Hamdan Kamal
LUBUKLINGGAU-Pergeseran paradigma pengelolaan pendidikan dasar dan menengah, telah tercermin pada visi pembangunan pendidikan nasional dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999. Yakni, upaya mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas.
Amanat GBHN menyiratkan suatu kekhawatiran mendalam dari berbagai komponen bangsa terhadap prestasi sistem pendidikan nasional yang kini cenderung menurun dalam mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas, tangguh, dan mampu bersaing di era tanpa batas.
Untuk itu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bisa disebut suatu pergeseran paradigma dalam pengelolaan pendidikan. Namun, tidak berarti paradigma ini baru karena sebelumnya pernah berlaku Inpres No.10 Tahun 1973. “Sekolah dikelola secara makro sepenuhnya diperankan oleh kepala sekolah dan guru sebagai pengelola dan pelaksana pendidikan pada setiap sekolah yang tidak terpisahkan dari lingkungan masyarakat,” tegasnya.
MBS bermaksud mengembalikan sekolah kepada pemiliknya, yakni masyarakat yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali secara utuh terhadap pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah. Sisi moralnya adalah bahwa hanya sekolah dan masyarakatlah yang paling mengetahui berbagai persoalan pendidikan, termasuk faktor penghambat peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian merekalah yang seharusnya menjadi pelaku utama dalam membangun pendidikan bermutu dan releven terhadap kebutuhan masyarakat.
“Hanya kepala sekolah yang mengetahui apakah wakil dan guru serta staf bekerja dengan baik, apakah buku-buku mengalami kekurangan, apakah perpustakaan sudah difungsikan, dan apakah kurikulum dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan atau belum. Guru bersama kepala sekolah dapat bekerjasama dalam memecahkan masah-masalah menyangkut proses pembelajaran,” ucapnya.
Untuk itu kepala sekolah dan dewan guru beserta staf dapat menciptakan persatuan dan kesatuan dalam satuan pendidikan, agar dapat tercipta suasana yang harmonis dalam satuan pendidikan. “Dengan demikian maka mutu pelayanan dapat berjalan, sehingga dapat menciptakan mutu pendidikan seperti yang diharapkan,” terangnya.
Dalam satuan pendidikan hendaknya antara guru, staf dan kepala sekolah menjalin kerjasama yang baik serta adanya kebutuhan dalam segala hal. Karena itulah proses belajar mengajar akan terwujud sesuai harapan. Dengan kebutuhan dalam suatu pendidikan, tidak ada lagi saling menyalahkan, saling memojokkan antara guru dan kepala sekolah serta saling SMS di media. Hendaknya ada persoalan yang ada didalam satuan pendidikan selesaikanlah dengan musyawarah. “Insyaallah dengan adanya musyawarah dan mufakat akan menghasilkan yang terbaik untuk kedepan,” imbuhnya.
Kasek juga perlu dilindungi, mengingat jabatan yang diembannya itu berat apalagi yang dihadapinya guru, staf dan siswa serta masyarakat. Semua itu perlu dukungan dari wakil, guru dan staf dalam memecahkan persoalan yang ada disatuan pendidikan. Tidak usah saling menyalahkan, jaga dan binalah satuan pendidikan yang harmonis agar tercipta mutu pelayanan yang diharapkan.
“Untuk kepala sekolah agar dapat membina bawahannya, agar bawahan dapat melaksanakan sesuai tupoksi. Serta untuk para guru dan staf setiap ada permasalahan dalam satuan pendidikan bermusyawarahlah dengan kepala sekolah untuk memecahkan permasalahan yang ada. Untuk itu, jika ada permasalahan boleh koordinasi ke dewan pendidikan guna menyelesaikan masalah-masalah disatuan pendidikan,” pungkasnya.(16)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar