Rabu, 18 Agustus 2010

Kemerdekaan Menulis di Negara Demokrasi

Menulis sederhananya adalah persepsi ekspresi dari berbagai dinamika social yang dialami, terpikirkan dan terekam oleh seseorang yang selanjutnya didokumentasikan menjadi suatu tulisan agar tidak raib begitu saja.
Indonesia dalam sejarah telah mencatatkan beberapa penulis besar sejak periode perjuangan sampai proklamasi kemerdekaan Tahun 1945, hingga dalam tekanan situasi politik yang tidak menentu sampai Tahun 1965, dan 32 tahun berikutnya dalam cengkeraman tirani penguasa berterali besi yang selanjutnya saya akronimkan sendiri menjadi TIRENTERASI.
Jadi sebetulnya penulis maupun kelompok hobi menulis bangsa kita, bisa benar-benar memiliki kemerdekaan dalam menuangkan ekspresi lewat tulisan itu baru  13 tahun saja yakni antara pasca Reformasi Tahun 1997 sampai sekarang (Tahun 2010). Bandingkan dengan usia kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah 65 tahun. Berarti terdapat kesenjangan 52 tahun di dalamnya. Dan itu bukan waktu yang singkat.

Belum terhapus dari ingatan kita bagaimana beberapa media koran dan majalah yang pernah dicabut ijinnya dan titutup oleh pemerintah yang berkuasa dalam periode TIRENTERASI hanya karena mereka melanggar “etiket” pemberitaan bukan etika pemberitaan. Pada masa itu, ada juga wartawan ataupun penulis yang selesai menulis bukannya menikmati hasil kerjanya, eh malah nyangkut di penjara. Mengapa demikian ? sebab pada masa TIRENTERASI, etika pemberitaan atau penulisan yang melanggar demokrasi pada masa itu bisa beresiko fatal.
Setelah 13 tahun menikmati kemerdekaan yang benar-benar demokratis dialami oleh para penulis dan mereka yang hobi menulis, terus dimanjakan juga oleh media virtual seperti kompasiana dan media interaksi social lainnya, marilah kita menjaga agar kemerdekaan yang true demokrasi ini tidak lari atau lepas dari koridor etika dan norma yang ada.
Sebab di alam kemerdekaan demokratis yang baru kita nikmati 13 tahun ini, tidak serta merta menjadikan kita sebagai penulis yang suka menghujat, memaki, provokatif dan hanya bisa teriak-teriak lewat tulisan dan mengabaikan etika begitu saja. Tetapi mari bingkai kebebasan berekspresi lewat tulisan itu dengan hantaman yang beretika, tulisan yang inspiratif dan memotivasi daripada yang memprovokasi, juga jangan suka copas tanpa menghargai nara sumber.
Itulah kenikmatan yang harus tetap kita jaga, yakni kemerdekaan menulis di Negara demokrasi kita Indonesia tercinta, kebebasan yang diekspresikan dengan tetap terjaga dalam balutan etika dan norma ketimuran khas Indonesia, yang santun namun tetap berani, yang lembut tapi tetap tegas. Sebab itulah yang membuat demokrasi kita bangsa Indonesia unik dan menarik di mata dunia. Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 65. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar