingga dapat mengurangi semua bentuk pungutan sumbangan/iuran yang dibebankan kepada orang tua siswa minimum senilai dana BOS yang diterima sekolah.

H. Mekanisme Pelaksanaan

Mekanisme Alokasi Dana BOS

Pengalokasian dana BOS dilaksanakan sebagi berikut:

a. Tim PKPS-BBM Pusat mengumpulkan data jumlah siswa tiap sekolah melalui tim PKPS-BBM Propinsi dan Kahupaten/ Kota kemudian menetapkan alokasi dana BOS tiap Propinsi.

b. Atas dasar data jumlah siswa tiap Sekolah, Tim PKPS BBM Pusat membuat alokasi dana BOS tiap Propinsi yang di tuangkan dalam DIPA Propinsi.

c. Tim PKPA Propinsi dan Tim Kabupaten/ Kota diharapkan melakukan vertifikasi ulang data jumlah siswa tiap sekolah sebagai dasar dalam menerapakan alokasi di tiap sekolah.

d. Tim PKPS BBM Kahupaten / Kota menetapkan sekolah yang bersedia menerima BOS melalui Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kepala Kandepag Kabupaten/Kota, dan Dewan Pendidikan dengan dilampiri daftar nama sekolah dan besar dana bantuan yang diterima (format BOS-02A dan format BOS02B). Sekolah yang bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan (SPPB)

e. Tim PKPS-BBM Kab/Kota mengirimkan SK Alokasi BOS dengan melampirkan daftar ke Tim PKPS-BBM Propinsi, tembusan ke Pos/ Bank dan SekoIah penerima BOS

Dalam menetapkan alokasi dana BOS tiap sekolah perlu dipertimbangkan bahwa dalam satu tahun anggran terdapat dua periode tahun pelajaran yang berbeda, sehingga perlu acuan sebagai berikut:

a. Alokasi BOS tiap sekolah untuk periode Januari-Juni 2007 didasarkan pada jumlah siswa tahun pelajaran 2006/2007.

b. Alokasi BOS tiap sekolah periode Juli-Desember 2007 didasarkan pada data jumlah siswa tahun pelajaran 2006/2007. Oleh karena itu, setiap sekolah diminta agar mengirim data jumlah siswa ke tim PKPS-BBM Kab/Kota, segera setelah masa pendaftaran tahun 2007 selesai.

Tanggungjawab Sekolah

a. Melakukan verifikasi jumlah dana yang diterima dengan data siswa yang ada. Bila jumlah dana yang diterima melebihi dari yang semestinya maka harus segera mengembalikan kelebihan dana tersebut ke rekening Tim Manajemen BOS Prov dengan memberitahukan ke Tim Manajemen BOS Kabupaten

b. Bersama-sama dengan Komite Sekolah mengidentifikasi siswa miskin yang akan dibebaskan dari segala jenis iuran

c. Mengelola dana BOS secara bertanggungjawab dan transparan

d. Mengumumkan daftar komponen yang boleh dan yang tidak boleh dibiayai oleh dana BOS serta penggunaan dana BOS di sekolah menurut komponen dan besar dananya di papan pengumuman sekolah

e. Bertanggungjawab terhadap penyimpangan penggunaan dana di sekolah

f. Memberikan pelayanan dan penanganan pengaduan masyarakat

g. Melaporkan penggunaan dana BOS kepada Tim Manajemen BOS Kab

STUDI LAPANGAN/ REALITAS DI LAPANGAN (DASSEIN)

A. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Program bantuan operasional sekolah (BOS) adalah program pemerintah pusat memberikan dana ke sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP yang bersedia memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam persyaratan sebagai penerima program .sekolah yang dicakup dalam program ini adalah SD/MI/SDLB/Salafiyah setingkat SD dan SMP/MTS/SMPLB/Salafiyah setingkat SMP,baik negeri maupun tahun ajaran (TA) 2005/2006. Kebijakan ini digulirkannya sebagai program kompensasi pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) untuk pendidikan yang disebut BOS. Penyaluran dana ini menuai sejumlah masalah karena ketidaksiapan sekolah untuk mengelola secara baik dan transparan. BOS diberikan kepada semua siswa dari tingkatan SD/MI/SDLB, dan SMPT/MTs/SMPLB,Salafiyah setara SMP negeri ataupun swasta. Sedangkan untuk tingkat SMA/SMK/MA, diberikan dana BKM bagi siswa dari kalangan tidak mampu.sedangkan distribusi diberikan melalui PT Pos/Bank,yang ditransfer ke rekening kepala sekolah.

Sedangkan dana BKM diberikan dalam bentuk cash (tunai) kepada pihak sekolah atau siswa. Pengucurun dana ini kesekolah diragukan karena kemampuan dan pengalaman sekolah mengelola dana bantuan yang belum matang.Sekolah yang tidak berpengalaman disinyalir perencanaan atau perubahan terhadap APBS penuh rekayasa.Mengingat pencairan dana BOSmensyaratkan, bila APBS sekolah di bawah jumlah dana BOS,maka sekolah harus menggratiskan semua biaya pendidikan. Sebaliknya, bila APBS sekolah diatas sana BOS, sekolah diperbolehkan mencari dana tambahan lain dari masyarakat. Hasil studi ini adalah BOS sudah diketahui masyarakat tetapi belum sebagaimana yang dimaksudkan dalam petunjuk. Pertemuan, tetapi pemahaman yang benar dari warga sekolah belum benar. Isu tentang BOS banyak dimuat di media massa tetapi pada dasarnya hanya menguraikan kasus-kasus pelaksanaan BOS. Hanya sekolah sebaga pengelola BOS belum cukup terbuka, belum melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan.

Agar pelaksanaan program pelaksanaan PKPS-BBM dan masyarakat memahami program BOS dengan benar, maka akan diuraikan definisi tentang Biaya Pendidikan dan terminologi program B0S. Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah besarnya biaya yang diperlukan rata-rata tiap tahun, sehingga mampu menunjang proses belajar mengajar sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Dari cara penggunaannya, BPS dibedakan menjadi BSP Inventasi dan BSP Operasional.

BSP Inventasi adalah biaya yang dikeluarkan per-siswa per-tahun untuk menyediakan sumber daya yang tidak habis pakai yang digunakan dalam waktu lebih dari satu tahun, misalnya untuk pengadaan tanah, bangunan, buku, alat peraga, media, perabot dan alat kantor. Sedangkan BSP Operasional adalah biaya yang dikeluarkan per-siswa per-tahun untuk menyediakan sumber daya pendidikan yang habis pakai yang digunakan satu tahun atau kurang. BSP Opersional mencangkup biaya personil dan biaya non personil.

Biaya personil meliputi biaya untuk kesejahteraan (honor Kelebihan Jam Mengajar (KJM), Guru Tidak Tetap (GTT) Pegawai Tidak Tetap (PTT), uang lembur dan pengembangan profesi guru (pendidikan dan latihan diklat guru), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Musyawarah Kerja Kepela Sckolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG), dan lain-lain. Biaya non personil adalah biaya untuk penunjang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Evaluasi penelitian, perawatan atau pemeliharaan, daya dan jasa, pembinaan kesiswaan, rumah tagga sekolah dan supervisi.

Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) yang dimaksud dalam PKPS-BBM Bidang Pendidikan secara konsep rnencankup komponen untuk biaya operasional non personil hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan Departernen Pendidikan Nasional (BALITBANG DEPDIKNAS ). Namun karena Biya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi. Perlu ditegaskan hahwa prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah, bukan biaya kesejahteraan guru dan bukan biaya untuk investasi.

Oleh karena keterhatasan dana B0S dan pemerintah Pusat, maka biaya investasi sekolah dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari sumber lainnya dengan prioritas utama dari sumber pemerintah daerah.

B. Dana BOS dan Perencanaan Di Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah adalah bentuk alternatif manajemen sekolah dari program desentralisasi dalam bidang pendidikan. Sekolah memiliki kewenangan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan secara mandiri yang tidak tergantung kepada birokrasi sentralistik. Kewenangan tersebut sesuai dengan perannya yang dilandasi oleh Undang-undang No. 22 tahun 1999 untuk mengatur dan menampung aspirasi kepentingan masyarakat untuk turut serta melakukan kontrol dan pembinaan terhadap sekolah. Pada hakikatnya upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan kinerja sekolah dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan baik tujuan nasional maupun lokal institusional.

Untuk melihat keberhasilan pencapaian tersebut akan tampak dari beberapa faktor sebagai indikator kinerja (key result area) yang berhasil dicapai oleh sekolah. Dengan kata lain, sekolah dituntut untuk mampu secara maksimal melaksanakan tugas dan fungsinya dalam faktor-faktor tersebut sebagai bukti terselenggaranya kegiatan pendidikan. Untuk maksud tersebut, fungsi-fungsi yang dapat didesentralisasi ke sekolah,antara lain adalah :

1. Perencanaan dan evaluasi program sekolah

2. Pengelolaan kurikulum

3. Pengelolaan proses belajar mangajar

4. Pengelolaan ketenagaan

5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan

6. Pengelolaan keuangan

7. Pelayanan siswa

8. Hubungan dengan masyarakat

9. Pengelolaan lingkungan sekolah

Di dalam MBS kepala sekolah harus menggunakan pendekatan kelompok dalam pengambilan keputusan. Jika ini dilaksanakan, para guru akan merasakan lebih positif kepada pemimpin sekolah dan mereka terpanggil untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Orang tua dan anggota masyarakat akan lebih banyak mempunyai pendapat terhadap suatu keputusan. Kepala sekolah memperoleh manfaat dengan menerima masukan dari stakeholders lainya, dengan demikian guru senantiasa sadar dan perhatian orangtua semakin besar.

Menurut suatu penelitian dampak yang utama MBS adalah pentingnya penekanan peran dari semua bidang stakeholders pendidikan seperti superintendents, personil kantor dinas atau departemen agama, komite sekolah atau majelis madrasah, kepala sekolah, orangtua, anggota masyarakat dan siswa. Kalau hari ini kita hanya madrasah sebenarnya juga tidak terlalu dalam pendidikan adalah seperti yang disebut di atas.

Hingga saat ini belum ada penelitian yang menemukan signifikansi MBS dengan prestasi akademis siswa, yang ada adalah bahwa penggunaan alat (peraga) lebih maksimal, kehadiran meningkat dan permasalahan displin berkurang. Oleh karena itu banyak orang berpendapat bahwa meningkatkan prestasi sekolah mungkin suatu harapan yang tak realitis. MBS hanya memperlihatkan perubahan kekuasaan dalam sebuah sekolah dengan adanya pembagian kekuasaan sehingga tampak adanya keseimbangan.

Di sekolah-sekolah atau madrasah saat ini sudah di bentuk Komite Sekolah dan Majelis Madrasah. Hal ini menggambarkan adanya perubahan manajemen seperti ini. Perubahan manajemen mereka anggap sering hanya menyetem pameran harus menggantikan ketrampilan baru,sikap,dan perilaku dari temurun dimana mereka sudah terbiasa bertumbuh dan berkembang. Mengubah peran tidak dating dengan mudah; namun manajemen sekolah tidak bisa berhasil tanpa perubahan peran itu.

C. Esensi Pemanfaatan Dana Bos

Siapapun pasti pengen jadi BOS, di samping tugasnya terkadang tidak begitu bejibun dan bisa ngatur-ngatur sesuai mau, gajinya pun lebih banyak ketimbang orang yang diatur, belum lagi kalau ada dana siluman yang bisa diaman-amankan untuk keamanan 7 turunan, maka jangan heran kalau semua pada rebutan jadi bos. Tapi sayangnya, kebanyakan kita adalah orang miskin. Dari ratusan juta warga Indonesia saat ini, paling banter hanya 10% yang jadi bos. Mulai dari bos kecil, bos menengah hingga big boss. Dan kepada mereka hidup ditopangkan agar hidup tetap hidup.

Di tengah begitu beratnya beban hidup yang dihimpit ratusan kebutuhan yang tak semuanya bisa diwujud, maka muncullah sejumlah program dari big boss (pemerintah yang bertugas memerintah seperti halnya bos) guna membantu terpenuhinya hajat orang banyak, terutama kaum miskin seperti kita-kita semua. Mulai dari program subsidi kesehatan, perumahan, hingga pendidikan.

Khusus untuk pendidikan, salah satu program yang diluncurkan adalah dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang merupakan dana kompensasi dinaikkannya harga bahan bakar minyak (BBM) yang bergulir sejak Maret 2005 lalu. Prinsip dari dana BOS ini adalah dibebaskannya siswa miskin dari segala pungutan, dan sebagai subsidi bagi dana pendidikan murid.

Tapi apa yang terjadi, sebagaimana dilansir Dinas Pendidikan di Daerah-daerah saat menyosialisasikan dana BOS ini di koran-koran atau di media, disebutkan bahwa penggunaan dana BOS ini diutamakan untuk pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa; biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang. Ini baru point pertama dari 13 point soal penggunaan dana BOS itu.

Kenyataannya, Realitas terkini saat penerimaan siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu, sekolah justru berlomba-lomba melakukan pungutan kepada calon siswa. Semakin tinggi pungutan, semakin mempertegas sekolah itu bonafid. Karena yang jadi siswanya adalah orang-orang yang rela dipungut setinggi-tinginya oleh sekolah, sementara kalau orang miskin terpaksa mundur teratur.

Baru akan bersekolah saja, sudah ada kewajiban untuk membayar uang pendaftaran, uang seragam, uang bangku, uang pembangunan, uang praktek, uang komputer dan uang-uang lainnya. Tentu kita bertanya-tanya, dikemanakan dana BOS yang telah dikucurkan untuk sekolah-sekolah itu. Padahal, uang pendaftaran sudah ditanggung BOS, Uang pembangunan juga dianggarkan dalam BOS, Apakah tiap tahun sekolah selalu membangun? Kemudian apa yang dibangun? Paling banter hanya renovasi kecil-kecilan atau biaya perawatan rutin semacam pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mobiler, perbaikan sanitasi sekolah, dan perawatan fasilitas lainnya yang kesemuanya itu ditanggung BOS. Kalau pun benar-benar membangun, biasanya sudah ada pula donatur dari pihak alumni dan hamba Allah yang namanya tak mau disebutkan. Atau kalau pihak sekolah gigih dan beruntung, masih ada pula dana block grant.

Untuk bukupun ditanggung BOS, tak hanya dari BOS malah adapula buku gratis yang dianggarkan dalam APBD seperti yang dilakukan Kota Padang. Tapi, kok masih saja ada guru-guru yang nyuruh beli buku ini-buku itu. Dengan contoh kecil itu saja, jelas beribu pertanyaan dan dugaan yang bisa dialamatkan atas penggunaan dana BOS itu. Apakah dana tersebut benar-benar untuk BOS (bantuan operasional sekolah) atau hanya untuk Si Bos (kepala sekolah dan jajaran-jajarannya yang merasa juga jadi bos).

Karena penggunaan dana BOS ditentukan oleh kepala sekolah, ada kepala sekolah yang menggunakannya sebagai setoran bagi kepala dinas pendidikan agar posisinya sebagai kepala sekolah tak diganggu, lainnya digunakan untuk pembangunan gedung sekolah, padahal pemerintah daerah dan pusat telah memberikan anggaran tersendiri, dana ini masih dimintakan pula ke orang tua murid.

D. Transparansi Sekolah Dalam Memanfaatkan Dana BOS

Biaya Operasional Sekolah (BOS) dikuncurkan sebagai realisasi pelaksanaan program kompensasi BBM dari Pemerintah pusat dan telah disetujui DPR RI, yang sepakat mengalihkan dana subsidi BBM BOS dikucurkan untuk membantu sekolah-sekolah dalam mengelola kegiatan belajar dan mengajar, baik sekolah yang berada di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen Agama. Karena itu Pemanfatan BOS harus dilakukan secara transpran dengan melibatkan Komite Sekolah dan partisipasi masyarakat.

Hal itu dimaksudkan supaya ada mekanisme kontrol yang efektif dalam pemanfatan dana tersebut. Sedangkan ditingkat yang lebih tinggi akan dilakukan Bawasda (Badan Pengawasan Daerah), diharapkan dengan adanya bantuan tersebut kegiatan belajar dan mengajar di masing-masing sekolah akan lebih kondusif untuk mendorong suksesnya pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun.

Namun demikian tentu ada peraturan yang harus diketahui dan dipahami oleh mereka yang akan mengelola bantuan tersebut, supaya pelaksanaan kegiatan bisa berjalan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Pada prinsipnya, bantuan operasional sekolah harus masuk di dalam perencanaan dan pengelolaan RAPBS (Rencana Anggaran Biaya Sekolah) bersama dana lain yang diperoleh pihak Sekolah dan Pemerintah. Terdapat ketentuan-ketentuan yang jelas tentang pemanfatan dana tersebut, dan terdapat pula petunjuk yang cukup jelas tentang kegiatan-kegiatan yang tidak didanai oleh program ini. Sebab dana yang dikucurkan melalui BOS ditunjukan untuk membantu pembiayaan pendidikan bagi siswa yang tidak mampu. Karena itu besaran biaya operasional Sekolah mengacu kepada kebutuhan biaya pendidikan per siswa, yang pada pada tahun ini besarannya ditentukan Adapun, dana BOS untuk 2008 ini, senilai total Rp11,2 triliun, meliputi siswa SD, SMP, SMP Terbuka dan juga dana BOS yang dikucurkan melalui Departemen Agama. Untuk siswa SD besarnya, yakni Rp252 ribu/siswa/tahun, dan untuk siswa SMP dan SMP Terbuka sebesar Rp 352 ribu/siswa/tahun.

Sementara itu dalam petunjuknya yang dikeluarkan dari pusat, bahwa program BOS untuk membiayai beberapa komponen pembiayaan pendidikan antara lain, untuk uang formulir pemdaftaran, buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan, biaya peningkatan mutu guru (MGMP, MKS, pelatihan dll), biaya pemeliharaan, ujian sekolah, ulangan umum bersama, dan ulangan umum harian, honor guru dan tenaga kependidikan honorer, dan untuk kegiatan kesiswaaan. Selain itu dalam petujuknya juga disebutkan, bahwa Sekolah penerima BOS diwajibkan untuk membantu peserta didik kurang mampu yang mengalami kesulitan transportasi dari dan kesekolah. Sekolah juga dilarang memanupulasi data dengan tujuan tetap memungut iuran peserta didik, atau untuk memperoleh dana BOS lebih besar.

FOKUS PERMASALAHAN

a. Bagaimana implementasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap peningkatan mutu sekolah

b. Apakah dampak yang ditimbulkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada sekolah

c. Bagaimana keefektifan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah untuk peningkatan mutu sekolah

d. Apa faktor pendukung dan penghambat dana BOS di Sekolah

ANALISIS SWOT

A. Kekuatan (Strenght)

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan yang sederajat).

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama Nomor 1/U/KB/2000 dan Nomor MA/86/2000 tentang Pondok pesantren salafiyah sebagai pola wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran

Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan RI Nomor SE-02/PJ./2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS)oleh Bendaharawan atau Penanggungjawab Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di masing-masing Unit Penerima BOS.

Dana Bantuan Operasional (BOS) atau BOS buku adalah bantuan dana yang digulirkan kepada sekolah untuk operasional sekolah dan pembelian buku pelajaran. Program ini mulai digulirkan ke semua propinsi di seluruh Indonesia pada tahun 2005 dan BOS Buku pada tahun 2006. Tujuannya untuk membantu masyarakat meringankan beban biaya pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan. Disadari bahwa komponen operasional sekolah dan buku pelajaran merupakan salah satu beban yang memberatkan masyarakat. Maka dari itu program ini menjadi alternatif bagi pembiayaan pendidikan dan yang terpenting demi meningkatkan kualitas mutu pendidikan indonesia

Dengan adanya pengurangan subsidi bahan bakar minyak, amanat undang-undang dan upaya percepatan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang bermutu, Pemerintah melanjutkan pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB negeri/swasta dan Pesantren Salafiyah serta sekolah keagamaan non islam setara SD dan SMP yang menyelenggarakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

Fungsi komite sekolah sebagai pengontrol (controlling agency) akan mendorong terciptanya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan serta keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Karena itu, komite sekolah bukan lagi sebagai stempel (legalisasi) di tubuh sekolah. Ia memiliki hak penting untuk terlaksananya pendidikan di institusi sekolah secara bersih dan bebas korupsi

Anggaran pendidikan sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah untuk mengalokasikan dana pendidikan sebesra 20 % APBN dan APBD, menjadi tolak ukur untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui Dana BOS dan BOS Buku

B. Kelemahan (Weakness)

Beberapa hal terutama mengenai penggunaan dana BOS yang tertuang di dalam Juklak kurang jelas. Hal ini banyak menimbulkan persepsi berbeda dalam menerjemahkannya. Hal yang menimbulkan perdebatan antara lain penggunaan dana BOS untuk insentif guru, kelebihan jam mengajar, membeli komputer, biaya pengelolaan sekolah dan rehabilitasi.

Komitmen sebagian pemerintah daerah terhadap pendidikan masih kurang. Hal ini ditandai dengan berkurangnya dana APBD untuk pendidikan setelah adanya dana BOS. Sebagian pemda menganggap, dana BOS adalah pengganti dana yang dialokasikan pemda kepada sekolah. Beberapa pemkab/pemkot dan pemprov terindikasi, menarik dana yang selama ini diberikan kepada sekolah.

Pada tataran implementasi di lapangan banyak peyelewengan penggunaan dana BOS sehingga pada proses penggunaanya banyak yang tidak tepat sasaran bahkan merugikan para peserta didik

Setelah adanya dana BOS, seharusnya pihak sekolah tindak lagi melakukan pengutan pada siswa/ walimurid dengan alasan apapu, karena semua operasional sekolah dibiayai oleh dana BOS

Sosialisasi pengelolaan dana BOS sudah disebutkan dalam buku panduan dan petunjuk dana BOS bahkan sudah dengan gencar dilakukan baik lewat media massa maupun secara internal. Tetapi masih banyak sekolah yang tidak tahu petunjuk pelaksana pengelolaan dana BOS.

C. Peluang (Opoportunity)

Perlunya revitalisasi komite sekolah. Komite sekolah memang dapat dioptimalkan sebagai pengontrol sekolah. Sebab, hakikatnya komite sekolah merupakan organisasi pendamping untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Di sinilah pentingnya memberdayakan peran dan fungsi komite sekolah seperti Keputusan Mendiknas No 004/U/2002 tanggal 2 April 2002.

Hendaknya pihak sekolah melibatkan orangtua murid dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), sehingga dalam proses perumusannya orangtua murid mengetahui secara jelas program-program sekolah beserta pendanaanya.

Perlunya transparansi kepala sekolah dan sekolah dalam pengelolaan danan BOS, sehinggga tidak ada lahi guru-guru yang tidak tahu tentang penggunaan dana BOS.

Peran aktif dari berbagai pihah semestinya dilakukan. Seperti dari LSM, komite sekolah paguyuban walimurid yang tergabung dalam tim pengawas kucuran dana BOS di lapangan dan mengawasinya dengan ketat. Karena tak bisa dipungkiri, pelaksanaannya di lapangan sangat rentan penyimpangan.

Peluang yang mungkin timbul dalam mendukung terlaksananya Dana BOS sehingga tetap sasaran yakni adanya dukungan yang tinggi dari para praktisi pendidikan yang secara tidak langsung seharusnya beruntung dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai Dana BOS dan BOS Buku, kemudian landasan hukum yang kuat mengingat kebiajakan ini dengan jelas pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan yang sederajat).

Dukungan pemerintah melalui kebijakan dengan mengeluarkan TAP MPR yang akan meningkatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen

D. Tantangan (Treat)

Tantangan yang membentang luas justru pada level implematasi di sokolah. Sudah tidak asing lagi bahwa sekolah sebagai pelaksana kebijakan sangat rentan penyimpangan dan penyelewengan terhadap penggunaan dana bos apalagi adanya peluang di sekolah yang terbuka lebar.

Sekolah dalam merumuskan RAPBS seyogianya memasukkan Dana BOS ke dalamnya sebagai sumber pendapatan sekolah disamping pendapatan yang lain. Kemudian sekolah juga harus transapran dalam pengelolaan dana BOS.

Biaya Operasional Sekolah (BOS) dikuncurkan sebagai realisasi pelaksanaan program kompensasi BBM dari Pemerintah pusat dan telah disetujui DPR RI, yang sepakat mengalihkan dana subsidi BBM BOS dikucurkan untuk membantu sekolah-sekolah dalam mengelola kegiatan belajar dan mengajar, baik sekolah yang berada di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen Agama. Karena itu Pemanfatan BOS harus dilakukan secara transpran dengan melibatkan Komite Sekolah dan partisipasi masyarakat. Hal itu dimaksudkan supaya ada mekanisme kontrol yang efektif dalam pemanfatan dana tersebut. Sedangkan ditingkat yang lebih tinggi akan dilakukan Bawasda (Badan Pengawasan Daerah), diharapkan dengan adanya bantuan tersebut kegiatan belajar dan mengajar di masing-masing sekolah akan lebih kondusif untuk mendorong suksesnya pelaksanaan program wajib belajar.

TEMUAN-TEMUAN DI LAPANGAN

A. Penggelembungan Dana BOS

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setiap tahun terhadap penggunaan anggaran negara di institusi pemerintahan, termasuk Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), selalu memperlihatkan rendahnya kemampuan pengelolaan anggaran dana pendidikan. Karena itu, sering terjadi kebocoran dan inefisiensi tiap kali akan melangsungkan subsidi sekolah, terlebih terhadap dana proyek bantuan sekolah dari pemerintah.

Lihat saja kebocoran yang terjadi pada penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) 2007. Di sana terdapat banyak penyimpangan, mulai penggelembungan jumlah siswa agar bisa dapat dana BOS yang banyak, belum memiliki izin operasional sudah mendapatkan dana bantuan, hingga tidak transparannya sekolah mengelola dana BOS. Belum lagi, penyelewengan dana bantuan berupa block grant maupun specific grant.

Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi X (pendidikan) DPR dengan Mendiknas, Bambang Sudibyo, terungkap hasil audit BPKP yang menunjukkan terjadinya penggelembungan jumlah siswa sekolah di 29 provinsi. Hanya empat provinsi yang tidak ditemukan kasus tersebut, yakni Lampung, Jambi, Gorontalo, dan Bali. Tetapi, belum tentu empat provinsi itu tidak menyelewengkan dana bantuan sekolah dalam bentuk lain, seperti dana pengembangan fisik sekolah, dana pengadaan buku pelajaran.

Selain itu, di antara dana BOS 2007 sebesar Rp 10,314 triliun, sebanyak 71,6 % atau Rp 7,14 triliun tersalurkan dengan baik. Sisanya tidak jelas rimbanya. Ironisnya, hal tersebut dibiarkan saja oleh Mendiknas. Malah dengan penuh percaya diri dia mengatakan bahwa secara umum pelaksanaan BOS 2006 berjalan sukses dan tepat sasaran.

Padahal kalau menyaksikan sendiri di lapangan, hingga sekarang masih banyak sekolah yang belum menerima dana BOS. Karena itu, para pengelola pendidikan harus pontang-panting mencari utang, bahkan banyak yang harus mengeluarkan kocek sendiri demi berlangsungnya proses pendidikan sambil menunggu dana BOS turun.

Fenomena itu memperkuat dugaan bahwa birokrasi pendidikan kita kurang transparan, tidak profesional mengelola anggaran pendidikan. Yang terpenting, ternyata mental korup masih melekat di mana-mana, tak terkecuali di dunia pendidikan. Di sisi lain, terdapat indikasi faktual yang semakin menyadarkan kita bahwa pada prinsipnya masalah utama bobroknya pendidikan nasional bukan hanya terletak pada minimnya anggaran, kualitas SDM yang lemah, dan kaburnya visi pendidikan nasional. Lebih dari itu, manajemennya juga hancur, baik yang menyangkut manajemen pengelolaan keuangan maupun manajemen dalam konteks administrasi kelembagaan. Lalu, apa gunanya dana bantuan sekolah jika kemudian tidak menjamin meningkatnya kualitas pendidikan kita.

Serba dilematis memang, artinya peningkatan kualitas pendidikan bukan hanya bergantung pada besarnya dana yang dimiliki Depdiknas, tetapi juga dipengaruhi sektor-sektor lain. Termasuk, kejujuran para pengelola pendidikan menggunakan dana bantuan sekolah yang selama ini menjadi program prioritas Mendiknas. Kita paham, adanya dana bantuan sekolah punya maksud baik, tetapi di sisi lain hal itu justru bisa menjadi bumerang karena akan memperparah mental korupsi di lingkungan Depdiknas. Lalu, apa antisipasi kita? Diperlukan standarisasi penyaluran dana bantuan yang tegas dari pemerintah, termasuk menyeleksi dengan ketat sekolah-sekolah yang berhak mendapatkan dana bantuan, agar tidak jatuh ke tangan-tangan oknum pengelola pendidikan yang tidak bertanggung jawab. Bahkan, juga diperlukan aturan yang ketat terhadap para pelaku korupsi dana bantuan pendidikan. Entah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai pejabat atau diturunkan golongan kepangkatannya.

Tentu saja butuh komitmen bersama untuk melakukan semua itu. Bahkan, hal tersebut merupakan pilihan yang sulit karena menyangkut kehormatan dan masa depan mereka. Tetapi, bukankah menjaga sekolah dari para bandit juga merupakan kehormatan yang harus dibela, apalagi menyangkut masa depan jutaan anak didik.

B. BOS di Selewengkan oleh Dinas Propinsi

Penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur (Jatim) diduga menyimpang atau diselewengkan, dugaan kebocoran dana yang bersumber dari APBN sebesar Rp3,29 triliun dan APBD Provinsi Jatim sebesar Rp458 miliar ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut hasil audit BPK pada 2007, bentuk penyimpangan anggaran pendukung program Wajib Belajar 9 Tahun itu terkait penggunaan atau penyalurannya. Indikasi awal adalah tidak tercapainya standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan serta ketidaktepatan sasaran, jumlah, dan waktu atas pelaksanaan dana program BOS untuk seluruh wilayah Jatim dalam tahun 2006 dan 2007.

Temuan BPK ini muncul dengan adanya laporan LSM Graji Massal ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Adanya laporan penyimpangan dana BOS Selain terkait penyimpangan penyaluran, dana BOS diduga disalurkan tidak sesuai perencanaan untuk mencapai tujuan berupa peningkatan program Wajib Belajar 9 Tahun dana BOS belum diterima tiap sekolah penerima sesuai jadwal waktu yang telah ditetapkan.

Dari data BPK, penyaluran dana BOS dilakukan melalui kerja sama antara Dinas P dan K Provinsi Jatim dan PT Bank Jatim untuk periode Juli–Desember 2006 dan tahun anggaran 2007. Setelah dilakukan pemeriksaan atas rekening koran satuan kerja (satker) Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) Dinas Provinsi Jatim dari PT Bank Jatim ke wilayah kabupaten untuk ditransfer ke rekening-rekening sekolah,ternyata masih ditemukan pengiriman dana BOS mengendap.

C. Peyelewengan BOS Oleh Oknum UPTD

Disisi pihak ada temuan yang mengherankan pada sebuah institusi pendidikan bahwa Dewan Pendidikan (DP) di salah satu kabupaten yaitu kabupaten Tabanan, membeberkan sejumlah temuan yang cukup mengejutkan. Dana bantuan operasional sekolah (BOS) sejumlah Sekolah Dasar (SD) di Tabanan diduga disunat oknum Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan dan Persip. Berdalih berwenang mengelola dana BOS, pihak sekolah diminta menyerahkan sebagian dana itu jika tidak ingin guru atau pihak sekolah kena sanksi institusi.

Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Beberapa temuan kasus seperti penyunatan dana BOS maupun lemahnya pengawasan Dana Alokasi Khusus (DAK) menyatakan dana BOS yang semestinya dikelola sekolah justru dalam praktiknya UPTD turut melakukan intervensi. Pihak UPTD meminta sebagian dana BOS diserahkan kepada mereka dengan dalih untuk dana pengawasan siswa, besaran dana BOS yang disunat sekitar Rp 1.000 per siswa, karena selama ini dilaporkan tidak ada masalah dengan dana BOS, kasus penyunatan dana BOS di SD ditemui pada beberapa kecamatan seperti Baturiti, Kediri, dan Pupuan. Dari upaya turun ke lapangan yang dilakukannya ditemui banyak sekolah yang tidak tahu ketentuan petunjuk pelaksana pengelolaan dana BOS. Padahal sosialisasinya sudah dengan gencar baik lewat media massa maupun secara internal. Juga sudah jelas disebutkan dalam buku panduan dan petunjuk dana BOS. Sehingga, ketika oknum UPTD menyatakan juga berwenang mengelolanya mereka tidak dapat berbuat banyak kecuali menerima. Ada alasan lain yang cukup mencengangkan bahwa para guru terpaksa memberikan sebagian dana BOS karena takut kena sanksi institusi dari UPTD misalnya kena mutasi dan lainnya.

Seharusnya, dana BOS sepenuhnya dalam pengelolaan sekolah. Karenanya, siapapun atau institusi seperti UPTD tidak diperkenankan turut campur dalam pengelolaan dana BOS dengan dalih apa pun. Sebab, hal itu merupakan wewenang sekolah serta mekanisme dan pertanggungjawabannya dilakukan oleh sekolah. Selaku Ketua DP, Dinas Pendidikan melakukan pengawasan dan pengecekan kembali atas temuannya itu agar tidak terjadi manipulasi dan penyimpangan. Selain temuan penyunatan dana BOS, juga diungkap tim monev adanya keluhan dari sekolah-sekolah terkait lambatnya bantuan dana alokasi khusus (DAK). Hal itu sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan proyek atau kegiatan perbaikan sarana dan prasarana sekolah. Pasalnya, dana DAK belum cair, sementara perbaikan gedung sekolah mesti cepat dilaksanakan. Di pihak lain, banyak guru atau kepala sekolah tidak tahu-menahu soal bantuan DAK tersebut baik besaran maupun pemanfaatannya. Akibatnya, kepala sekolah kesulitan memanfaatkan dengan benar di samping juga lemahnya pengawasan pelaksanaan proyek perbaikan sarana gedung atau mebel. Lemahnya pengawasan membuat sejumlah dana yang turun menjadi rawan penyimpangan.

D. Temuan BPK Dalam Penggunaan Dana BOS

Hasil temuan menunjukkan bahwa kampanye dana BOS yang begitu gencar di berbagai media massa, ternyata hanya "tebar pesona" saja, kasihan murid sekolah kita yang hanya dibuat terpesona lewat tayangan-tayangan itu.

Beberapa temuan BPKP tentang penyaluran dana BOS bermasalah, adalah, Pertama, ditemukan sekolah yang belum punya izin operasional, tetapi mendapat dana BOS. Kedua, terjadi penggelembungan jumlah siswa di 29 provinsi. Lalu, ketiga, penggunaan dana BOS tidak seperti apa yang disampaikan Mendiknas di depan Komisi X DPR.

Selain itu, ditemukan pula pengunaan dana BOS yang tidak sesuai aturan, seperti dipakai untuk insentif guru, beli komputer, kepentingan pribadi, dipinjamkan dan karya siswa. Kalau kayak gini penggunaannya, tidak pas kalau jumlah siswa yang dijadikan patokan menghitung jatah BOS per sekolah. Perlud ingat, konsep awal guna BOS itu untuk beli alat praktek siswa, biaya rapat komite sekolah, alat tulis, pembinaan siswa, perbaikan fasilitas.

E. BOS Buku Yang Menjadi Kendala

Depdiknas akan meluncurkan sembilan program utama tahun 2006. Salah satunya adalah bantuan operasional sekolah (BOS) untuk buku teks pelajaran (BOS Buku), BOS buku diberikan kepada siswa-siswa SD dan SMP di daerah-daerah terpencil dan tertinggal yang ada di 9-12 provinsi di Indonesia.

Depdiknas bersama DPR telah sepakat mengalokasikan dana Rp 800 miliar dari APBN untuk BOS buku tahun 2006. BOS buku teks ini diberikan kepada siswa-siswa SD dan SMP yang ada di daerah-daerah terpencil dan tertinggal dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun. Pola penyaluran BOS buku ini sama dengan pola penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS), yaitu menggunakan pola block grant. BOS buku, diberikan untuk buku teks pelajaran saja, tidak termasuk buku pengayaan.

Pada prinsipnya pihak sekolah dan komite sekolah silakan memilih buku teks pelajaran yang akan digunakan di sekolah. Buku teks pelajaran yang dipilih adalah buku yang sudah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Besar kecilnya dana BOS Buku ditentukan oleh jumlah siswa dari sekolah yang bersangkutan. Setiap siswa mendapatkan BOS Buku sebesar Rp20.000,00 per buku.

§ Indikasi Penyimpangan

Namun, alokasi penggunaan BOS Buku tersebut dinilai sangat rentan terhadap praktik penyimpangan. Berdasarkan laporan dari berbagai media, aroma tidak sedap mulai terendus di balik transaksi pengadaan buku teks. Hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2006 mengenai BOS buku di Jakarta, Garut, Semarang, dan Kupang, menunjukkan adanya kesalahan dalam proses pengadaan buku setelah muncul Peraturan Mendiknas Nomor 11/2005 tentang Buku Teks Pelajaran. Dalam peraturan itu, sekolah tidak diperkenankan memaksa atau menjual buku kepada siswa. Namun, aturan itu disiasati sekolah. Caranya, dengan mengarahkan sekolah atau siswa membeli buku dari penerbit tertentu.

Jika dana berasal dari masyarakat, sekolah (kepala sekolah) yang menjadi aktor, siswa diharuskan membeli buku dari penerbit yang sudah memiliki perjanjian kerja sama dengan sekolah. Bila yang digunakan uang negara, biasanya pejabat dinas yang menjadi pelaku, sekolah diarahkan membeli buku-buku dari rekanan mereka.

Hal senada juga dilaporkan oleh harian Kompas (25/11/2006). Menurut media nasional tersebut, indikasi penyimpangan penggunaan dana BOS Buku berupa pembelian buku yang merupakan hasil rekomendasi dinas. Ini berarti, sangat dimungkinkan buku ajar yang digunakan di tiap-tiap daerah akan seragam. Selain itu, juga dipastikan munculnya persaingan tidak sehat antar penerbit untuk memperebutkan rekomendasi dari dinas atau sekolah.

Sementara itu, harian Pontianak Post (06/01/2007) melaporkan, banyak guru di Pontianak yang belum mengetahui cairnya dana BOS Buku akibat tidak transparannya kepala sekolah dalam pengelolaan BOS buku. Dari beberapa sekolah, ada guru-guru mengaku kecewa sebab kepala sekolah tak memberi tahu kalau BOS buku sudah cair, dan sudah seharusnya kepala sekolah memberitahukan guru tentang BOS buku. Sebab, selama ini sosialisasi BOS sangat gencar dilakukan oleh dinas pendidikan dan departemen agama di seluruh Indonesia.

Peran aktif juga semestinya dilakukan berbagai pihak. Seperti dari LSM yang tergabung dalam tim pengawas kucuran dana BOS buku di lapangan. Dewan akan mengawasi BOS buku dengan ketat. Tak bisa dipungkiri, pelaksanaannya di lapangan sangat rentan penyimpangan. Misalnya saat sekolah menggelar kegiatan, banyak penerbit buku yang bersedia menawarkan diri sebagai sponsor. Kalau tak ada kepentingan, tak mungkin penerbit mau membantu tanpa adanya kompensasi tertentu. Mengenai pemberian diskon adalah kebijakan internal tiap sekolah, tidak perlu dipermasalahkan jika diberikan secara profesional. Artinya, potongan harga tersebut bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh guru, bukannya hanya kepala sekolah ataupun dialihkan untuk pembelian berbagai perlengkapan sekolah, di luar BOS.

Di Bandung, sebagaimana dilaporkan harian Pikiran Rakyat (15/12/2006), mayoritas Kepala Cabang Dinas (KCD) Pendidikan di kota Bandung melakukan penyimpangan peraturan penggunaan dana BOS Buku. Satu di antaranya adalah KCD Kecamatan Cibiru yang telah mengarahkan kepala sekolah (KS) untuk pengadaan buku matematika dari suatu penerbit tertentu. Pengarahan itu dilakukan melalui Surat Nomor 005/145-TU/2006 tertanggal 22 November 2006 yang berisi penekanan agar para KS hadir pada rapat Jumat 24 November 2006. Isi rapat mencantumkan, KCD mengimbau dan mewajibkan KS mengadakan buku teks ajaran program BOS buku dari penerbit rekanan KCD.

§ Tidak Berpijak Pada Realitas

BOS buku adalah bantuan dana yang digulirkan kepada sekolah untuk pembelian buku pelajaran. Program ini mulai digulirkan ke semua propinsi di seluruh Indonesia pada tahun 2006. Tujuannya untuk membantu masyarakat meringankan beban biaya pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan. Disadari bahwa komponen buku pelajaran merupakan salah satu beban yang memberatkan masyarakat.

Padahal ketersediaan buku sangat penting dalam proses pendidikan.
Bos buku diberikan langsung ke sekolah dengan besaran setiap sekolah mendapatkan alokasi yang dihitung dari jumlah siswa. Setiap siswa dialokasikan Rp.20.000. Sekolah yang menerima BOS buku memiliki kewajiban untuk membeli buku teks pelajaran yang diprioritaskan untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Buku-buku itu diharapkan digunakan minimal dalam 5 tahun.

Siswa diberikan pinjaman secara cuma-cuma oleh sekolah untuk digunakan dalam belajar baik di rumah maupun di sekolah dan dikembalikan lagi pada akhir semester atau akhir tahun pelajaran sehingga bisa dipakai kembali oleh adik kelasnya. Sayangnya, seiring dengan bergulirnya BOS buku, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional pada awal tahun pelajaran 2006/2007 mengeluarkan Peraturan Mendiknas No. 22, 23, dan 24. Ketiga peraturan ini mendasari berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kondisi daerah dan sekolah yang beragam dan keluwesan penerapan KTSP berdampak pada pelaksanaan kurikulum pun menjadi beragam. Ada sekolah yang pada tahun pelajaran 2006/2007 ini telah melaksanakan KTSP, ada pula yang belum. Jadi, praktis pada tahun 2006/2007 ini secara nasional berlaku tiga macam kurikulum, yaitu Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, dan kurikulum berdasarkan standar isi (KTSP).

Dengan berlakunya tiga macam kurikulum, panduan BOS buku yang harus dijadikan acuan para pengelola BOS Buku menjadi kurang sesuai untuk sekolah yang telah menerapkan KTSP. Dalam panduan itu tercantum pembatasan judul buku yang dibeli dipilih dari daftar yang tertera dalam lampiran Peraturan Mendiknas No. 26 tahun 2005, hal ini sebenarnya hanya cocok untuk sekolah yang masih menggunakan kurikulum 1994 dan 2004. Apabila konsisten dengan isi Permendiknas tentang Buku Pelajaran, sebenarnya buku-buku tersebut tidak dapat digunakan minimal 5 tahun karena paling lambat tiga tahun yang akan datang semua sekolah sudah harus melaksanakan kurikulum sesuai standar isi atau KTSP.

Bagi sekolah-sekolah atau dinas pendidikan dikota atau setiap kabupaten yang responsif menanggapi perubahan kurikulum, pada tahun pelajaran 2006/2007 sekolah-sekolah mulai SD, SMP, SMA dan SMK telah melaksanakan KTSP. Dengan kondisi yang demikian, mestinya panduan BOS buku tersebut tidak dapat diberlakukan sama dengan daerah/sekolah yang masih menerapkan kurikulum 2004 atau kurikulum 1994. Hal inilah yang menimbulkan kebingungan bagi sebagian pengelola BOS buku dan guru di sekolah. Di satu sisi harus mempertanggungjawabkan sesuai aturan tetapi disisi lain jika aturan itu diterapkan akan tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan, meskipun sebenarnya dalam KTSP tidak ada pembatasan buku.

Kondisi yang demikian ini ternyata juga harus disadari oleh Manajer PKPS-BBM setiap kota atau kabupaten. Namun agar sekolah tetap mematuhi rambu-rambu yang tercantum dalam buku Panduan. Logikanya, sesuai tujuan pemberian BOS buku itu untuk meringankan masyarakat. Apabila ketiga buku itu telah dipenuhi oleh Pemda, kemudian dana itu digunakan untuk mencukupi kebutuhan buku yang lain akan dapat mempercepat pemenuhan buku sehingga program pemerintah mewujudkan pemenuhan buku bagi siswa akan cepat tercapai. Setiap siswa satu buku untuk semua mata pelajaran. Jika BOS buku masih digunakan lagi untuk membeli buku yang sudah ada di sekolah maka target pemenuhan buku justru akan terhambat. Di satu sisi ada buku tertentu yang berlebih dan di sisi lain masih ada yang belum ada sama sekali.

Atas dasar pertimbangan itu dan hasil konsultasi dengan Tim Pusat, maka dibuatlah edaran ke sekolah agar dana Bos Buku diusahakan untuk memenuhi buku yang belum dipenuhi oleh Pemda. Sekolah bebas memilih buku sesuai kebutuhannya sendiri. Tetapi, ternyata beberapa saat kemudian oleh oknum yang merasa dirugikan dengan kebijakan itu, surat edaran itu dianggap menyalahi panduan BOS buku. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan dan agar tidak merepotkan, akhirnya surat itu diralat kembali untuk tetap sesuai panduan yang ada saja meskipun akhirnya ada yang dirasakan kurang tepat.

KESIMPULAN

Sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM, dalam bidang pendidikan pemerintah telah mengeluarkan satu paket kebijakan baru yang disebut biaya operasional sekolah (BOS) dan Dana BOS Buku. Dana tersebut sepenuhnya diberikan kepada siswa-siswi MI/SD serta MTs/SMP di seluruh Indonesia. Rinciannya, setiap siswa MI/SD akan mendapatkan sumbangan 235 ribu per tahun. Sementara itu, setiap siswa MTs/ SMP akan mendapatkan bantuan sebesar Rp. 324.500 per tahun.

Kemudian utnuk BOS Buku, Buku teks pelajaran yang dipilih adalah buku yang sudah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Besar kecilnya dana BOS Buku ditentukan oleh jumlah siswa dari sekolah yang bersangkutan. Setiap siswa mendapatkan BOS Buku sebesar Rp20.000,00 per buku.

Langkah yang dilakukan pemerintah itu perlu diapresiasi agar diawasi pelaksanaannya. Sebab, di tengah situasi ekonomi yang serbasulit ini, bila tak dikorupsi, dana tersebut merupakan berkah bagi mereka yang betul-betul membutuhkan, meringankan biaya pendidikan untuk rakyat merupakan kewajiban negara.
Sasaran dan tujuan BOS itu amat mulia. Pemerintah paling kurang, sudah memiliki setengah tekad dan kemauan untuk meringankan biaya pendidikan masyarakat miskin. Tanpa uluran tangan pemerintah, dipastikan akan semakin banyak generasi muda negeri ini yang tak berkesempatan mengenyam pendidikan. Alih-alih harus memikirkan soal pendidikan, biaya untuk kebutuhan sehari-hari pun tak ada.

Dampak negatifnya, bukan hanya semakin banyak pengangguran, kemiskinan yang berbanding lurus dengan meningkatnya angka kriminalitas, tapi juga kita akan kehilangan satu generasi. Bencana kemanusiaan yang terjadi di berbagai daerah di nusantara jelas menunjukkan fakta itu. Di wilayah-wilayah tertinggal, banyak anak yang tidak bersekolah lantaran nihilnya sarana dan prasarana pendidikan, kalaupun ada sekolah fasilitasnya pun sangat terbatas. Di tengah ketiadaan pendidikan itu, kemiskinan kian menggurita. Untuk keluar dari jeratan kemiskinan, sebagian (besar) ada yang mengadu nasib ke negara tetangga dan sebagian lagi bertahan di negeri sendiri, semua itu dipilih bukan tanpa risiko.

Untuk bisa melanjutkan proses pembangunan bangsa, mengakhiri kemiskinan, serta mewujudkan kualitas kehidupan rakyat yang sejahtera, pendidikan merupakan sala satu faktor yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Kemajuan dan keberhasilan sebuah bangsa bisa diukur berdasar kemampuannya dalam menata serta menyediakan pendidikan bagi warganya. Pendidikan yang maju dan berkualitas hanya bisa digapai jika pemerintah peduli dan berani mengucurkan subsidi yang besar. Tanpa itu, semuanya bak mimpi di siang bolong.

Sayangnya, kalkulasi dan mekanisme distribusi dana BOS yang diimpikan rakyat itu kurang dipikirkan secara matang. Mengapa? Sebab, meski di atas kertas jumlah dana BOS tersebut sangat besar dibandingkan dengan anggaran-anggaran sebelumnya, toh nyatanya amat tidak realistis.

Pada April-Mei 2007, sekolah di jenjang pendidikan dasar negeri dan swasta di seluruh Indonesia, kembali mendapat kucuran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk periode Januari-Juni 2007. Sejak digulirkan pada Juli 2005, Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) bidang pendidikan dalam bentuk BOS ini dirasakan banyak memberikan manfaat bagi peningkatan pelayanan dan mutu pendidikan. Beban biaya pendidikan yang ditanggung orangtua murid menjadi berkurang. Di samping itu, sekolah menjadi lebih leluasa mengembangkan program peningkatan mutu pendidikannya.

Pengalaman pertama pelaksanaan program BOS 2005, meninggalkan catatan tentang keberhasilan, masalah dan hambatannya. Laporan Depdiknas dalam Buletin Pelangi Pendidikan edisi Desember 2005 menyebutkan, program BOS telah berjalan dengan lancar. Hal ini dibuktikan, pada pertengahan November 2005 seluruh dana BOS telah disalurkan ke rekening sekolah. Total dana secara nasional yang disalurkan sekitar Rp.5 triliun. Selain itu, berdasarkan hasil monitoring secara sampling, Depdiknas memprediksi lebih 85 persen SD/MI dapat menggratiskan iuran siswa. SMP/MTs di perdesaan juga banyak yang membebaskan iuran siswa, namun SMP/MTs di perkotaan masih banyak yang belum melakukannya.

Sedangkan masalah dan hambatan yang dihadapi program BOS pada periode Juli - Desember 2005 antara lain:

1. Karena program BOS relatif baru. Banyak sekolah khususnya tingkat SD/MI yang masih belum tahu cara menyusun RAPBS dan tatacara pertanggungjawaban keuangan BOS. Selain itu, umumnya hambatan di tingkat SD/MI tidak memiliki pegawai administrasi/tata usaha.

2. Komitmen sebagian pemerintah daerah terhadap pendidikan masih kurang. Hal ini ditandai dengan berkurangnya dana APBD untuk pendidikan setelah adanya dana BOS. Sebagian pemda menganggap, dana BOS adalah pengganti dana yang dialokasikan pemda kepada sekolah. Beberapa pemkab/pemkot dan pemprov terindikasi, menarik dana yang selama ini diberikan kepada sekolah.

3. Beberapa hal terutama mengenai penggunaan dana BOS yang tertuang di dalam Juklak kurang jelas. Hal ini banyak menimbulkan persepsi berbeda dalam menerjemahkannya. Hal yang menimbulkan perdebatan antara lain penggunaan dana BOS untuk insentif guru, kelebihan jam mengajar, membeli komputer, biaya pengelolaan sekolah dan rehabilitasi.

Pendidikan adalah amanat Tuhan dan kemanusiaan. Maka, melaksanakan segala sesuatu yang positif dan berkaitan dengan pendidikan sama dengan menjalankan amanat, yang tentu saja bernilai ibadah. Termasuk dalam hal melaksanakan program BOS. Oleh karena itu, marilah kita jaga amanah itu dengan melaksanakan program BOS secara baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku.

SARAN

  1. Sekolah harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Bagaimana semua program sekolah dan pendanaan (sumber, distribusi, dan pertanggungjawaban) dilakukan secara terbuka. Dalam hal itu, program-program di sekolah diawali dengan analisis kebutuhan masyarakat, dirancang menjadi program, diajukan ke komite sekolah, baru diputuskan menjadi program sekolah. Salah satu kelemahan yang terjadi selama ini adalah kecenderungan kepala sekolah yang masih berpola kekuasaan, bukan play maker yang demokratis. Maka, tidak jarang dia dilingkari orang-orang yang ABS (asal bapak senang), brutus, dan ingin memanfaatkan demi kepentingannya.

Dalam konteks itu, sebaiknya sekolah memiliki sistem komunikasi dengan orang tua, masyarakat, dan komite sekolah dalam hal program dan pertanggungjawaban keuangan. Jika mungkin, sekolah dapat membuka website khusus untuk komunikasi dengan stakeholder-nya.

  1. Perlu ada pertanggungjawaban baik sekolah kepada masyarakat (akuntabilitas). Jika itu dilakukan, kemungkinan korupsi di sekolah (khususnya dana bantuan sekolah) dapat ditekan. Minimal, mereka berhitung atas apa yang dilakukan dalam keuangan sekolah. Akuntabilitas sebagai poin pertama harus difasilitasi sistem komunikasi dan keran keterbukaan yang baik. Masyarakat dapat mempertanyakan bagaimana uang yang disumbangkan kepada sekolah, dipergunakan untuk apa, dengan cara-cara bagaimana, dan hasil atas finansial yang telah dikeluarkan.
  2. Perlunya revitalisasi komite sekolah. Komite sekolah memang dapat dioptimalkan sebagai pengontrol sekolah. Sebab, hakikatnya komite sekolah merupakan organisasi pendamping untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Di sinilah pentingnya memberdayakan peran dan fungsi komite sekolah seperti Keputusan Mendiknas No 004/U/2002 tanggal 2 April 2002.
  3. Fungsi komite sekolah sebagai pengontrol (controlling agency) akan mendorong terciptanya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan serta keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Karena itu, komite sekolah bukan lagi sebagai stempel (legalisasi) di tubuh sekolah. Ia memiliki hak penting untuk terlaksananya pendidikan di institusi sekolah secara bersih dan bebas korupsi
  4. Perlunya semacam lembaga independen semacam education watch di daerah, yang secara khusus akan melakukan kontrol mandiri terhadap lembaga sekolah dan melakukan advokasi kepada masyarakat yang membutuhkan. Lembaga itu akan menjadi lembaga independen, yang terlepas dari berbagai kepentingan pihak-pihak tertentu
  5. Fokus utamanya tentu advokasi kepada masyarakat, baik masyarakat sekolah maupun masyarakat yang secara finansial terkait langsung dengan sekolah. Kita berharap, ada kesadaran dari berbagai pihak untuk ikut mengawal terbebasnya institusi luhur pembangunan moral itu agar bersih dari korupsi. Di sinilah dibutuhkan masyarakat yang kuat, cerdas, dan berani menuntut hak-haknya atas lembaga pendidikan yang tidak memberikan layanan selayaknya. Apalagi, mengindikasikan tanda-tanda koruptif.

REKOMENDASI

1. Hendaknya pihak sekolah melibatkan orangtua murid dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), sehingga dalam proses perumusannya orangtua murid mengetahui secara jelas program-program sekolah beserta pendanaanya.

2. Berkaitan dengan penyusunan RAPBS, beberapa alternatif dapat digunakan. Di antaranya, bisa dilakukan oleh tim yang terdiri atas personil sekolah dan komite sekolah. Atau dengan cara menimba pengalaman dari sekolah lain. Dapat juga memanfaatkan forum pertemuan, seperti MKKS, KKG, MGMP dan lainnya untuk sharing pengalaman dengan sekolah lain.

3. Tentang kelangkaan pegawai administrasi di SD/MI, diharapkan pemerintah memberikan perhatian terhadap masalah ini. Mungkin pemerintah dapat mulai memprogramkan pengangkatan pegawai administrasi untuk SD/MI. Sementara itu, bagi sekolah yang belum memiliki pegawai administrasi dapat mengatasinya dengan mengangkat tenaga honor.

4. Juga perlu diluruskan adalah pemahaman yang menganggap BOS identik dengan sekolah gratis. Saat ini, BOS tidak identik dengan sekolah gratis, namun lebih tepat dengan istilah gratis terbatas. Konsep Sekolah Gratis Terbatas ini dapat bermakna: semua siswa di suatu sekolah digratiskan dari segala iuran; kebutuhan dana di sekolah tidak melebihi dana BOS yang diterima sekolah; hanya siswa miskin/kurang mampu yang digratiskan dari segala iuran, sedangkan siswa mampu masih dipungut biaya namun lebih kecil dibandingkan sebelum mendapat BOS; dana BOS meringankan beban iuran seluruh siswa, jika di sekolah tersebut tidak ada siswa miskin.

5. Perlu memonitoring proses penyaluran BOS. Sebab, selama ini, dana-dana yang dikucurkan pemerintah sering kali bocor. Jangan sampai dana yang diambilkan dari penderitaan rakyat (sebagai ekses kenaikan BBM) tersebut berhenti pada perut buncit pejabat korup.

6. Sekolah diwajibkan menyampaikan atau memasang pengumuman penggunaan dana bos di sekolah penerima dana bos

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas dan Depag. 2006. Buku pedoman Pelaksanaan Bantuan Orpasional Sekolah

http://www.menkokesra.go.id/content/blogsection/1/39/

http://www.dikdasmen.org/?hal=112

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/112006/18/07-pendidikan.htm

http://teknisi.jardiknas.org/forum/

http://pelangi.ditplp.go.id//index.php?option=com_content&task=view&id=30&Itemid=38

http://mediainfokota.jogja.go.id/index.php

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/nusantara/dana-bos-diduga-bocor-3.html

Keppres No. 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pasal 12 ayat (2) menyatakan belanja atas beban anggaran negara dilakukan berdasarkan atas hak dan bukti-bukti yang sah untuk memperolehpembayaran.

Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Dana BOS Tahun 2006, tentang tugas dan tanggungj awab Tim PKPS-BBM Kabupaten/Kota, menyatakan bahwa Tim PKPSBBM berkewajiban untuk melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan kepada Tim PKPS-BBM Provinsi dan instansi terkait.

Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Dana BOS Tahun 2007, tentang Tim Manajemen BOS BBM Kabupaten/Kota, menyatakan bahwa laporan monitoring rutin dikirimkan ke Tim Manajemen BOS Provinsi paling lambat 10 hari setelah pelaksanaan monitoring. Selain itu dalam tata tertib pengelolaan dana oleh Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota menyatakan bahwa Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota mengelola dana operasional kabupaten/kota secara transparan dan bertanggungjawab.

Survey CRC Sektor Pendidikan – ICW Biaya Operasional Sekolah (BOS)

www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar