Senin, 16 Agustus 2010

Definisi Merdeka Menurut Kajian Ulama

Oleh: Kurtubi/www.kompasiana.com

Makna kemerdekaan menurut kajian agama yang digagas para ulama senafas dengan semangat HAM, Pancasila dan Undang-undang Dasar.
Menelisik makna kemerdekaan versi ulama sangat menarik. Setidaknya ada empat kata yang senafas dengan makna kemerdekaan yang akan dibahas dalam artikel ini: Dua kata diambil dari Al Qur’an, satu dari Hadits dan terakhir berasal dari makna budaya. Dari keempatnya  itu masuk dalam konsep Pancasila dan UUD 45 dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Pertama, Kemerdekaan adalah bebas dari tekanan atau penindasan dari pihak lain. Makna ini diambil dari kata “Itqun Minannar”. Kata ini diambiil dari hadits Nabi yang sering dikaitkan dengan keutamaan bulan ramadhan: “… awaluhu rahmah, wausatuhu maghfiroh, wa akhiruhu itqun minannar.” (…. puasa ramadhan itu awalnya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalha pembebasan dari api neraka).

Konteks dari kata tersebut adalah bahwa kemerdekaan itu bisa tercipta manakala  bisa terbebas dari penindasan, ancaman, intimidasi dari pihak-pihak lain. Misalnya rakyat Indonesia dikatakan merdeka, manakala tidak ada yang memaksa, tidak ada yang mengancam, tidak ada yang mengintimidasi, inilah makna hakikat “merdeka”. Jika masih ada ancaman, intimidasi penekanan pihak satu dengan pihak lain itu artinya belum merdeka.  Itulah makna “merdeka” yang diambil dari kata “itqun minannaar”, yang berarti terbebas dari siksaan.

Kedua, Kemerdekaan berarti menghilangkan kelas-kelas sosial dalam masyarakat, menciptakan tatanan masyaarakat yang sederajat. Memuliakan antara satu sama lain, kesetaraan, tidak ada kelas dalam masyarakat, masing-masing memiliki hak sebagai bangsa tanpa membedakan kultur dan kelasnya.

Makna itu terambil dari kata “Fatahriru Roqobah”. Kata ini  cukup banyak terdapat dalam al Quran. misalnya dalam satu ayat pada Annisa: 92 saja ada tiga kata. Kata “tahrir” dan “khurriyah” dalam bahasa Arab artinya “merdeka”.

Makna “merdeka” yang diambil  dari ungkapan al quran itu adalah: “asyrofuhum, yuqolu huwa hurriyatu min qoumih.” Artinya, memuliakan masyarakat satu dengan yang lain, itulah makna merdeka yang sesungguhnya. Merdeka berarti jika seseorang itu menjadi mulia,  tidak ada kelas di dalam kehidupan manusia; tidak ada kasta, tidak ada  “nomor satu”, tidak “nomor dua”, tidak ada ningrat, tidak ada suku yang merasa unggul.

Lebih mudahnya, konteks di Indonesia sesuai dengan Pancasila dan UUD 45, setiap warga negara sederajat tidak ada  ras, agama dan apapun yang merasa nomor satu atau nomor dua, tetapi masing-masing menghormati, memuliakan satu sama lain. Dalam tatanan dunia ada HAM yang juga senafas dengan ungkapan ini, bahwa setiap manusia sederajat. Bukankah juga dalam quran pun menyebutkan bahwa manusia di hadapan tuhan sama.

Dengan jelas al quran yang menyebutkan “Inna akromakum ‘indallahi atqoqum.” Sesungguhnya yang mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Jika masih ada yang merasa “tuan”, atau masih ada yang menganggap “itu anak buah saya”, berarti secara pribadi belum ada kemerdekaan dalam dirinya. Padahal pengertian manusia semuanya sama di hadapan Allah. Tidak ada budak, tidak ada kelas.

Kolonialisme zaman dulu menganggap bangsa Indonesia dikategorikan bangsa kelas dua, sementara kelas satunya orang Belanda. Karenanya kata “hurriyah” tidak berlaku saat itu. Bangsa kita dahulu belum merdeka. Namun sekarang, jika dikatakan merdeka, maka mesti merujuk pada kata “hurriyah”, di mana tidak lagi ada kelas-kelas dan merasa nomor satu, baru dikatakan merdeka.

Ketiga, merdeka diambil dari kata Fakku roqobah. Artinya, melepaskan budak dari perbudakan. Diambil dari ayat Al Qur’an “Wamaa adroka mal ‘aqobah, fakku roqobah” (Al Balad: 12-13). Kata “fakku” di sini pengertianya “merdeka“. Lebih lengkapnya, para ulama mendefinisikan kata fakku dengan إبطال الرق والعبودية (ibtlolur roqqi wal ‘ubudiyah) atau أبان بعضه عن بعض (Abaana ba’dhuhu ‘an ba’d).

Lebih jelasnya, kemerdekaan itu bisa tercapai, manakala bisa tampil bersama-sama antara satu individu dengan individu lain, atau antar kelompok satu dengan lainnya. Sehingga bukannya kelompok satu tampil yang lainnya tidak boleh tampil (disembunyikan) gara-gara dianganggap kelas dua, atau karena dianggap tidak sejajar,  atau dianggapnya tidak berarti. Kalau saja hal tersebut masih berlaku di negeri kita, atau di negeri lain, bahkan bisa terjadi dalam diri kita, berarti belum ada “merdeka”. Contoh yang sering kita dengar: “sudah, lenyapkan saja dia!”, “kita saja yang maju, jangan sampai dia tampil”, dan lain-lain.

Dalam praktek hukum maka mestinya masing-masing komponen bangsa tidak pandang bulu. Jika  hukum masih bersembunyi di belakang layar,  sedangkan yang tampil adalah “uang”, ini berarti  belum “merdeka”. Sebab hukum tidak pandang bulu, di mata hukum semuanya sama.

Orang yang bersalah mestinya bebas bukan sebaliknya. Yang salah tetap salah, yang benar secara hukum harus dibela. Jika bangsa disebut merdeka, maka tidak ada lagi istilah intimidasi, diskriminasi, character assanisation, mengancam pihak lain, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam masyarakat, dan lain sebagainya.

Keempat, merdeka diambil dari kata Istiqlal. (Masjid Istiqlal = masjid merdeka).  Pengertian istiqlal menurut para ulama adalah, تفرد به ولم يشرك فيه (taffarroda bihi walam yusyrik fiih) Artinya: Mandiri. Tidak mau dicampur tangani oleh pihak lain. Sebuah bangsa yang “merdeka” (istiqlal) berarti tidak bisa dicampurtangani negara lain. Negara merdeka berarti negara itu mandiri, memanaj diri sendiri, bukan negara boneka, bukan negara yang diatur oleh negara lain. Kalau saja masih ada intervensi negara lain artinya belum merdeka.

Demikian juga bila makna istiqlal bagi individu artinya, seorang individu dikatakan merdeka jika sudah terbebas dari pengaruh “duniawi”, masih dipengaruhi oleh jabatan atau oleh macam-macam rayuan dan godaan lainnya, itupun belum dikatakan mandiri namanya, alias belum merdeka.

Kesimpulannya, pertama, merdeka adalah fakku roqobah, negara dikatakan merdeka jika bebas dari intimidasi. Merdeka dari rasa ketakutan. Sebab betapa banyak negara yang ditakut-takuti oleh pihak lain. Kedua, merdeka adalah hurriyah artinya tidak ada kelas-kelasan. Ketiga, merdeka adalah fakku, tidak ada tukar-tukaran maksudnya merdeka dari hukum. Keempat diambil dari kata Istiqlal, merdeka berarti tidak ada campur tangan dengan pihak lain alias mandiri.

Dalam konsep agama orang yang masuk syurga adalah mereka yang “merdeka”, bukan hamba sahaya.  Kenapa dikatakan merdeka,  karena bagi si hamba akan merdeka jika hidupnya murni hanya kepada Allah; tidak merasa takut kecuali kepada Allah; tidak merasa cinta kecuali kepada Allah; tidak melakukan penyembahan kecuali kepada Allah. Itulah yang sebenar-benarnya yang merdeka dalam konsep para ulama.

Pendeknya, konsep ulama (syariat) yang diambil dari naskah-naskah wahyu tentang kemerdekaan itu tidak bertentangan dengan UUD, Pancasila dan HAM (Hak Asasi Manusia). Jika apa yang dipaparkan di atas belum bisa dipraktekkan pada bangsa ini, itu artinya belum merasakan makna “kemerdekaan” baik merdeka secara individu atau secara kebangsaan. Karena itu tugas perjuangan ulama/tentara zaman dahulu telah berhasil melepaskan belenggu negara ini dari  penjajahan. Sementara giliran kita, memperjuangan kemerdekaan itu agar benar-benar terwujud makna “merdeka” sehingga connect bainal teks wal konteks, bersambung antara tekstual dan kontekstual. Semoga. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar