Bab 1 Hakikat Bahasa
1.Pengertian Bahasa
Secara universal bahasa ialah suatu bentuk ungkapan yg bentuk dasarnya ujaran atau suatu ungkapan dalam bentuk bunyi ujaran. Bahasa dapat dilihat dari sifatnya, yaitu :
a.Sistematik, artinya memiliki sistem yaitu sistem bunyi (arus ujaran) dan makna.
b.Manasuka, artinya unsur-unsur bahasa dipilih secara acak tanpa dasar atau tidah ada hubungan logis antara bunyi (aarus ujaran) dengan maknanya.
c. ujar, artinya berbentuk ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
d. manusiawi, artinya bahasa berfungsi selama manusia memanfaatkannya
e. komunikatif, artinya bahasa sebagai penyatu keluarga, masyarakat, dan bangsa dalam kegiatannya.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut, maka bahasa dapat dimaknai sebagai alat komunikasi antar manusia (anggota masyarakat) berupa lambang bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
2.Bentuk dan Makna Bahasa.
Bahasa memiliki bentuk (arus ujaran) dan makna (isi). Bentuk bahasa terdiri dari (a) unsur segmental (bagian dari unsur bahasa yang terkecil sampai dengan yang terbesar), yaitu : fonem, suku kata, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana; (b) unsur suprasegmental (bagian bahasa yang berupa intonasi) yang terdiri dari : tekanan, nada, durasi, dan perhentian. Sedangkan makna bahasa terdiri dari : makna morfemis, makna leksikal, makna sintaksis, dan makna wacana.
3.Fungsi Bahasa
Bahasa memiliki fungsi antara lain :
a.fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal balik antara anggota masyarakat.
b.fungsi ekspresi, yaitu menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau tekanan-tekanan perasaan pembicara.
c. fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaur diri dengan anggota masyarakat.
d. fungsi kontrol sosial, yaitu untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain.
Fungsi khusus bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yaitu :
(a) fungsi untuk menjalankan administrasi negara,
(b) fungsi sebagai alat pemersatu, dan
(c) fungsi sebagai wadah penampung kebudayaan.
4.Ragam Bahasa
Bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a.bentuk wacana, terdiri dari ragam ilmiah dan ragam populer;
b.bentuk sarana, terdiri dari ragam lisan dan ragam tulisan;
c.sudut pendidikan, terdiri dari ragam bahasa baku dan ragam bahasa tidak baku.
Bahasa baku memiliki ciri :
(a) sifat kemantapan dinamis,
(b) sifat kecendikiaan, dan
(c) sifat penalaran yang teratur dan logis.
B.Belajar Bahasa
1. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar
Keberhasilan belajar bahasa dipengaruhi oleh faktor eksternal (guru, lingkungan, teman, keluarga, orang tua, masyarakat, dan lain-lain) dan faktor internal (motivasi, minat, bakat, sikap, kecerdasan dan lain-lain).
Berdasarkan faktor eksternal, ada tiga prinsip belajar bahasa, yaitu :
(a) memberikan situasi dan materi belajar sesuai respon yang diharapkan siswa,
(b) ada pengulangan belajar agar sempurna dan tahan lama,
(c) ada penguat respon belajar siswa.
2.Jenis Keterampilan dan Perilaku dalam Belajar Bahasa
Secara umum keterampilan belajar bahasa meliputi :
(a) keterampilan menyimak,
(b) keterampilan berbicara,
(c) keterampilan membaca, dan
(d) keterampilan menulis
Menurut Valette dan Disk, keterampilan belajar bahasa diurutkan secara hirarkis dari yang paling sederhana kepada yang paling kompleks (luas), yang dibedakan pula atas perilaku internal dan perilaku eksternal, yaitu sebagai berikut :
a. Keterampilan mekanis berupa hapalan atau ingatan (perilaku internal), yaitu menghapal atau mengingat bentuk-bentuk bahasa dari yang sederhana sampai ke yang kompleks. Perilaku eksternalnya (produktif) siswa meniru ajaran atau tulisan.
b. Keterampilan pengenalan (metacognition) berupa mengenal kaidah kebahasaan (perilaku internal) dan perilaku eksternalnya adalah mengingat kaidah bahasa.
c. Keterampilan transfer berupa menggunakan pengetahuan bahasa dalam situasi baru (perilaku internal). Perilaku eksternalnya (produktif) yaitu aplikasi pengetahuan/kaidah bahasa.
d. Keterampilan komunikasi berupa penggunaan pengetahuan/kaidah bahasa dalam
berkomunikasi. Perilaku eksternalnya (produktif) adalah ekspresi diri baik lisan atau tulisan.
C.Strategi pembelajaran bahasa
1. Pengertian Strategi Pembelajaran Bahasa
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, strategi bermakna sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi dapat diartikan pula sebagai upaya untuk mensiasati agar tujuan suatu kegiatan dapat tercapai.
Salah satu unsur dalam strategi pembelajaran adalah menguasai berbagai metoda/teknik pembelajaran. Ciri suatu metode/teknik pembelajaran yang baik adalah :
a.mengundang rasa ingin tahu murid,
b.menantang murid untuk belajar;
c.mengaktifkan mental, fisik, dan psikis murid;
d.memudahkan guru,
e. mengembangkan kreativitas murid;
f. mengembangkan pemahaman murid terhadap materi yang dipelajari.
Beberapa metode/teknik yang perlu dikuasai guru dalam mengajarkan bahasa antara lain : diskusi, inkuiri, sosiodrama (bermain peran), tanya jawab, penugasan, latihan, dan bercerita.
2.Contoh Penerapan Teknik Penyajian dalam Strategi Pembelajaran Bahasan
a.Teknik diskusi
Tujuan penggunaannya yaitu :
1) mengembangkan pengetahuan untuk pemecahan masalah;
2) menyampaikan pendapat dengan bahasa yang baik dan benar;
3) menghargai pendapat orang lain;
4) berpikir kreatif dan kritis
Teknik diskusi melatih siswa :
1) merumuskan masalah
2) menetapkan tema
3) menyampaikan pendapat dengan tanggung jawab;
4) menghargai pendapat orang lain
5) menarik kesimpulan,
6) menyusun laporan diskusi
Langkah-langkah pembelajaran :
1) guru menyiapkan kartu-kartu masalah untuk setiap kelompok,
2) guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan menetapkan ketua, moderator, dan penulis;
3) guru memberi petunjuk cara berdiskusi;
4) murid membaca kartu masalah;
5) guru membimbing murid berdiskusi memecahkan masalah;
6) murid mengakhiri diskusi dengan menulis jawaban masalah;
7) laporan setiap kelompok;
8) guru membimbing siswa menyimpulkan jawaban penegasan, dan penguatan
b.Teknik inkuiri
Teknik inkuiri siswa diberi kesempatan untuk meneliti suatu masalah sehingga dapat menemukan cara pemcahannya.
Tujuan penggunan antara lain :
1) mengembangkan percaya diri;
2) mendorong siswa berpikir dan bekerja menurut inisiatifnya;
3) mengembangkan bakat dan kecakapan hidup;
4) memberi kesempatan belajar mandiri;
5) mendorong murid memperoleh informasi.
Teknik inkuiri melatih siswa :
1) menyusun rencana kegiatan;
2) menentukan sasaran dan target kegiatan;
3) berkomunikasi dengan orang lain;
4) mencari sumber informasi
Langkah-langkah pembelajaran (siswa melakukan wawancara) :
1) guru memberi contoh sebuah teks wawancara;
2) guru mengarahkan kegiatan siswa dan menjelaskan sopan santun berwawancara;
3) murid merencanakan wawancara : menetapkan topik dan narasumber,
4) murid menyusun pertanyaan (pedoman) untuk wawancara;
5) guru mengundang nara sumber atau menyuruh siswa mendatangi nara sumber;
6) murid berbagi tugas dalam kelompoknya : pewawancara, penulis, dan pengamat;
7) murid menyusun laporan hasil wawancara
Bab 2 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai. Misalnya dalam kalimat “Bagaimana kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang Saudara pasang pada mesin ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah itu tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa sebenarnya pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang pernah kita pakai?
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan. Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahsa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.
Bab 3 Fonologi
Pengertian Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi, yang berasal dari gabungan kata Yunani phone 'bunyi' dan 'logos' tatanan, kata, atau ilmu' dlsebut juga tata bunyi. Bidang ini meliputi dua bagian.
Fonetik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suate bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia.
Fonemik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.
Bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti disebut fona, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf.
Untuk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu :
1. udara,
2. artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan
3. titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.
Vokal dan Konsonan
Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan. Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan.
Yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator .
Diftong
Diftong adalah dua vokal beurutan yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Diftong dalam babasa Indonesia adalah ai ,au, dan oi.
Contoh :petai, lantai, pantai, santai, harimau, kerbau, imbau, pulau, amboi.
Fonem dan Pembuktiannya
Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang berfungsi membedakan arti. Fonem dapat dibuktikan melalui pasangan minimal. Pasangan minimal adalah pasangan kata dalam satu bahasa yang mengandung kontras minimal.
Contoh :
- pola & rnembedakan /o/ dan /u/pula
- barang & membedakan /b/ dan /p/parang
Fonem dan Huruf
Bahasa Indonesia memakai ejaan fonemis, artinya setiap hunuf melambangkan satu fonem. Namun demikian masih terdapat fonem-fonem yang dilambangkan dengan diagraf (dua hunuf melambangkan satu fonem) seperti ny, ng, sy, dan kh.
Di samping itu ada pula diafon (satu huruf yang melambangkan dua fonem) yakni huruf e yang digunakan untuk menyatakan e pepet dan e taling.
Huruf e melambangkan e pepet terdapat pada kata seperti : sedap, segar, terjadi. Huruf e melambangkan e taling terdapat pada kata seperti : ember, tempe, dendeng
Bab 4 Morfologi
A. Pengertian Morfologi
Morfologi atau tata bentuk (Ingg. morphology; ada pula yang menyebutnya morphemics) adalah bidang linguistic yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal (Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam linguistik bahasa Arab, morfologi ini disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk (asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan makna yang berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1983 : 101).
B. Kata Berimbuhan/Berafiks
1. Penggunaan afiks/imbuhan ter
Terduduk
2. Penggunaan afiks ber-, ber-kan, dan ber-an
a. Afiks ber
Berdandan
b. Afiks ber-kan
Kita perhatikan kata berdasarkan, beranggotakan, bermandikan. Kata bentukan tersebut dari dasar, anggota, mandi menjadi berdasarkan, beranggotakan, bermandi, kemudian menjadi berdasarkan, beranggotakan, dan bermandikan. Dengan demikian, nosinya, misalnya kita ambil kata yang pertama, yakni berdasarkan terbentuk dari berdasar "menggunakan dasar" menjadi berdasarkan "berdasar pada".
c. Afikasi ber-an
Berbeda dengan afiks ber-kan, ber-an adalah satu afiks yang menjadi secara simultan / serempak yang disebut konfiks. Adapun bentuknya ada ber-an yang tergolong
Konfiks ada pula ber-an yang terjadi secara hierarki. Perhatikan dua deret bentuk berikut.
Ber-an bukan konfiks
Berhadapan
Berkenalan
Bergandengan Ber-an sebagai konfiks
Berpengalaman
Berpakaian
Berurusan
Afiks ber-an sebagai konfiks nosinya menyatakan makna "resiproka1/saling" Jika kata bergandengan dianalisis ber+gandengan, pada kata tersebut tidak ada afiks ber-an. Dengan demikian, nosi afikasinya tidak menyatakan "saling":, melainkan ber- "memiliki", dan -an pada gandengan "yang di".
3. Penggunaan afiks pe-, pe-an, per-, dan per-an
a. Afiks per
Afiks pe- ada yang bernasal dan ada yang tidak bernasal. Perhatikan kata-kata yang berpasangan berikut!
Afiks pe- bernasal
Penembak
Penyruh
Pendapat
Penatar Afiks pe-tak bernasal
Petembak
Pesuruh
Pedagang
Petatar
Petani
Peternak
Jika kita perhatikan keduanya memiliki fungsi yang sama, yakni terbentuk kata benda/nomina. Selanjutnya Anda dapat mendeskripsikan nosi yang terdapat pada dua afiks tersebut!
b. Afiks per
Kita perhatikan pemakaian kata: perkecil, pertajam, pertebal, perlima, persatu. Dari contoh tersebut kita dapat mengenali fungsi} afiks per- adalah membentuk kata kerja. Dengan nosi:
1) "Membuat jadi lebih", misalnya"
Perkecil
Persempit
Perdalam
2) "Bagi menjadi", misalnya:
Perseratus
Perlima
3) “tiap-tiap”, misalnya
Masuk satu persatu
Ada kalanya per- membentuk nomina/kata benda misalnya:
(Ber) tapa menjadi pertapa "orang yang bertapa"
Jika afiks per- tidak mampu mengubah kelas kata, nosinya pun sulit diterangkan atau tidak jelas, misalnya:
Tanda (nomina) menjadi pertanda (nomina)
Lambang) nomina) menjadi perlambang (nomina)
Kata-kata berikut bukan kata bentukan dengan afiks per- :
Pertama
Permaisuri
Percuma
c. Afiks pe-an
Afiks pe-an ada yang bernasal dan ada yang tidak bernasal. Kita bandingkan kata-kata bentukan berikut!
Pe-an bemasal Pe-an tak bernasal
Pendidikan Peternakan
Pedaringan Pembuatan
Penjualan Perakitan
Penyaringan Pesanggrahan
Dari contoh tersebut, kita kenali fungsinya adalah sama, yakni sebagai pembentuk kata benda abstrak. Adapun nosinya pada dasarnya dapat digolongkan "hal, hasil, cara, dan tempat"
d. Afiks per-an
Jika afiks per- berfungsi membentuk kata kerja, dan ada sebagai pembentuk kata benda, afiks per-an termasuk konfiks yang berfungsi sebagai pembentuk nomina kata benda.
Misalnya:
Perpajakan Perpanjangan
Perbudakan Perkebunan
Perubahan Pertemuan
Peraturan Percobaan
Adapun nosinya pada dasarya menyatakan "hal, hasil"
Kembangkan dengan mencari kata-kata berafiks per-an, dan menggunakannya dalam kalimat!
4. Penggunaan afiks ke-an, ke-an
a. Afiks ke-
Dalam Bahasa Indonesia, afiks ke- berfungsi membentuk kata bilangan tingkat, kata bilangan jumlah~ dan kata benda.
1) Pembentuk kata bilangan tingkat, nosinya menyatakan "urutan", misalnya:
Anak kelima
Pelajaran kedua
2) Pembentuk kata bilangan jumlah nosinya menyatakan "kumpulan jumlah", misalnya: Kedua anak itu
Kesemuanya
3) Pembentuk kata benda, nosinya menyatakan "yang di, yang dianggap", misalnya: Ketua
Kekasih
Kehendak
Kata-kata berikut bukan kata bentukan dengan afiks ke-dalam bahasa Indonesia:
Ketemu
Kelanggar
b. Afiks-an
Dalam Bahasa Indonesia, afiks -an berfungsi sebagai pembentuk kata benda/ nomina. Dalam tataran sintaksis, kata bentukan dengan afiks -an ini dapat mengikuti verba tran-sitif Adapun nosinya meliputi: "hal/abstraksi, basil, cara, alat, objektif, tempat, yang memiliki sifat, orang/pelaku" seperti pada kata:
Didikan Praktikan
Sasaran Simpatisan
Latihan Lautan
Manisan Lukisan
Kata bentukan dengan afiks -an berikut salah dalam bahasa Indonesia:
Rajin latihan (verba)
Sekolahan (nomina)
Kuburan (nomina)
c. Afiks ke-an
Afiks ke-an termasuk konfiks. Fungsinya adalah sebagai pembentuk kata benda abstrak, dan kadang-kadang sebagai pembentuk kata kerja pasif Sebagai pembentuk kata benda abstrak, ke-an bernosi menyatakan "hal/abstrak dari", misalnya:
Keadilan
Kebolehan
Kekuasaan
Keajekan
Sebagai pembentuk kata kerja pasif, ke-an menyatakan nosi “ken, menderita”, misalnya:
5. Penggunaan afiks -man, -wan, dan -wali
Ketiga afiks ini berasal dari bahasa sansekerta. Fungsinya membentuk kata benda, dan nosinya menyatakan "orang yang memiliki sifat". Pemakaian -man dan -wan menyatakan jenis kelamin "laki-laki" dan -wati menyatakan jenis kelamin "perempuan"
Contoh pemakaiannya:
Sinaman Jutawan Seni wati
Budiman Santriwan Santriwati
Olahragawan Olahragawati
Bendaharawan Bendaharawati
6. Penggunaan afiks -I , -wi, -ah, -iah
Afiks-afiks tersebut berfungsi sebagai pembentuk kata sifat, nosinya menyatakan "yang memiliki sifat, bersifat". Pemakaiannya seperti:
Alam + i menjadi alami
Alam + iab menjadi alamiah
Ala + iah menjadi aliah
Ilmu + iab menjadi ilmiah
Dumia + wi menjadi duniawi
Jasmani+ iah menjadi jasmani
Islam + i menjadi islami
7. Penggunaan afiks -is, -isme, -isasi/Sasi
a. Afiks -is berfungsi pembentuk adjektiva/kata sifat, nosinya menyatakan"bersifat", misalnya:
Pancasilais
Psikhologis
Nasionahs
b. Afiks -isme berfungsi sebagai pembentuk kata benda, nosinya menyatakan "aliran, faham", misalnya:
Nasionalisme
Komunisme
Liberalisme
c. Afiks –isasi/Sasi berfungsi sebagai pembentuk kata benda, nosinya menyatakan “proses” misalnya
lelenisasi
Urbanisasi
Neomsasl
Afiks -isasi juga benosi "kumpulan, kesatuan dari'" misalnya pada organisasi.
8. Partikel -lah, -kah, dan pun
Partikel tergolong ke dalam kata tugas. Fungsinya mempertegas kata yang dilekati.
a. Partikel -lah
Partikel -lah dapat melekat kata benda, pada kalibat pemyataanlberita. Partike1 -lah digunakan pada kalimat inversi, yakni predikat mendahuIui subjek. Misalnya:
Dialah yang dicari
Akulah orangnya.
Partikel -lah juga digunakan untuk menyatakan imperatif (perintah), misalnya pada kalimat:
Masuklah!
Bacalah secara teliti.
b. Partikel -kah
Partikel -kah digunakan melekat pada kata kerja , kata benda, kata sifat, kata bilangan, kata keterangan. Fungsinya membentuk kata tanya dalam kalimat pertanyaan. Struktur kalimat pada dasarya berstruktur inversi, misalnya:
Siapakah mereka?
Sudah membacakah Anda?
Di manakah Anda Tinggal?
Kapankah Hanoman lahir?
c. Partikel pun
Partikel pun melekat pada kata benda atau yang dibendakan (substantiva), misalnya pada kalimat:
Mereka tidak tahu, aku pun demikian.
Jangankan membaca, menyimak pun belum terampil.
Di samping itu, pun bersama kata yang lain berfungsi sebagai pembentuk kata tugas yang lain, khususnya konjungsi dan penulisannya pun dirangkaikan dengan kata yang dilekati, misalnya pada:
Meskipun
Walaupun
Biarpun
Sungguhpun
B. Kata Ulang
Kata ulang ada1ab kata yang telah mengalami proses reduplikasi. Untuk: membedakannya dengan bentuk ulang yang bukan kata ulang adalah bahwa kata ulang sebagai ciri utamanya adalab pasti memiliki kata dasar.
Kita bedakan bentuk yang ada di sebelah kanan dan sebelah kiri berikut:
Kata ulang
Duduk-duduk
Membaea-baca
Tarik-menarik
Bolak-balik
Orang-orangan
Simpang-siur
Kemerab-mera han Bukan kata ulang
Compang-camping
Anai-anai
Pura-pura
Hati-hati
Mata-mata
Mondar-mandir
Alih-ali
Pada kata ulang terdapat kata dasar: duduk, membaca, menarik, balik, orang, simpang, merah. Sebaliknya, pada deretan sebelah kiri bentuk: compang/camping, anai, pura, hati, mata, mondar, alih tidak dapat berfungsi sebagai kata dasar.
1. Macam kata ulang dapat dibedakan menjadi:
a. Kata ulang utuh
Kata ulang utuh adalah kata ulang yang antara kata dasar dan bentuk peru1angannya adalab sama, miasma:
Orang-orang
Perumaban-perumaban
Duduk-duduk
b. Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian adalah kata ulang yang bentuk peru1angannya hanya sebagian dari kata dasar, termasuk hanya sebagian bunyi vokal atau konsonan saja, misalnya:
Berjalan-jalan
Bolak-balik
Sayur-mayur
c. Kata ulang berkombinasi/bersimultan dengan afiks, misalnya:
Anak-anakan
Gunung-gunungan
2. Nosi kata ulang
Nosi kata ulang dapat menyatakan makna:
a. “Jamak, bermacam-macam”, misalnya:
Orang-orang
Buah-buahan
Sayur-mayur
b. Pekerjaan dilakukan berulang”, misalnya:
Bolak-balik
Simpang-siur
c. "Tiruan", misalnya:
Anak-anakan
Gunung-gunungan
d. "agak", misalnya
Kemerah-merahan
e. "walaupun", misalnya:
Pahit-pahit diminumnya obat itu.
Panas-panas mereka datang juga.
f. “walaupun”, misalnya
Pahit-pahit diminumnya obat itu
Panas-panas mereka dating juga
Gunakan kata-kata berikut dalam kalimat, kemudian jelaskan makna perulangannya!
Sama-sama
Mudah-mudahan
rata-rata
Besar –besar
C. Kata Majemuk
Walaupun pada materi Bahasa Indonesia untuk SLTP atau MTS kata majemuk tidak ada, namun kata majemuk tersebut perlu kita pahami.
Kata majemuk adalah kata yang telah mengalami proses permajemukan. Kata majemuk adalah kata yang unsurnya berupa morfem bebas (bukan kata). Jika kata majemuk diartikan kata yang unsurnya berupa kata, hasil konstruksinya tidak dapat disebut kata, melainkan frase/kelompok kata.
Secara lahiriah kata majemuk sama dengan frase/kelompok kata. Untuk itu, kita hams dapat mengenali kata majemuk tersebut dari segi: hubungan, konstruksi, dan nosi. Misalnya kita ambil orang tua sebagai kata majemuk dan sebagai frase.
Ciri hubungan: Jika di antara kata orang dan tua dapat disela kata lain, misalnya yang, konstruksi orang tua bukan kata majemuk melainkan frase.
Ciri konstruksi: Jika orang tua dapat di Kembangkan dengan kata renta, kata renta hanya berkonstruksi dengan tua, tidak dengan orang. Dengan demikian
Konstruksi
Orang tua dalam hal ini adalah frase. Jika diperluas dengan afiks ber menjadi berorang tua, afiks ber-adalah milik konstruksi orang tua,
Bukan
Hanya milik orang saja sehingga tidak ada konstruksi berorang. Dengan ciri ini, orang tua pada berorang tua adalah kata majemuk
Ciri nosi Jika makna orang tua mengacu pada orang yang sudah berusia lanjut” konstruksi orang tua adalah frase. Jika maknanya tidak terikat pada Usia, tetapi pada “orang yang sudah pernah melahirkan atau sudah menjadi bapak atau ibu”, konstruksi orang tua adalah kata majemuk
D. Kelas Kata
Kelas kata disebut juga kategori kata. Dalam tata bahasa Tradisional digunakan istilah jenis kata. Hasil klasifikasi/penggolongan kata berdasarkan kelas kata mencakup: nomina Kata benda, verba Kata kerja, adjektiva kata sifat, numeraliaJkata bilangan, adverbia/kata keterangan, kata tugas.
1. Kata benda/nomina
Kata benda dapat dibedakan atas kata benda konkret dan kata benda abstrak. Kata benda konkret adalah kata benda yang dapat diindra (diraba, dilihat, dirasakan, di dengan, dibau):
Kata benda konkret yang berupa kata asal, misalnya: meja, udara, rumah
Kata benda konkret yang merupakan bentukan, misalnya: mainan, penulis, penjahit
Kata benda abstrak adalah kata benda yang tidak dapat diindra, misalnya kata benda bentukan dari afiks pe-an, per-an, ke-an seperti: pembuatan, perbaikan, keadilan.
2. Kata kerja
Kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan/perbuatan, baik aktif, maupun pasif. Kata kerja aktif dibedakan atas transitif dan intransitif
a. Kata kerja aktif transitif,
1) Kata kerja dasar: makan, minum
2) Berafiks me-: membaca, menulis
3) Berafiks me-kan/i: membacakan, mendampingi
4) Berafiks memper-: mempercantik, memperjelas
5) Berafiks memper-kan/i: memperkerjakan, mempercayai
6) Berafiks member-kan: memberlakukan, memberhentikan
b. Kata kerja aktif intransitif, meliputi
1) Berafiks me-: menyanyi
2) Berafiks ber-: bersembunyi, bercerita
3) Berafiks ber-kan: berdasarkan, bertuliskan
4) Berafiks ter-: tersenyum
c. Kata kerja pasif
1) Kata kerja fasif di-: dibaca, diberlakukan, dibatalkan
2) Kata kerja pasif ter-: terbaca, terpelihara
3) Kata kerja pasif ke-an: kehujanan, ketakutan, kepanasan
3. Kata sifat / akjektiv
Kata sifat dapat dinegatitkan dengan kata tidak. Selanjutnya dapat diperluas dengan kata yang menyatakan tingkat perbandingan. Dalam struktur sintaksis, kata sifat adalah kata yang menerangkan kata benda. Kembangkan contoh!
4. Kata keterangan
Kata keterangan adalah kata yang menerangkan kata kerja atau kata sifat, misalnya
Rahin belajar
Masih muda
Belum beristri
Perlu di contoh
Sangat pandai
5. Kata bilangan
Kata bilangan adalah kata yang menyatakan " jumlah". Kata bilangan dibedakan atas kata bilangan tentu dan tak tentu.
a. Kata bilangan tentu: satu, seribu, setengah, seperempat
b. Kata bilangan tak tentu: sedikit, banyak, beberapa
6. Kata tugas
Kata tugas adalah kata yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kata benda, kerja, sifat, bilangan, atau keterangan. Kata tudas kata yang hanya berfungsi, yang pada dasarnya tidak bernosi.
Kata tugas dapat dibedakan atas:
a. Preposisi/kata depan, yakni kata yang dapat berkonstruksi dengan kata atau frase benda.
Termasuk kata depan Preposisi adalah: di, ke, dari, pada, untuk, oleh, dsb.
b. Konjungsi, yakni kata yang berfungsi menghubungkan klausa dalam kalimat yang termasuk konjungsi: karena, ketika, apa bila, walaupun, dan, tetapi, namun, dsb.
c. Kopula, yakni kata yang berfungsi menghubungkan subjek dan predikat. Termasuk kopula: adalah, merupakan, menjadi, yaitu, yakni.
d. Artikel / kata sandang : sang, si
e. Partikel, berfungsi menegaskan/mementingkan kata yang dilekati, misalnya: -lah, -kah, pun.
f. Kata transisi, yakni kata yang berfungsi menghubungkan kalimat satu dengan yang lain. Penulisannya selalu diikuti tanda koma. Termasuk kata frase transisi adalah: jadi, dengan
Demikian, karena itu, meskipun demikian selanjutnya, akibatnya, sebagai kesimpulan,dsb.
Bab 5 Sintaksis
Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana. Untuk menjelaskan uraian itu, diambil contoh kalimat: Seorang pelajar sedang belajar di perpustakaan.
Kalimat di atas terdiri dari satu klausa yang terdiri dari S, ialah seorang pelajar, P, ialah sedang belajar, dan KET, ialah di perpustakaan. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur itu dalam suatu satuan baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi. Misalnya pada kalimat{1}di atas terdapat frase sedang belajar,yang terdiri dari dua unsur, ialah kata sedang dan kata belajar. Berdarsarkan hubungan maknawi antar unsur-unsurnya, frase seorang pelajar yang menduduki fungsi S menyatakan makna pelaku, frase sedang belajar yang menduduki fungsi P menyatakan makna perbuatan dan frase di perpustakaan yang menduduki fungsi KET menyatakan makna tempat. Jadi klausa di atas terdiri dari unsur-unsur maknawi pelaku diikuti perbuatan diikuti tempat.
KALIMAT
PENENTUAN KALIMAT
Bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti yang dinyatakan oleh bentuk bahasa terdiri dari satuan-satuan yang dapat dibedakan menjadi satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik.Satuan fonologik meliputi fonem dan suku. Sedangkan fonologik meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan gramatika meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem. Contoh kalimat dari satu kata misalnya: kemarin, kalimat yang terdiri dari dua kata, misalnya itu toko yang terdiri dari tiga kata, misalnya ia sedang belajar.
KALIMAT BERKLAUSA DAN KALIMAT TAK BERKLAUSA
Kalimat yang berklausa adalah kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa klausa. Klausa terdiri atas subjek dan predikat. Klausa dapat pula disertai adanya objek, keterangan dan pelengkap.
Contoh:
Lembaga itu menerbitkan majalah sastra. ( 1 klausa )
Perasaan itu muncul sesaatsetelah kamu pergi. ( 2 klausa )
Kalimat tak berklausa adalah kalimat yang tidak terdiri dari klausa.
Contoh:
Selamat pagi !
Pergi !
Judul suatu karangan juga merupakan sebuah kalimat karena selalu diakhiri dengan jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun atau yang disebut intonasi.
Contoh: Seratus Tokoh Islam Akan Menerima Penjelasan. ( berwujud kalimat)
Akan tetapi, jika tidak terdiri dari klausa, kalimat judul itu termasuk golongan kalimat tak berklausa.
Contoh : Seorang Pertapa dari Gunung Wilis ( berwujud satuan frase )
Kalimat Berita, Kalimat Tanya dan Kalimat Suruh
Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat digolongkan menjadi:
1. Kalimat Berita
Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehiunggan tanggapan yang berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian yang berupa anggukan atau ucapan ya.
Kalimat berita mempunyaipola intonasi berita.dalam kalimat berita tidak terdapat kata-kata tanya, kata ajakan serta kata larangan.
2. Kalimat Tanya
kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dari kalimat berita. Pola intonasi kalimat berita bertnada akhir turun, sedanhkan pola intinasi kalimat tanya bernada akhir naik. Di samping itu, nada sukuj aterakahir yang lebih tinggi sedikit dibandungkan dengan nada suku terakhir pola intonasi kalimat berita.
a. Apa
Kata tanya apa digunakan untuk menanyakan benda, tumbuhan, hewan dan identitas.
Contoh : – Petani itu membawa apa?
- Kamu membaca buku apa?
b. Siapa
Kata tanya siapa digunakan untuk meenanyakan Tuhan, Malaikat dan manusia.
Contoh: – Anda mencari siapa?
- Ini sepeda siapa?
c. Mengapa
Kata tanya mengapa digunakan untuk menanyakan perbuatan dan sebab.
Contoh: – Anak itu sedang mengapa?
- Mengapa anak itu menangis?
d. Kenapa
kata tanya kenapa digunakan untuk menanyakan sebab.
Contoh: Kenapa anak itu menangis?
e. Bagaimana
Kata tanya bagaimana menanyakan keadaan dan cara.
Contoh: – Bagaimana nasibnya sekarang?
- Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?
f. Mana
Kata tanya mana menanyakan tempat, sesuatu dari suatu kumpulan dan sesuatu yang dijanjikan sebelumnya.
Contoh: – Kamu orang mana?
SINTAKSIS
Sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan struktur-struktur kalimat, klausa, dan frase.
Definisi atau batasan sintaksis menurut para ahli
- Hari Murt Kridalaksana (1993)
Sintaksis adalah subsistem bahasa yang mencakup tentang kata yang sering dianggap bagian dari gramatika yaitu morfologi dan cabang linguistic yang mempelajari tentang kata.
- Ramlah (2001:18)
Istilah sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase.
- Gleason (1955)
“Syntax maybe roughly defined as the principles of arrangement of the construction (word) into large constructions of various kinds.”
Artinya: sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi prinsip aransement konstruksi (kata) kedalam konstruksi besar dari bermacam-macam variasi.
- Ramlah (1976:57)
Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur farase dan kalimat.
- Hari Murt Kridalaksana (1993)
Mendefinisikan sintaksis sebagai pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata.
Bab 6 Simantik dan Pragmantik
Semantik
Semantik ialah bidang yang mengkaji selok-belok makna. Oleh sebab, makna merupakan ciri semua sistem lambang, maka pada kebiasaannya makna mengandungi bidang gunaan yang lebih luas daripada hanya terhadap bahasa. Kebanyakan ahli bahasa pada hari ini memberikan keutamaan kepada suatu penghuraian makna yang formal serta menurut keperihalan (contextual) dan ini memanglah lebih berguna kepada seorang guru yang mengajar. Secara intuitif, bidang makna boleh digunakan sebagai rujukan (cross-reference) pada setengah-setengah tempat dalam sesuatu penyelidikan tetapi penghuraiannya hendaklah pula dilaksanakan dengan berdasarkan kepada bentuk. Seluruh penyelidikan sebaikbaiknya tunduk kepada konsep 'form underlies meaning'.
Antara lain yang disentuh oleh bidang ini ialah persoalan tentang perbezaan antara makna tatabahasa dan makna kamus (leksis), penentuan perkataan-perkataan seerti (synonyms) dan perkataan-perkataan yang berlainan erti (antonyms) dengan berdasarkan kepada kategori makna yang berlainan yang dibawa oleh kedua-dua jenis perkataan itu, dan sifat-sifat makna dalam struktur ayat menurut analisis kandungan kategorikategori makna itu, serta penubuhan konsep makna sintaksis dalam analisis sesuatu bahasa secara keseluruhan, dan selainnya lagi.
sebenarnya mempelajari sistem bahasanya dengan kadar pencapaian yang tertentu dan sebagainya. Walau bagaimanapun, soal-soal mengenai bagaimana seseorang kanak-kanak mempelajari 'kebijaksanaan' bahasa di sekitar alam sekelilingnya masih belum dapat diselesaikan oleh bidang penyelidikan setakat ini.
Sebagai kesimpulannya, psikolinguistik ialah bidang yang membahaskan hal-hal tentang penguasaan bahasa, iaitu dengan mencari jawapan bagaimana bahasa itu dapat dikuasai oleh kanak-kanak dan orang dewasa.
Sosiolinguistik ialah bidang yang mengkaji perhubungan antara bahasa dan gejalanya dengan masyarakat. Salah satu perkara yang dihadapi oleh ahli-ahli bahasa di dunia hari ini ialah masalah bahasa dalam negara-negara xa.ng membangun. Masalah ini secara langsungnya berkaitan dengan pembinaan dan perancangan bahasa. Keperluankeperluan negara dalam bidang sains, teknologi, ekonomi dan sebagainya memerlukan usaha yang berterusan bagi mengemaskan lagi kemampuan bahasa itu bagi memenuhi keperluan-keperluan zaman, khususnya zaman moden. Pemilihan dan penentuan bahasa tertentu untuk dijadikan bahasa kebangsaan perlu diperlakukan untuk mencapai tujuan-tujuan dan matlamat perpaduan negara yang dikehendaki itu. Persoalan-persoalan inilah yang telah menjadi antara tugas-tugas ahli bahasa yang tergolong ke dalam kumpulan disiplin "sosiologi bahasa" atau "sosiolinguistik" itu.
Secara prinsipnya, Sosiolinguistik mengkaji aspek-aspek linguistik yang melibatkan aspek bahasa, struktur dan penggunaan yang berhubungan dengan fungsi-fungsi sosial, kebudayaan dan penggunaannya dalam sesebuah masyarakat yang tertentu. Dengan kata lain, Sosiolinguistik meneropong hubungan bahasa dengan masyarakat ataupun bahasa sebagai alat kehidupan manusia. Selain itu, bidang ini memaparkan perkaitan antara bahasa dengan masyarakat. Kajiannya juga melampaui dialek dan bentuk-bentuk pertuturan yang berbeza oleh perbezaan status individu-individu dalam sesebuah masyarakat bahasa. Jadi, fakta yang penting dalam Sosiolinguistik ialah bentuk-bentuk kelakuan sosial masyarakat pengguna sesuatu bahasa itu.
Satu lagi trend dalam fungsi Sosiolinguistik ialah perbandingan antara bahasa rasmi dengan bahasa vernakular (yang tidak rasmi), iaitu satu perihal yang melibatkan apa yang dikenali sebagai "perancangan bahasa" dalam menegakkan identiti sesebuah negara.
Secara kesimpulannya, Sosiolinguistik mengkaji pelbagai bahan sosiobudaya yang berhubung dengan aspekaspek linguistik seperti perhubungan sosial harian yang berkaitan pula dengan kebudayaan, masyarakat, kumpulan sosial, bahasa, dialek dan bentuk-bentuk gaya dan sebagainya. Ringkasnya Sosiolinguistik ialah bidang yang cuba menyelesaikan masalah seperti hal-hal yang melibatkan kedwibahasaan, perancangan bahasa dan fungsi bahasa dalam masyarakat.
Pragmatik
Pragmatik ialah cabang ilmu linguistik yang mengkaji hal-hal yang merangkumi struktur bahasa sebagai alat perhubungan sama ada antara penutur dan pendengar atau penulis dan pembaca. Di samping itu, sebagai pengacuan simbol-simbol bahasa pada hal-hal ekstralingual.
Menurut Hashim Musa dan Ong Chin Guan (1998: 81) pragmatik ialah teori yang berkait dengan interpretasi ujaran. Tegasnya, hal ini bermakna pragmatik dimanfaatkan untuk menginterpretasi ujaran yang kabur atau taksa, ujaran yang mengalami pengguguran kata kerja atau kata adjektif atau kata yang elipsis dan sebagainya.
Walau bagaimanapun, Kamus Linguistik (1997: 192) memerikan perihal pragmatik dalam dua perspektif. Yang pertama, pragmatik yang ditinjau dalam semiotik ialah pengkajian tentang bagaimana tanda dan lambang digunakan oleh manusia untuk berhubung dalam bahasa tertentu.
Manakala yang kedua adalah dalam linguistik moden, iaitu pragmatik ialah pengkajian bahasa dari sudut pandangan pengguna, terutama pemilihan yang dibuat, kekangan yang dihadapi ketika menggunakan bahasa dalam interaksi sosial, dan kesan penggunaan bahasa terhadap peserta lain dalam lakuan komunikasi.
Menurut George Yule (1997: 3) pragmatik ialah kajian makna, yang melibatkan penyampai dan penerima yang terdiri daripada pengucap dan pendengar atau penulis dan pembaca. Tegasnya, pengucap atau penulis berperanan menyampaikan maklumat sama ada memberitakan, menyatakan, memaklumkan, memberitahu, menjelaskan, mengarahkan, memerintah, menyuruh, mengkehendaki, menanyakan, menyeru, mengulas, mengkritik, menyimpul atau mengingatkan sesuatu kepada pendengar. Manakala, pendengar atau pembaca ialah individu yang bertanggungjawab membuat interpretasi bunyi atau tafsiran sebutan, atau perkataan, frasa, klausa, ayat atau wacana atau membuat analisis maklumat berasaskan sesuatu perkara atau data yang didengarnya daripada orang lain yang mengujarkannya atau yang menuturkannya secara langsung (lisan) atau secara tidak langsung (rakaman) atau membuat tafsiran bagi bahan atau data yang dibacanya. Hal ini bermakna skop yang menyentuh bidang pengkajian pragmatik ialah bidang kajian yang berhubungan dengan sesuatu yang dimaksudkan oleh penyampai.
Selain itu, katanya kajian sebegini memerlukan seseorang itu melibatkan pentafsiran terhadap apa yang dimaksudkan mengikut konteksnya. Bagaimanapun, pentafsiran itu dapat difahami dengan sempurna jikalau penyampai itu mampu menyusun maklumatnya dengan baik atas kesedaran bahawa dengan siapa dia berurusan, dengan kanak-kanak, dengan remaja, dengan guru, dengan pensyarah, dengan pekedai, dengan penjual, dengan pelancong, dengan bapa, dengan ibu, dengan murid, dengan penghulu, dengan raja, dengan pemimpin agama, pemimpin negara, atau dengan sesiapa sahaja baik dengan lelaki, dengan perempuan atau sesama lelaki atau sesama perempuan dan sebagainya. Selain itu, penafsiran itu dapat difahami dengan jelas apabila dapat dikaitkan pula dengan suasana atau keadaan, masa, tempat, budaya, kepercayaan atau idealogi. Penjelasan tersebut mencerminkan bahawa bidang pengkajian pragmatik ialah yang berhubungan dengan sesuatu yang ada kaitan dengan konteks.
Namun demikian, dari satu segi difahami bahawa ada kalanya penerima itu akan membuat pelbagai tafsiran bagi membolehkannya memahami maksud yang tersurat atau yang tersirat atas sesuatu yang didengarnya atau yang dibacanya. Kemampuan penerima membuat penginterpretasian terhadap apa yang tidak ternyata, iaitu yang tidak terucap atau tidak tertulis oleh penyampai atau penulis itu merupakan sebahagian daripada maklumat yang bermakna dalam komunikasi daripada penyampai kepada penerima. Di sini, penerima perlu menggunakan kebijaksanaan dan pengetahuan yang tersedia ada untuk menyelami isi dan maksud yang tidak ternyata itu. Dengan itu, pragmatik ialah kajian yang berhubungan dengan sesuatu yang ada kaitan dengan yang tidak ternyata dalam komunikasi.
Di samping itu, dalam mendekati dan mentafsir sesuatu maksud antara yang ternyata dengan yang tidak ternyata, kadang-kadang kita dengan pelbagai kemusykilan untuk memilih dan menentukan maksud sebenar. Ada sesetengah daripada kita mungkin akan terus mempertimbangkan yang tersurat atau kita mungkin memihak dengan yang tersirat. Soalnya, kenapa pertimbangan yang kita pilih itu berbeza? Mungkinkah kerana pengetahuan, kerana budaya, kerana kepercayaan atau yang lain daripadanya? Bagaimana dengan keakraban hubungan kita dengan penyampai? Adakah hal yang demikian memainkan peranan penting dalam pemilihan itu? Sehubungan dengan persoalan itu tidak dinafikan bahawa aspek persamaan inemainkan peranan penting dalam pemutusan, iaitu persamaan kebudayaan dan persamaan cara hidup, pegangan agama yang serupa, pengalaman, pengetahuan dan keakraban hubungan antara penyampai dan penerima. Ringkasnya, ini bermakna pragmatik ialah kajian yang menyentuh kejarakan hubungan bagi sesuatu ekspresi.
Dengan demikian, empat perkara itulah yang dirangkumi oleh pragmatik. Jadi untuk mendalaminya dengan lebih terperinci lagi, kita harus tinjau kembali sempadan yang diliputi oleh bidang makna dan pragmatik dalam bahasa.
Di manakah letaknya perihal makna dan pragmatik, khususnya dalam bidang bahasa? Beberapa orang ahli bahasa pernah menjawab persoalan ini dengan mengemukakan pelbagai model analisis. Namun begitu, model yang paling sederhana meletakkan bahasa itu tercerai kepada dua bahagian, iaitu bentuk bahasa (form) dan makna (meaning) bahasa.
Bahasa
Bentuk Makna
Model yang kedua menyatakan bahawa bahasa pada asasnya dapat dipecahkan menjadi tiga bahagian, iaitu pengujaran atau fonologi, ay at atau sintaksis, makna atau semantik.
Bahasa
Fonologi Sintaksis Semantik
Model yang ketiga pula memisahkan bahasa kepada dua bahagian utama, iaitu struktur dan penggunaan. Antara dua bahagian itu ialah pragmatik. Pragmatik ialah ilmu yang menjadi penghubung antara struktur bahasa dengan penggunaannya. Secara mudah pembahagian bahasa itu dapat digambarkan sebagai yang berikut:-
Bahasa
Struktur Pragmatik Penggunaan
Semiotik
Semiotik ialah kajian ilmu tentang simbol. Malahan dikatakan juga bahawa semiotik ialah pengkajian sistematik tentang tanda dan lambang linguistik serta lambang bukan linguistik yang digunakan dalam perhubungan berpola manusia (Kamus Linguistik, 1997: 202). Selain itu, dijelaskan bahawa semiotik terbahagi kepada tiga cabang utama, iaitu pragmatik, semantik dan sintak.
Istilah 'semiotik' berasal daripada kata Yunani semeion yang bermaksud "simbol atau tanda". Simbol ada di mana-mana: kata ialah simbol, begitu juga dengan gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur filem, bangunan, nyanyian burung atau siulan dapat dianggap sebagai simbol. Segala macam dapat menjadi simbol.
Ahli falsafah Amerika, Charles Sanders Peirce menjelaskan bahawa kita hanya dapat berfikir dengan media simbol. Hal ini bermakna bahawa tanpa simbol kita tidak dapat berkomunikasi.
Walau bagaimanapun fungsi simbol dan penggunaannya telah pun digunakan oleh ahli falsafah Yunani sejak dua ribu tahun yang lalu, tetapi istilah semiotik baru sahaja digunakan pada abad ke-18 oleh Lambert, iaitu seorang ahli falsafah Jerman. Namun, pemikiran secara sistematis dan perbahasan tentang penggunaan simbol ini hanya baru pada abad ke-20. Antara pembahasnya ialah Charles Sanders Peirce (1931) yang mengetengahkan teori tentang semiotik, Roland Barthes telah membincangkannya di dalam bukunya Elements de Semiologie (1953), L.J. Prieto di dalam bukunya Message at Singnaux (1966), J. Kristeva di dalam Semeiotike (1996), G. Mounin di dalam bukunya Introduction a la Semiologie (1970), Umberto Eco di dalam bukunya A Theory of Semiotics (1976), Charles
Bab 7 Wacana
Pengertian Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Persyaratan Terbentuknya Wacana
Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.
STRUKTUR WACANA BAHASA INDONESIA
Elemen-elemen Wacana
Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama.
Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni elemen wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen manasuka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan komunikasi.
Relasi Antarelemen dalam Wacana
Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan.
Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.
Struktur Wacana Bahasa Indonesia
Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan mekanisme pertukaran dapat dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S, (2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5) Pr-S, dan (6) Pr-T.
REFERENSI DAN INFERENSI SERTA KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BAHASA INDONESIA
Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia
Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada hal yang berbeda.
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).
Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia
Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.
Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun.
JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA
Wacana Lisan dan Tulis
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.
Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut polilog.
Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi
Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung. Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa.
KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA
Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Macam-macam Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.
Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik.
Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana.
1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik.
2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana.
3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.
ANALISIS WACANA
Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analisis
Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan konteks, baik konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik. Konteks nonlinguistik yang merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga dapat berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan.
Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Dengan interpretasi analogi itu, analis sudah dapat memahami wacana dengan konteks yang relevan saja. Hal itu berarti bahwa analis tidak harus memperhitungkan semua konteks wancana.
Skemata dalam Analisis Wacana
Skemata adalah pengetahuan yang terkemas secara sistematis dalam ingatan manusia. Skemata itu memiliki struktur pengendalian, yakni cara pengaktifan skemata sesuai dengan kebutuhan. Ada dua cara yang disebut pengaktifan dalam struktur itu, yakni (1) cara pengaktifan dari atas ke bawah dan (2) cara pengaktifan dari bawah ke atas. Pengaktifan atas ke bawah adalah proses pengendalian skemata dari konsep ke data atau dari keutuhan ke bagian. Pengaktifan bawah ke atas adalah proses pengendalian skemata dari data ke konsep atau dari bagian ke keutuhan.
Skemata berfungsi baik bagi pembaca/pendengar wacana maupun bagi analis wacana. Bagi pendengar/pembaca, skemata berfungsi untuk memahami wacana. Bagi analis wacana, di samping berfungsi untuk memahami wacana, skemata juga berfungsi untuk melakukan analisis berbagai aspek wacana: elemen wacana, struktur wacana, acuan kewacanaan, koherensi dan kohesi wacana, dan lain-lain.
Kegagalan pemahaman wacana terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama, pendengar/pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai dengan teks yang dihadapinya. Kedua, pendengar/pembaca mungkin sudah mempunyai skemata yang sesuai, tetapi petunjuk-petunjuk yang disajikan oleb penulis tidak cukup memberikan saran tentang skemata yang dibutuhkan. Ketiga, pembaca, mungkin mendapatkan penafsiran wacana secara tetap sehingga gagal memahami maksud penutur.
Analisis Kohesi dan Koherensi
Praktik analisis wacana dilaksanakan dengan menerapkan prinsip interpretasi lokal dan prinsip interpretasi analogi. Analisis wacana dapat diarahkan pada: struktur, kohesi, dan koherensi, yang dapat dioperasionalkan antara lain untuk menetapkan hubungan antarelemen wacana dan alat-alat kohesi yang berlaku dalam sebuah teks. Dalam analisis itu diterapkan konteks yang relevan dengan kebutuhan analisis.
Bab 8 Analisis Kesalahan dalam Bahasa
Materi yang dibandingkan berhubungan dengan tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), dan tata kalimat (sintaksis). Bidang tata bunyi berhubungan dengan bunyi (fonem) dan pelafalannya. Bidang tata bentuk berhubungan dengan imbuhan, kata dan pembentukannya. Bidang tata kalimat menyangkut urutan kata dan frase dikaitkan dengan hukum-hukumnya (DM, MD). Untuk keperluan itu semua perlu adanya deskripsi yang jelas antara bahasa Bl dan B2.
Objek merupakan sasaran yang digarap suatu kegiatan. Apa dan bagaimana objek analisis kesalahan dan analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian berikut.
Objek analisis kesalahan adalah bahasa. Oleh sebab itu analisis kesalahan
dalam pembicaraan ini identik dengan analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan menitikberatkan analisisnya pada bahasa ragam formal. Seperti kita ketahui dilihat dari ragam pemakaiannya bahasa itu dibedakan atas bahasa ragam santai dan bahasa ragam formal. Bahasa ragam formal digunakan orang pada situasi formal seperti berpidato, berceramah, khotbah, berdiskusi, berseminar, berkongres, berkonferensi, bermusyawarah, dosen memberikan kuliah, guru mengajar di depan kelas, dan sebagainya yang jelas bahasa yang digunakan dalam situasi resmi.
Analisis kesalahan ditekankan pada proses belajar B2 (termasuk bahasa asing). Dengan demikian objek analisis kesalahan adalah bahasa siswa yang sedang mempelajari B2 atau bahasa asing. Objek yang lebih khusus lagi adalah kesalahan bahasa siswa yang bersifat sistematis dan menyangkut analisis kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat, dan tata makna.
Objek Analisis Kontrastif
Objek analisis kontrastif adalah bahasa. Meskipun yang menjadi objek adalah bahasa, tetapi hasil analisisnya bukan untuk kepentingan bahasa itu sendiri melainkan untuk kepentingan pengajaran bahasa. Dengan begitu, bahasa sebagai objek dapat dilihat dari bahasa itu sendiri atau sebagai bahan pengajaran. Sebagai bahan pengajaran berkaitan erat dengan guru dan siswa, sebab guru yang bertindak sebagai pelaksana pengajaran bahasa dan siswa sebagai sasaran yang mempelajari bahasa.
Dilihat dari sudut bahasa, bahasalah yang dibandingkan. Dilihat dari guru, guru sebagai pelaksana perbandingan. Dan dilihat dari siswa diharapkan siswa segera menguasai bahasa yang dipelajarinya, sebab kesalahan-kesalahan yangmungkin akan dibuatnya segera dapat diramalkan berdasarkan perbandingan bahasa sebelumnya.
Tujuan
Akhirnya sampailah kita pada pembicaraan tujuan. Oleh karena analisis itu merupakan suatu kegiatan, maka ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan analisis kesalahan maupun analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian di bawah ini.
Telah dikatakan di atas bahwa analisis kesalahan dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan kesalahan-ke-salahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan dengan bidang kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi belajar-mengajar, perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian bahasa, dan bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.
Khusus untuk guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk (1) menentukan urutan sajian, (2) menentukan penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan, (3) memperbaiki pengajaran remedial, (4) memilih butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).
Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.
Dengan memperhatikan tujuan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis kesalahan tentu hams memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku. Misalnya tentang kebakuan pelafalari, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana memperbaikinya.
Pengetahuan yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan dan pemahaman tata bahasa. Sebagai ilustrasi perhatikanlah contoh kalimat di bawah ini.
Pohon itu syarat dengan buah.
la tidak memenuhi sarat menjadi ABRI.
Salatnya tetap syah meskipun tidak memakai peci.
Sah Iran yang terakhir adalah Mohammed Reza Pahlevi.
Jika sekiranya guru tidak memahami perbedaan antara “syarat” dan “sarat”, “syah” dan “sah” tentu guru tidak dapat menjelaskan kepada siswanya bahwa penggunaan keempat kata tersebut salah.
Senada dengan yang diucapkan Corder, Tarigan (1990:77) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan itu bersifat aplikatif dan teoretis. Aplikatif mengurangi dan memperbaiki kesalahan berbahasa siswa. Teoretis mengharapkan pemeroleh-an bahasa siswa pada gilirannya dapat memberikan pemahaman ke arah proses pemerolehan bahasa secara umum.
Tujuan Analisis Kontrastif
Seperti halnya analisis kesalahan memiliki tujuan, demikian pula analisis kontrastif. Pateda (1989:20) menjelaskan bahwa analisis kontrastif bertujuan:
1. menganalisis perbedaan antara Bl (bahasa ibu) dengan B2 (bahasa yang sedang
dipelajari) agar pengajaran bahasa berhasil baik;
2. menganalisis perbedaan antara Bl dengan B2 agar kesalahan berbahasa siswa
dapat diramalkan dan pengaruh Bl itu dapat diperbaiki;
3. hasil analisis digunakan untuk memmtaskan keterampilan berbahasa siswa;
4. membantu siswa untuk menyadari kesalahannya Jalam berbahasa sehingga
siswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajarinya dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
Berdasarkan uraian di atas ternyata analisis kesalahan dengan analisis kontrastif itu sangat erat hubungannya. Analisis kontrastif merupakan salah satu bagian dari analisis kesalahan. Jika analisis kesalahan melihat kesalahan itu secara umum, analisis kontrastif melihat kesalahan itu secara khusus. Dikatakan demikian sebab analisis kontrastif melihat kesalahan dengan cara membandingkan antara Bl dengan B2. Hasil membandingkan itu dapat diketahui adanya pengaruh (in-terferensi) Bl ke dalam B2 yang sedang dipelajari siswa.
Bab 9 Sastra Anak
Karya sastra merupakan refleksi dari kehidupan nyata sebagai hasil renungan
dari realita kehidupan yang dilihat. Sastra mengandung eksplorasi mengenai kebenaran
kemanusiaan. Sastra juga menawarkan berbagai bentuk kisah yang merangsang
pembaca untuk berbuat sesuatu. Apalagi pembacanya adalah anak-anak yang
fantasinya baru berkembang dan menerima segala macam cerita terlepas dari cerita itu
masuk akal atau tidak. Sebagai karya sastra tentulah berusaha menyampaikan nilainilai
kemanusiaan, mempertahankan, serta menyebarluaskannya termasuk kepada
anak-anak. Sesuai dengan sasaran pembacanya, sastra anak dituntut untuk dikemas
dalam bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat diterima anak
dan dipahami mereka dengan baik. Sastra anak merupakan pembayangan / pelukisan
kehidupan anak yang imajinatif ke dalam bentuk struktur bahasa anak. Sastra anak
merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang anak. Sastra
tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak
sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya.
Dalam perkembangan dan pembentukan kepribadian, anak memerlukan
segala informasi tentang dunia, tentang segala sesuatu yang ada dan terjadi di
sekelilingnya. Anak juga ingin mengetahui berbagai informasi tentang apa saja yang
dijangkau pikiranya. Informasi yang diperlukan dapat diperoleh dari berbagai
sumber, seperti media cetak, media elektronika, dan buku bacaan, termasuk bacaan
sastra. Namun, dalam usia yang masih sangat muda anak masih belum dapat
memilih dan memilah bacaan sastra yang baik. Anak akan membaca apa saja bacaan
yang ditemui dan menarik bagi dirinya., tak peduli sesuai atau tidak untuknya.
Bacaan yang dikonsumsi anak tentu akan berpengaruh pada perkembangan sikap,
mental, dan perilaku anak yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya
anak akan meniru dari apa yang dilihat atau apa yang dibacanya.
Teks Sastra yang Dikonsumsi Anak
Perkembangan anak akan berjalan wajar dan sesuai dengan periodenya bila
disugui bahan bacaan yang sesuai pula. Pembelajaran sastra di sekolah diarahkan
dengan menyajikan sastra yang memang sesuai dengan perkembangan kepribadian
anak.Artinya sastra anak yang memang layak dikonsumsi bagi anak-anak. Sastra
yang akan dikonsumsikan bagi anak harus mengandung tema yang mendidik,
alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar
mereka atau ada di dunia mereka, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan
Edi Puryanto-Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / HISKI halaman 3 dari 8
Batu, 12-14 Agustus 2008
yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa
anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.
Sarumpaet mengatakan persoalan-persoalan yang menyangkut masalah seks,
cinta yang erotis, kebencian, kekerasan dan prasangka, serta masalah hidup mati tidak
didapati sebagai tema dalam bacaan anak. Begitu pula pembicaraan mengenai
perceraian, penggunaan obat terlarang, ataupun perkosaan merupakan hal yang
dihindari dalam bacaan anak. Artinya, tema-tema yang disebut tidaklah perlu
dikonsumsi oleh anak. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, tema-tema
bacaan anak pun berkembang dan semakin bervariasi. Jenis-jenis bacaan anak
misalnya, pada sepuluh tahun yang lalu sangat sedikit (atau bahkan tidak ada), sangat
mungkin telah hadir sebagai bacaan yang populer tahun-tahun belakangan ini.
Sastra yang dikonsumsi anak secara umum dapat berupa cerita maupun
paparan puisi. Ditinjau dari sasaran pembacanya, sastra anak dapat dibedakan antara
sastra anak untuk sasaran pembaca kelas awal, menengah, dan kelas akhir atau kelas
tinggi. Sastra anak secara umum meliputi (1) buku bergambar, (2) cerita rakyat, baik
berupa cerita binatang, dongeng, legenda, maupun mite, (3) fiksi sejarah, (4) fiksi
realistik, (5) fiksi ilmiah, (6) cerita fantasi, dan (7) biografi. Selain berupa cerita,
sastra anak juga berupa puisi yang lebih banyak menggambarkan keindahan paduan
bunyi kebahasaan, pilihan kata dan ungkapan, sementara isinya berupa ungkapan
perasaan, gagasan, penggambaran obyek ataupun peristiwa yang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak. (Saryono :20)
Untuk mengetahui teks sastra yang sesuai perlu mempertimbangkan
kesesuaiannya bagi tingkat perkembangan kognitif, tingkat perkembangan bahasa,
maupun tingkat perkembangan moral anak. Untuk memahami apakah teks sastra
untuk anak telah sesuai dengan tingkat perkembangan anak yang perlu
memperhatikan (1) format buku, (2) cara penulisan, (3) penyajian, (4) bahasa yang
digunakan, dan (5) isi bacaan.
Format buku pada teks sastra ditulis dalam format kuarto. Sebab itulah bacaan
sastra untuk anak usia tersebut biasa disebut sebagai big books atau buku besar.
Istilah besar selain mengacu pada format bukunya juga mengacu pada tulisan
maupun gambar yang disajikan. Sajian tulisan dan gambar itu pun digarap secara
berimbang, bahkan biasanya sajian gambarnyalah yang lebih kuat.
Cara penyajiannya selain mempertimbangkan ukuran huruf dan kemudahan
identifikasi huruf bagi anak kelas awal SD, kekayaan gambar, juga memperhatikan
penggarapan aneka warna dalam bentuk sajian gambar yang hidup dan menarik.
Ditinjau dari bahasa yang digunakan (1) kata-kata yang digunakan acuan maknanya
bersifat konkret, (2) kata-kata yang digunakan dapat membentuk paduan bunyi
sehingga secara lisan menarik dan enak untuk dibaca, (3) tidak menggunakan kalimat
komplek, dan (4) penanda hubungan kalimat yang satu dan yang lain tertampil secara
eksplisit. Dalam hal ini, kata maupun kalimat yang digunakan secara jelas juga
menunjukkan pertalian dengan gambar yang disajikan. Melalui cara demikian proses
memahami ujaran kebahasaan tersebut terbantu lewat gambar yang disajikan.
Edi Puryanto-Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / HISKI halaman 4 dari 8
Batu, 12-14 Agustus 2008
Dilihat dari isinya, apabila teks sastra anak itu berupa cerita, cerita tersebut
hanya didukung oleh sekitar 2 atau 3 pelaku. Peristiwa ataupun cerita yang
digambarkannya juga sederhana dan jelas karena hanya berfokus pada satu peristiwa.
Peristiwa itu pun dikembangkan menuju klimaks dan penyelesaian yang menyenangkan
anak. Dilihat dari nilai fungsionalnya, pada jenjang kelas awal SD penggunaan
bacaan sastra anak dapat dimanfaatkan untuk (1) mengembangkan daya imajinasi, (2)
pemahaman perbedaan bentuk, warna, jumlah, dan ukuran, (3) membangkitkan
pemahaman tentang benda atau kenyataan tertentu, serta (4) membangkitkan
kesadaran tentang kesehatan, kebersihan, bersikap pada orang lain dengan acuanacuan
yang bersifat konkret.
Masa anak-anak (4-7 tahun) merupakan periode terpenting bagi pembentukan
pribadi anak. Pada masa itu anak membutuhkan kematangan emosi, fantasi atau
imajinasi. Dalam berfantasi mereka kadang-kadang melambung terlalu tinggi dan
jauh dari alam nyata. Atas dasar fantasi tersebut anak-anak menggemari dongeng
atau cerita yang penuh keajaiban, kesaktian, jagoan dan petualangan para tokoh.
Misalnya, dalam cerita film Doremon, Kapten Tsubasa, Saras Pembela Kebenaran
dan lain-lain. Berdasarkan perkembangan usia, anak sudah dapat menerima dan
merasakan intisari sastra. Dengan kecerdasan otaknya, anak-anak sangat peka
terhadap keindahan, dendang lagu, dan sejumlah syair yang selaras dengan dunianya.
Mereka sangat mudah menghafal syair lagu anak-anak.Misalnya Pelangi-pelangi,
Lihat kebunku, Kasih Ibu kepada Beta, Naik Delman dan lain-lain. Kemudahan
dalam menghafal syair lagu, walaupun masih sangat polos sering membuat pihak
lain menjadi terhibur. Perhatikan syair lagu Kasih ibu berikut:
Kasih Ibu
kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya Menyinari dunia
Anak-anak pada umumnya dapat menangkap isi cerita yang yang dikisahkan
oleh gurunya. Teks sastra yang sangat disenangi mengandung cerita lucu, puisi
humor, dan sangat sederhana yang mudah dipahami.
Pada usia Sekolah Dasar (7-13 tahun) selain mendengarkan cerita , anak-anak
pada umumnya sudah dapat membaca. Mereka termasuk pengamat yang teliti dan
serius terhadap dunianya yang sudah dapat berpikir relistis dan mulai senang menilai
baik dan buruk terhadap lingkungan sekitarnya. Anak pada usia ini sudah mulai
terbuka pikiranya, terbuka bakat dan minatnya, ingin tahu seluk beluknya, dan mulai
ingin menelaah segala ilmu pengetahuan, serta ingin mencoba berpetualang. Pada
Kelas tinggi di SD mulailah anak merindukan atau mengidolakan sesuatu. Sehingga
Edi Puryanto-Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / HISKI halaman 5 dari 8
Batu, 12-14 Agustus 2008
mereka menggunakan kata-kata mutiara, tutur kata yang indah, senang membuat
catatan harian, dan mulai bermain-main dengan kata indah. Dorongan jiwanya yang
lebih maju untuk mengetahui realitas, membuat mereka dibanjiri berbagai pengaruh
yang ada disekelilingnya.. Oleh karena itu itu Teks sastra yang dapat dikonsumsi
untuk usia yang demikian ini harus kontekstual dan tidak menggurui. Artinya teks
tersebut harus terfokus pada substansi anak, yang meliputi (1) pengalaman jiwa anak
yang terbatas (pada umumnya lebih menyukai fabel, cerita tentang binatang,
tumbuhan, alam, dan cuaca; penguasaan kosakata yang masih terbatas; dan cerita
sederhana, tidak terlalu panjang, dan alur yang lurus), (2) perlu diberi karya-karya
yang bersangkut paut dengan kekeluargaan, dan (3) tema cerita yang dapat
mengembangkan imajinasi anak dengan gaya bercerita segar dan menarik serta
tokohnya dapat memberi suri teladan yang baik. (Santosa, dkk :2004). Perhatikan
Cerita 25 Nabi berikut ini:
Kisah Nabi Nuh
Setelah Nabi Nuh menerima wahyu kenabian, kemudin nabi Nuh mengajak
kepada perngikutnya untuk menyembah dan mengakui keesaan Tuhan. Dakwah
nabi nuh sangat sabar dan tenang selama 5 abad. Namun, Pengikut nabi Nuh
hanya sedikit kurang dari seratus orang. Sampai pada waktunya Tuhan murka
dengan mendatangkan banjir. Akhirnya umat nabi Nuh tenggelam termasuk
anaknya Kan an anaknya. Kecuali Nabi Nuh dan pengikut yang telah membuat
kapal sehingga diselamatkan oleh Tuhan.
Kisah Nabi Zulkifli Memenangkan Sayembara
Seorang raja tua yang sangat bijaksana mengadakan sayembara. Barang siapa
sanggup berpuasa di siang hari serta beribadah di malam hari akan diangkat
menjadi penggantinya. Tak ada seorang pun yang bisa melakukannya kecuali
Nabi Zulkifli. Akhirnya Nabi Zulkifli diangkat menjadi raja.
Kisah Nabi Sulaiman
Nabi Sulaiman adalah putra Nabi Daud. Sejak usia muda sudah nampak
kecerdasan dan kebijaksaanan. Beberapa keistimewaan nabi sulaiman ialah bisa
berbicara dengan binatang, menguasai jin dan setan. Sedangkan angin menjadi
kendaraanya yang mealju cepat. Karena Ketaatan dan kesalehannya kepada
Tuhan apapun yang diminta dikabulkannya oleh Tuhan.Nabi Sulaiman memiliki
kerajaan besar dan kaya raya.
Dari ketiga cerita yang dikutip dari buku Kisah 25 Nabi maka dapat
disimpulkan bahwa cerita rakyat yang dapat dikomsumsi anak-anak adalah
(1)mengandung kata kunci yang bisa diingat oleh semua anak-anak, meski versinya
berbeda-beda. Misalnya: pada cerita tentang Nabi Nuh, kata kuncinya ialah Nabi nuh
yang sabar, Kapal yang menyelamatkan dan anak nabi Nuh yang durhaka.
(2) mengandung unsur keteladanan.
Edi Puryanto-Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / HISKI halaman 6 dari 8
Batu, 12-14 Agustus 2008
Perhatikan puisi yang menjadi juara I lomba penulisan puisi untuk presiden
karya Faiz berikut:
Jadi aku mengirim surat ini
Mau mengajak ibu menyamar.
Malam-malam kita bis pergi
ke tempat yang banyak orang
miskinnya.
Pakai baju robek dan jelek.
Muka dibuat kotor.
Kita dengar kesusahan rakyat.
Terus kita tolong.
Petikan puisi di atas menggambarkan bahwa anak-anak memiliki kepedulian
terhadap obyek yang terjadi ataupun peristiwa yang telah diamati disekelilingnya.
sesuai dengan tingkat perkembangan anak.. Isinya berupa ungkapan perasaan dan
ajakan untuk berempati kepada masyarakat kecil.. Materi yang dibandingkan berhubungan dengan tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), dan tata kalimat (sintaksis). Bidang tata bunyi berhubungan dengan bunyi (fonem) dan pelafalannya. Bidang tata bentuk berhubungan dengan imbuhan, kata dan pembentukannya. Bidang tata kalimat menyangkut urutan kata dan frase dikaitkan dengan hukum-hukumnya (DM, MD). Untuk keperluan itu semua perlu adanya deskripsi yang jelas antara bahasa Bl dan B2.
Objek merupakan sasaran yang digarap suatu kegiatan. Apa dan bagaimana objek analisis kesalahan dan analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian berikut.
Objek analisis kesalahan adalah bahasa. Oleh sebab itu analisis kesalahan
dalam pembicaraan ini identik dengan analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan menitikberatkan analisisnya pada bahasa ragam formal. Seperti kita ketahui dilihat dari ragam pemakaiannya bahasa itu dibedakan atas bahasa ragam santai dan bahasa ragam formal. Bahasa ragam formal digunakan orang pada situasi formal seperti berpidato, berceramah, khotbah, berdiskusi, berseminar, berkongres, berkonferensi, bermusyawarah, dosen memberikan kuliah, guru mengajar di depan kelas, dan sebagainya yang jelas bahasa yang digunakan dalam situasi resmi.
Analisis kesalahan ditekankan pada proses belajar B2 (termasuk bahasa asing). Dengan demikian objek analisis kesalahan adalah bahasa siswa yang sedang mempelajari B2 atau bahasa asing. Objek yang lebih khusus lagi adalah kesalahan bahasa siswa yang bersifat sistematis dan menyangkut analisis kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat, dan tata makna.
Objek Analisis Kontrastif
Objek analisis kontrastif adalah bahasa. Meskipun yang menjadi objek adalah bahasa, tetapi hasil analisisnya bukan untuk kepentingan bahasa itu sendiri melainkan untuk kepentingan pengajaran bahasa. Dengan begitu, bahasa sebagai objek dapat dilihat dari bahasa itu sendiri atau sebagai bahan pengajaran. Sebagai bahan pengajaran berkaitan erat dengan guru dan siswa, sebab guru yang bertindak sebagai pelaksana pengajaran bahasa dan siswa sebagai sasaran yang mempelajari bahasa.
Dilihat dari sudut bahasa, bahasalah yang dibandingkan. Dilihat dari guru, guru sebagai pelaksana perbandingan. Dan dilihat dari siswa diharapkan siswa segera menguasai bahasa yang dipelajarinya, sebab kesalahan-kesalahan yangmungkin akan dibuatnya segera dapat diramalkan berdasarkan perbandingan bahasa sebelumnya.
Tujuan
Akhirnya sampailah kita pada pembicaraan tujuan. Oleh karena analisis itu merupakan suatu kegiatan, maka ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan analisis kesalahan maupun analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian di bawah ini.
Telah dikatakan di atas bahwa analisis kesalahan dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan kesalahan-ke-salahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan dengan bidang kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi belajar-mengajar, perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian bahasa, dan bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.
Khusus untuk guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk (1) menentukan urutan sajian, (2) menentukan penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan, (3) memperbaiki pengajaran remedial, (4) memilih butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).
Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.
Dengan memperhatikan tujuan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis kesalahan tentu hams memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku. Misalnya tentang kebakuan pelafalari, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana memperbaikinya.
Pengetahuan yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan dan pemahaman tata bahasa. Sebagai ilustrasi perhatikanlah contoh kalimat di bawah ini.
Pohon itu syarat dengan buah.
la tidak memenuhi sarat menjadi ABRI.
Salatnya tetap syah meskipun tidak memakai peci.
Sah Iran yang terakhir adalah Mohammed Reza Pahlevi.
Jika sekiranya guru tidak memahami perbedaan antara “syarat” dan “sarat”, “syah” dan “sah” tentu guru tidak dapat menjelaskan kepada siswanya bahwa penggunaan keempat kata tersebut salah.
Senada dengan yang diucapkan Corder, Tarigan (1990:77) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan itu bersifat aplikatif dan teoretis. Aplikatif mengurangi dan memperbaiki kesalahan berbahasa siswa. Teoretis mengharapkan pemeroleh-an bahasa siswa pada gilirannya dapat memberikan pemahaman ke arah proses pemerolehan bahasa secara umum.
Tujuan Analisis Kontrastif
Seperti halnya analisis kesalahan memiliki tujuan, demikian pula analisis kontrastif. Pateda (1989:20) menjelaskan bahwa analisis kontrastif bertujuan:
1. menganalisis perbedaan antara Bl (bahasa ibu) dengan B2 (bahasa yang sedang
dipelajari) agar pengajaran bahasa berhasil baik;
2. menganalisis perbedaan antara Bl dengan B2 agar kesalahan berbahasa siswa
dapat diramalkan dan pengaruh Bl itu dapat diperbaiki;
3. hasil analisis digunakan untuk memmtaskan keterampilan berbahasa siswa;
4. membantu siswa untuk menyadari kesalahannya Jalam berbahasa sehingga
siswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajarinya dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
Berdasarkan uraian di atas ternyata analisis kesalahan dengan analisis kontrastif itu sangat erat hubungannya. Analisis kontrastif merupakan salah satu bagian dari analisis kesalahan. Jika analisis kesalahan melihat kesalahan itu secara umum, analisis kontrastif melihat kesalahan itu secara khusus. Dikatakan demikian sebab analisis kontrastif melihat kesalahan dengan cara membandingkan antara Bl dengan B2. Hasil membandingkan itu dapat diketahui adanya pengaruh (in-terferensi) Bl ke dalam B2 yang sedang dipelajari siswa.
Bab 10 Apresiasi Sastra Anak
Apresiasi berarti :
(a) kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya;
(b) penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu; dan
(c) kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah.
Sehubungan dengan materi pembelajaran sastra anak ini, pengertian apresiasi yang kita maksudkan di sini adalah pengertian pertama dan kedua, yaitu (a) kesadaran kita terhadap nilai-nilai seni dan budaya (sastra anak), dan (b) penilaian atau penghargaan kita terhadap sesuatu (sastra anak).
1. Ada tiga batasan apresiasi sastra anak, yaitu
(a) Apresiasi sastra anak adalah penghargaan (terhadap karya sastra anak) yang didasarkan pada pemahaman;
(b) Apresiasi sastra anak adalah penghargaan atas karya sastra anak sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan yang didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra anak; dan
(c) Apresiasi sastra anak adalah kegiatan menggauli cipta sastra anak dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra anak.
1. Dalam melaksanakan apresiasi sastra anak itu kita dapat melakukan beberapa kegiatan, antara lain :
(a) kegiatan apresiasi langsung, yaitu membaca sastra anak, mendengar sastra anak ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan menonton pertunjukan sastra anak dipentaskan;
(b) kegiatan apresiasi tidak langsung, yaitu mempelajari teiri sastra, mempelajari kritik dan esai sastra, dan mempelajari sejarah sastra;
(c) pendokumentasian sastra anak, dan
(d) melatih kegiatan kreatif mencipta sastra atau rekreatif dengan mengungkapkan kembali karya sastra yang dibaca, didengar atau ditontonnya.
1. Ada tiga tingkatan atau langkah dalam apresiasi sastra anak, yaitu :
(a) seseorang mengalami pengalaman yang ada dalam cipta sastra anak, ia terlibat secara emosional, intelektual, dan imajinatif;
(b) setelah mengalami hal seperti itu, kemudian daya intelektual seseorang itu bekerja lebih giat menjelajahi medan makna karya sastra yang diapresiasinya; dan
(c) seseorang itu menyadari hubungan sastra dengan dunia di luarnya sehingga pemahaman dan penikmatannya dapat dilakukan lebih luas dan mendalam.
1. Setidaknya terdapat lima manfaat bagi kehidupan ketika mengapresiasi sastra anak, yaitu
(a) manfaat estetis,
(b) manfaat pendidikan,
(c) manfaat kepekaan batin atau sosial,
(d) manfaat menambah wawasan, dan
(e) manfaat pengembangan kejiwaan atau kepribadian.
Disekolah Dasar, Pembelajaran Sastra dimaksudkan Untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasikan karya sastra. Menurut Huck (1987 : 630-623) bahwa pembelajaran sastra di SD harus memberi pengalaman pada siswa yang akan berkontribusi pada 4 tujuan, yakni :
1. Pencarian kesenangan Pada buku
2. Menginterprestasikan bacaan sastra
3. Mengembangkan kesadaran bersastra
4. Mengembangkan apresiasi
Pembelajaran sastra di SD adalah Pembelajaran sastra anak. Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan.
Jenis sastra anak meliputi prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dan puisi dalam sastra anak sangat menonjol. Berdasarkan kehadiran tokoh utamanya, sastra anak dapat dibedakan atas tiga hal, yaitu :
(1) sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama benda mati,
(2) sastra anak yang mengetengahkan tokoh utamanya makhluk hidup selain manusia,
(3) sastra anak yang menghadirkan tokoh utama yang berasal dari manusia itu sendiri.
Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.
Pembelajaran Apresiasi Sastra Anak
1. Pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar meliputi tiga tahapan yang harus dilalui seorang guru, yaitu :
(a) persiapan pembelajaran,
(b) pelaksanaan pembelajaran, dan
(c) evaluasi pembelajaran.
1. Tahap persiapan pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar bagi seorang guru dapat menyangkut dengan dirinya, yaitu
(a) persiapan fisik, dan
(b) persiapan mental.
Fisik seorang guru harus sehat jasmaninya, tidak sakit-sakitan. Mentalnya pun harus sehat jiwanya, tidak sakit ingatan.
Sementara itu, hal-hal teknis yang perlu dipersiapkan adalah:
(a) memilih bahan ajar,
(b) menentukan metode pembelajaran, dan
(c) menuliskan persiapan mengajar harian.
1. Bahan ajar harus sesuai dengan anak didik sehingga pertimbangan usia anak didik menjadi pilihan utama. Keberagaman tema, keberagaman pengarang, dan bobot atau mutu karya sastra yang akan dijadikan bahan ajar juga menjadi pertimbangan yang matang. Menentukan metode harus disesuaikan dengan kemampuan guru dan kebutuhan serta kesesuaian dengan keadaan siswa. Menuliskan persiapan mengajar harian merupakan salah satu bentuk keprofesionalan seorang guru. Penulisan PMH itu juga menunjukkan bahwa guru siap secara lahir batin hendak menyampaikan pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar.
2. Pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar dapat dimulai dari kegiatan pra-KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) hingga KBM di kelas. Kegiatan pra-KBM dapat dilakukan dengan memberi salinan atau kopi teks sastra, diberi tugas membaca, menghafalkan, meringkas atau mencatat dan menemukan arti kata-kata sukar yang terdapat dalam teks sastra. KBM di kelas dapat dilakukan dengan memberi tugas membaca sajak, membaca cerita, berdeklamasi atau mendongeng di depan kelas, Setelah itu baru diadakan tanya jawab, menuliskan pendapat, dan berdiskusi bersama merumuskan isi, tema, dan amanat.
3. Evaluasi pembelajaran apresiasi sastra itu hendaknya mengandung tiga komponen dasar evaluasi, yaitu :
(a) kognisi,
(b) afeksi, dan
(c) keterampilan.
Pada umumnya dikenal dua bentuk penilaian, yaitu :
(a) penilaian prosedur, yang meliputi penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar, dan
(b) instrumen atau alat penilaian, yang meliputi tanya jawab, penugasan, esai tes dan pilihan ganda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar