Beberapa hari lalu, anak-anak saya ajak ikut pertemuan ibu-ibu di RW kami untuk belajar membuat kerajinan dari sampah anorganik. Ternyata, kegiatan itu menjadi ajang belajar yang menarik, khususnya buat Luqman. Sejak kami duduk di sana, dia terus mengamati sekeliling terutama balon plastik besar yang berisi gas dari instalasi bio gas sampah.
Pertanyaan pun mengalir, "Ma, apakah kalau plastik itu ditusuk beberapa kali di beberapa tempat, gasnya nggak akan meledak? Dari mana gas-nya datang?" dan pertanyaan lainnya, tak terkecuali rak piring di sana yang nampak berubah fungsi menjadi rak sepatu.
Saat melihat kumpulan bahan baku kerajinan berserak di tengah-tengah ruang pertemuan Luqman pun terus berbisik, "Mama, Ade pengen ikutan juga bikin itu. Fotoin dong tas sama kotak tissue-nya, semuanya." Kalau saja, para ibu di sana akan nyaman-nyaman saja melihat anak kecil ikut nimbrung, mungkin saya ijinkan Luqman ikut bergabung, tapi khawatir orang nggak nyaman akhirnya saya janji mengajaknya berkreasi di rumah.
Besoknya, kami menghamparkan tikar di teras. Tak disangka, sambil membuat pola-pola, bisa juga disisipkan stimulasi matematis: Penambahan, perkalian, pengukuran. Hasilnya, sekarang ada satu gerobak sayur dari kertas koran jadi hiasan meja :D
Belajar, bisa di mana saja dan lewat apa saja. Mungkin model belajar seperti ini belum tentu cocok dengan keluarga lainnya, namun saya justru semakin menikmati pembelajaran terintegrasi seperti ini. Bersyukur kami bisa menjalaninya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar